Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Mati (13. Adibusana Melayu dan Pilihan Gila)

30 Januari 2022   20:23 Diperbarui: 30 Januari 2022   20:27 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah pribadi dengan pictsart app

Dan saat nya tiba...

Subhanallah!! gumamku dalam hati. Aku melihat jelas penampilan tuan muda yang sepertinya sangat dihormati dan ditunggu-tunggu tersebut. Ia berdiri dengan gagah di pintu masuk ruangan utama dimana kami semua duduk menunggu.

Dengan pakaian teluk belanga berwarna gading emas dipadu dengan tanjak[1] dikepalanya berwarna senada berhiaskan batu-batu hias yang tampak gemerlap bertengger dengan gagah diatas kepalanya. Balutan kain sabuk membentuk lekuk tubuhnya lebih terlihat atletis. Kain yang ditapihkan sampai selutut juga berhias sulaman benang emas dengan pilihan terbaik. Seluruh balutan kain yang dipakainya tampak gemerlap.

 

Lelaki gagah tersebut semakin mendekat, justru jalannya semakin mendekat kearahku. Jantungku berdegup lebih kencang saat lelaki itu terus memandangku dengan tatapan tenang tetapi sorot matanya terlihat tajam. Langkahnya pasti. Perhatiannya sesekali mengarah kepada seluruh peserta yang hadir memenuhi ruangan besar tersebut. Bagiku saat ini ruangan besar nan megah telah berubah menjadi sangat dingin.

 

Tidak salah lagi orang yang persis berdiri dihadapanku ini adalah orang yang sama saat kami temui di pantai. Kemudian lelaki gagah itu juga yang kutemui kembali di hutan lebat mangrove tadi pagi. Dia menghampiriku. Ia juga diikuti oleh perempuan cantik yang selalu berada dibelakangnya disertai 2 anak ceria laki-laki dan perempuan yang tampak sebaya.

 

Tiba-tiba laki-laki gagah tersebut menjabat tanganku dan berkata

 

"Selamat datang di bahteraku, Dewa Kelana!, panggil saja aku Tuan Bestari," suara terdengar berat namun tegas. Tatapan matanya sangat berwibawa. Aku masih saja terus melongo tanpa bisa berkata sepatah katapun meski tanganku reflek menjabat tangannya. Jiwaku terasa ksong serta belum dapat berfikir jernih. Saat ini aku hanya berusaha keras menggali kembali kesadaranku. Ingatan-ingatan sebelumnya yang justru sekuat tenaga ingin kukubur sedalam-dalamnya terus bermunculan kembali. Terutama memori saat detik-detik pertemuan dinihari dan pagi di hutan mangrove sebelumnya.

 

Aku terpana sekaligus masih terasa takut. Tetapi, wajah bapak paruh baya tersebut ternyata sangat tampan dan gagah. Tampaknya ia menyadari kegugupanku yang tidak bisa kusembunyikan

 

"Tenang Nak!, tiada apa yang perlu kau khawatirkan," berusaha tuan kharismatik ini berusaha menghiburku agar aku sedikit tenang. Aku hanya bisa menatapnya dengan memberikan isyarat menganggukkan kepala sebagai bentuk persetujuan akan permintaannya. Tidak ada sepatah katapun yang bisa kuucapkan. Mulut rasanya masih terkunci rapat.

 

 Baru kali ini aku berhadap-hadapan dari jarak sangat dekat. Paling kurang hanya sejauh 50 sentimeter saja. Sangat dekat. Kulitnya putih bersih sampai urat-urat dibeberapa bagian wajahnya samar terlihat. Hidungnya mancung proporsional dengan bentuk wajah dan  dagu agak persegi. Sorot matanya saat ini tampak kembali teduh.

 

"Ini istriku!, Permaisuri Nirmala!" kemudian ia perkenalkan istrinya yang selalu setia berada disampingnya. Parasnya cantik tiada cela. Wajah cantiknya senada dengan cantiknya Kemala. Berbaju kurung berwarna hijau lumut dengan kain tapih warna kuning gading. Kain penutup kepala berwarna merah marun. Bahan kain tersebut semua bersulam benang emas mengkilat dan berpendar-pendar saat cahaya lampu mengenainya. Tentunya yang dipakai Permaisuri Nirmala menambah elegan penampilannya yang dasarnya memang sudah berparas cantik.

 

Anak laki-lakinya kira-kira berusia 12 tahun dan perempuan 10 tahun berpenampilan senada dengan kedua orang tuanya. Keceriaan selalu terpancar di kedua wajah anak tersebut. Selayaknya anak raja dan bangsawan tempo dulu, dimana tindak tanduk prilakunya terukur dan sangat menjaga etika di depan umum.

 

Bagiku, penampilan tuan kharismatik dan permaisuri bak parade peragaan adibusana. Selain ketakutan yang baru saja kuhadapi, tetapi sekaligus aku seperti menikmati keterkejutanku. Semuanya mengalir seperti air terjun yang tumpah dari tempat yang sangat tinggi dan berlangsung dalam tempo singkat tanpa ada ruang bagiku untuk berfikir dan memilih.

 

Amarilis Dewi dan Kemala muncul dari balik pintu utama secara tiba-tiba. Wajah keduanya tersenyum cerah. Senyum mengambang tidak pernah lepas dari wajah keduanya. Mereka keluar dengan balutan pakaian yang sama dengan Permaisuri Nirmala sebelumnya, tampak seperti keanggunan putri-putri raja bangsawan melayu tempo dulu. Kemala terus menatapku dengan senyuman yang sangat lepas. Seolah telah menyelesaikan tugas berat dengan sukses. Balutan pakaiannya warna kuning emas, gelang dan kalung dilehernya sangat padu dengan baju hijau lumut dan kerudung kain merah marun yang menutup kepalanya. Tetaplah terlihat cantik dan menawan. Dewi dan Fithar berjalan pelan sedikit agak dibelakangnya.Semuanya mengisi tempat duduk didepanku yang sebelumnya masih kosong.

 

Tujuh tempat didepanku sudah terisi penuh. Tiada lagi tempat yang tersisa.

 

"Nak, minumlah!, tentu kau sangat lapar," pinta Raja Bestari yang duduknya persis berhadap-hadapan denganku. Permintaannya mengarah kepadaku. Senyumnya tipis saat mempersilahkan aku mengambil makanan terlebih dahulu. Entah karena kegugupanku atau ingin mematuhi perintahnya, aku segera mengambil nasi ke piringku tanpa berbasa basi lagi. Perutku rasanya memang sangat lapar. Hidangan didepanku yang sejak tadi disajikan siap untuk segera disantap. Semua hidangan yang tersaji di depanku kuambil tanpa rasa sungkan. Meski ada Tuan Bestari didepanku, tetapi sikapnya yang bersahabat membuatku yang sebelumnya sangat takut dan gugup perlahan mencair. Sebuah pengalaman santap makan malam yang megah sekaligus mengenyangkan.

 

"Kau kelihatannya lelah sekali Dewa!,setelah makan malam ini beristirahatlah di kamar mana saja yang kau inginkan!" Tuan kharismatik mungkin melihatku sedikit kelelahan dengan nafsu makanku yang naik secara drastis. Aku hanya bisa mengangguk-angguk saja dan tetap terasa mulutku terkunci untuk menjawabnya.

 

Aku berusaha menguasai diriku kembali. Dengan segala upaya yang masih tersisa. Hanya untuk meyakinkan bahwa apakah ini sebuah hayalan atau tidak?

 

Kemudian suasana terasa hening sejenak sebelum kebingungan dan kepanikan menyergapku kembali.

 

"Apakah kau menyenangi Kemala?" Tuan Bestari melemparkan pertanyaan langsung tanpa basa basi. Terasa panah langsung mengenai tubuhku yang terasa kebas. Perasaanku kalut. Setahuku selama ini Kemala sangat dekat dengan Fithar. Meskipun Fithar pernah mengatakan mereka adalah teman akrab. Aku tertegun untuk beberapa saat. Rasanya masih tidak dapat berfikir normal. Aku hanya bisa menunduk. Justru, rasanya aku belum selesai dan mampu menghadapi karismatiknya Tuan Bestari yang ada didepanku, saat ini harus ditambah lagi dengan urusan yang berhubungan dengan Kemala.  

 

Disaat itu juga Kemala langsung serius memperhatikanku. Ia kembali tersenyum seperti ingin ada jawaban secepatnya dariku.

 

Fithar dan Dewi yang berada dibelakang Kemala hanya saling melempar senyuman dan merasa yakin bahwa aku akan mengiyakan permintaan tuan karismatik tersebut tanpa membantah. Tetapi aku merasa yang mereka juga tahu, saat ini aku sangat menyukai Amarilis Dewi. Memang dua gadis yang sama cantik. Tetapi Kemala yang kuperhatikan selama ini sepertinya lebih dekat dengan Fithar. Tambahan lagi. Mereka semua tentu tidaklah tahu pesan emak yang tertanam dbawah sadarku untuk tidak mendekati kedua gadis cantik ini. Terutama Amarilis Dewi.

 

Sebenarnya tawaran Tuan Bestari sudah sejalan dengan pesan emak sebelumnya untuk tidak mendekati Dewi, meski tetap melanggar pesan yang disampaikan emak kepadaku bahwa aku harus menghindari kedua-dua gadis yang seperti beradu cantiknya tersebut. Bagiku tidak hanya itu. Hati kecilku tidak dapat berbohong dimana Amarilis Dewi lah yang justru sangat ingin kumiliki.Aku tidak ingin bermain-main dengan kata hatiku. Tetapi kenapa justru mereka yang ada dihadapanku ini seperti ingin mempermainkan rasa yang sudah kumiliki terhadap Dewi sebelumnya.

 

Pesan emak, rasa sayangku saat ini kepada Dewi, serta permintaan Tuan Bestari yang aneh telah membawaku kepada kebimbangan serta kebingungan tak berujung. Saat ini aku juga sedang berada dikondisi antara menyukai Dewi, sekaligus berusaha menahan rasa suka kepada Dewi karena pesan emak yang selalu kuingat. Kemala seorang gadis yang juga tidak kalah menarik yang menurutku selama ini punya hubungan dekat dengan Fithar. Lidahku tetap kelu tanpa aku iyakan atau tidak. Benar-benar otakku seperti berhenti bekerja.

 

Rasanya aku ingin diberi waktu sebentar saja untuk menenangkan diri. Aku ingin keluar dari situasi ini agar bisa berfikir jernih. Sebagai manusia aku tidak ingin menyakiti perasaan orang yang telah mengundangku dengan cara yang sangat terhormat. Ditambah tawaran yang membuatku justru terkaget-kaget dengan tawaran dari Tuan Bestari.

 

Apakah ada sesuatu dibalik tawaran tersebut yang tidak kuketahui? Mengapa harus Kemala dan Bukan Dewi? Mengapa aku harus dijamu sedemikian mewah hanya untuk menyampaikan pertanyaan tersebut?. Pada akhirnya aku hanya bisa terdiam seribu bahasa. Kemudian terasa olehku mengantuk yang teramat sangat akibat perut yang telah terisi penuh. Aku diminta untuk beristirahat dikamar yang telah disiapkan terlebih dahulu oleh pelayan yang ada. Fithar, mengantarku ke tempat peraduan termewah yang kulihat selama hidupku untuk mengistirahatkan diri dari segala kepenatan dan kelelahan fisik.

 

Aku terlelap dalam kesunyian seorang diri dalam kamar yang teramat luas yang diperuntukkan khusus untuk diriku.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun