Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Mati (13. Adibusana Melayu dan Pilihan Gila)

30 Januari 2022   20:23 Diperbarui: 30 Januari 2022   20:27 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah pribadi dengan pictsart app

"Selamat datang di bahteraku, Dewa Kelana!, panggil saja aku Tuan Bestari," suara terdengar berat namun tegas. Tatapan matanya sangat berwibawa. Aku masih saja terus melongo tanpa bisa berkata sepatah katapun meski tanganku reflek menjabat tangannya. Jiwaku terasa ksong serta belum dapat berfikir jernih. Saat ini aku hanya berusaha keras menggali kembali kesadaranku. Ingatan-ingatan sebelumnya yang justru sekuat tenaga ingin kukubur sedalam-dalamnya terus bermunculan kembali. Terutama memori saat detik-detik pertemuan dinihari dan pagi di hutan mangrove sebelumnya.

 

Aku terpana sekaligus masih terasa takut. Tetapi, wajah bapak paruh baya tersebut ternyata sangat tampan dan gagah. Tampaknya ia menyadari kegugupanku yang tidak bisa kusembunyikan

 

"Tenang Nak!, tiada apa yang perlu kau khawatirkan," berusaha tuan kharismatik ini berusaha menghiburku agar aku sedikit tenang. Aku hanya bisa menatapnya dengan memberikan isyarat menganggukkan kepala sebagai bentuk persetujuan akan permintaannya. Tidak ada sepatah katapun yang bisa kuucapkan. Mulut rasanya masih terkunci rapat.

 

 Baru kali ini aku berhadap-hadapan dari jarak sangat dekat. Paling kurang hanya sejauh 50 sentimeter saja. Sangat dekat. Kulitnya putih bersih sampai urat-urat dibeberapa bagian wajahnya samar terlihat. Hidungnya mancung proporsional dengan bentuk wajah dan  dagu agak persegi. Sorot matanya saat ini tampak kembali teduh.

 

"Ini istriku!, Permaisuri Nirmala!" kemudian ia perkenalkan istrinya yang selalu setia berada disampingnya. Parasnya cantik tiada cela. Wajah cantiknya senada dengan cantiknya Kemala. Berbaju kurung berwarna hijau lumut dengan kain tapih warna kuning gading. Kain penutup kepala berwarna merah marun. Bahan kain tersebut semua bersulam benang emas mengkilat dan berpendar-pendar saat cahaya lampu mengenainya. Tentunya yang dipakai Permaisuri Nirmala menambah elegan penampilannya yang dasarnya memang sudah berparas cantik.

 

Anak laki-lakinya kira-kira berusia 12 tahun dan perempuan 10 tahun berpenampilan senada dengan kedua orang tuanya. Keceriaan selalu terpancar di kedua wajah anak tersebut. Selayaknya anak raja dan bangsawan tempo dulu, dimana tindak tanduk prilakunya terukur dan sangat menjaga etika di depan umum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun