Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Mati (3. Tikungan Sungai dan Bekantan)

29 Januari 2022   17:24 Diperbarui: 29 Januari 2022   17:26 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah pribadi dengan picts art app

Ketiga tamuku seperti sudah tidak sabar untuk segera naik keperahu yang mesin gasnya beberapa kali kutarik sekencang-kencangnya.

"Kita berangkat!" sesaat mereka telah naik ke perahu motor yang kapasitasnya kira-kira memuat sampai dengan sepuluh orang  ini.

Kulepaskan tali perahu yang terkait ke dermaga, yang tiang kayunya berasal dari pohon ulin (Eusideroxylon Zwageri). Kembali motor mesinnya tiba-tiba mati dan sulit dihidupkan. Dengan tenaga penuh kembali kutarik tali mesin 10 PK ini agar hidup kembali.  Tetapi mesin seperti protes dan tidak mau membawa kami. Hal yang sangat jarang terjadi bahkan tidak pernah kualami sebelumnya.

Dewi menatapku dari haluan. Sorot matanya seolah ingin tahu apa yang terjadi . Gadis berwajah polos namun simpatik itu seperti berusaha sangat ingin menolong. Aku meresponnya dengan menganggukkan kepala dan memberi isyarat jari OK sambil tersenyum. Sehingga ia duduk tenang kembali dan yakin bahwa keadaan mesin akan dapat kukendalikan Meski jauh dalam lubuk hati paling dalam sebagai seorang laki-laki aku merasa sangat bahagia telah diberikan sedikit perhatian.

Perhatian kecil Amarilis Dewi, justru membuatku berupaya lebih keras lagi agar dapat menghidupkan mesin motor yang bermasalah sejak satu jam yang lalu. Lebih dari 5 kali sentakan tarikan tali mesin, perahu terasa oleng kekiri dan kanan akibat sentakan-sentakan yang kubuat sekuat tenaga, tetapi belum juga berhasil. Matahari sudah tergelincir kearah barat. Hujan panas kembali turun meski rintik-rintik ringan seperti debu tipis sehingga tidak  sampai membasahi pakaian yang kami kenakan.

******

         Setelah kira-kira tarikan tali mesin yang ke 10 dan nafasku tersengal dan ngos-ngosan,akhirnya raungan mesin motor 10 PK itu dapat kupertahankan Akhirnya aku dapat menaklukkan mesin motor tersebut. Bunyi yang membahana dan sangat memekakkan telinga. Terutama bagi Kemala dan Fithar yang duduknya berdekatan denganku diburitan perahu, Sedangkan Dewi duduk di haluan depan dengan arah duduk menghadap ke kami . Deru suara mesin motor membelah kesunyian dermaga sungai. Semua tampak tersenyum lega. Perahu motor kami mulai bergerak perlahan meninggalkan dermaga dan Datuk Emran yang masih tidak lepas memperhatikan kami.

 "Alur sungainya berliku!, hingga sampai ke muara suangai besar nanti,"aku setengah berteriak memberitahukan seperti apa perjalanan yang akan dilewati. Kelelahan langsung terasa lenyap seketika, di saat Amarilis Dewi  memberikan tanda dua jempol kepadaku sambil tersenyum.

"Kemudian nanti setelah ketemu muara sungai besar, kita masih lanjutkan perjalanan selama 30 menit" sambil Fithar dan Kemala mengangguk-anggukan kepalanya,"untuk menyebrangi sungai selebar 3 kilometer yang kadang berombak besar," lanjut penjelasanku penuh semangat seperti yang kulakukan kepada tamuku sebelum mereka. Dewi, Fithar dan Kemala yang mendengar terlihat puas karena niat utama mereka sebentar lagi akan segera menjadi kenyataan.

Pemandangan sungai yang kiri dan kanannya masih sangat tampak lebat. Ditumbuhi berbagai jenis pohon bakau dan nipah yang subur.Tandan-tandan buah nipah menggelayut rendah diatas lumpur yang tampak lunak keabuan. Bau lumpur segar terasa menguar indra penciuman. Suara gema mesin mengaung lantang, yang terdengar terlambat beberapa saat pada lintasan yang sedang dilewati.

           Kemala dan Fithar duduk menikmati alam yang terbentang didepannya tanpa menoleh sedikitpun kebelakang. Ikan tembakul(Oxudercinae) dan keramak(Uca sp) berlarian kesana kemari. Kadang hewan-hewan lincah tersebut tampak berenang diatas lumpur mengikuti air gelombang dari perahu motor yang menyapu pinggiran sungai. Bunyi dengungan serangga hutan bakau tiada henti bersahut-sahutan. Suaranya yang nyaring menciptakan efek gema akustik alam sempurna. Paduan suara hewan alam tersebut menyerupai alunan musik klasik dengan iringan seorang konduktor yang sangat terkenal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun