Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Mati (11. Kapal Pesiar Mewah)

30 Januari 2022   17:49 Diperbarui: 30 Januari 2022   17:59 1290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kentara sekali bunyi deru air sungai yang sangat deras menabrak kayu bulat nibung yang kokoh menghunjam sungai. Sewaktu-waktu bangunan terasa bergoyang. Didalam pondok sana. Dengan posisi tiduran, Kemala dan Dewi juga terdengar sedang berbincang ringan. Tanpa aku tahu apa yang sedang mereka ceritakan. Sesekali kudengar mereka terdengar mengobrol, kadang tertawa kemudian terdiam dan begitu seterusnya. Tampak semuanya santai menikmati sesaat kehidupan diatas jermal.

 

Bulan bersinar terang sehingga tampak jelas ada gumpalan awan hitam yang menggantung dilangit barat. Angin awal malam yang berhembus mulai terasa dingin. Diselanya kadang angin kencang menerpa sehingga rasa dingin terasa menerabas kaos oblongku yang tipis ini. Kopi hangat menemani obrolan kami yang sengaja kupersiapkan, sehingga obrolan kami terus berlanjut. Dua gadis yang berlindung dibawah atap rumbia itu kuminta untuk mendahului tidur. 

Aku berjanji akan membangunkan mereka saat tiba waktunya mengangkat jaring jermal. Seperti biasanya, jaring akan diangkat menjelang subuh saat air surut. Sebelumnya aku memang pernah ke jermal milik ayahku yang sudah tidak diurus lagi. Disebabkan karena telah rusak parah diterjang oleh arus deras yang membawa potongan kayu hanyut dari hulu sungai yang sangat besar. Kayu besar tadi telah menghantam tiang-tiang pondasinya. Darisanalah aku tahu bagaimana cara menurunkan dan menaikkan peralatan tangkap jermal.

 

Kami terus mengobrol. Kadang terlelap seketika untuk beberapa saat untuk kemudian terjaga kembali, karena tali pancing ditangan kananku terasa seperti ditarik-tarik oleh ikan sungai. Tak terasa kopi hangat yang dibawa di termos kecil juga habis tak bersisa. Tidak ada lagi yang bisa dituang kedalam gelas aluminium murah. Demikian juga sebungkus rokok yang menemani kami berdua juga tidak terasa habis sebelum waktunya, mungkin karena cuaca yang dingin. Detik-detik kritis serangan kantuk datang. Mata terasa sangat berat tetapi aku masih terjaga.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun