Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Mati (3. Tikungan Sungai dan Bekantan)

29 Januari 2022   17:24 Diperbarui: 29 Januari 2022   17:26 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah pribadi dengan picts art app

Dari isyarat tangan Kemala sepertinya memintaku untuk segera berteduh. Aku hanya bisa memberikan isyarat dengan menyatukan ibu jari dan telunjuk untuk menyatakan semuanya baik-baik saja. Senyumanku kulemparkan ke Kemala yang masih berdiri tegak memperhatikanku dalam menyelesaian tugasku. Senyum mengembang tipis dari bibirnya.

" Ambilkan sunting untuk teman-teman mu, Dewa!" asal sumber suara yang terdengar berat dan diselingi batuk itu adalah Datuk Emran. Matanya terlihat liar memandang sekelilingnya. Matanya kembali lincah bergerak kesana kemari terutama tertuju kepada ketiga tamuku tersebut.

"Iya Datuk!," teriakku sekaligus segera bergegas mencari tumbuhan berdaun lancip untuk diambil sebagian ujungnya.

Cuaca hujan panas inilah yang membuat perasaanku tidak karuan. Teringat kembali pesan tetua kampung bahwa hujan yang disertai terik matahari pertanda ada kehidupan lain yang juga beraktifitas mencari penghidupan. Singkatnya saat hujan panas adalah puncak waktunya mahluk tak kasat mata berkeliaran. Saat berada diluar ruang kita diharuskan memakai sunting agar menyerupai mahluk halus tersebut. Bagi kami orang-orang kampung, hal demikian sudah menjadi bagian pengetahuan yang harus ditaati agar tidak celaka

Aku membawa tiga buah daun lancip segar yang kuambil bagian atasnya saja.

"Pakailah sunting ini!"

"Bagaimana cara memakainya?" tanya Dewi kepadaku serius. Ia tampak senang dan bersemangat. Segera aku mendekatinya untuk menunjukkan cara menggunakan sunting didepannya.

"Lihat!, begini cara memakainya," persis didepan Dewi kuperlihatkan bagaimana cara aku menggunakan sunting yang kuletakkan disela atas daun telingaku sebelah kanan. 

Kemudian dari isyarat telunjuk tangannya kulihat Dewi meminta bantuanku untuk dipakaikan dari tanganku secara langsung, meski nantinya akan sedikit menyibakkan rambut nya. Tentu aku gugup. Tangan dan jemariku terasa gemetar mendekati tubuh harum Amarilis Dewi. Wangi tubuhnya justru terasa sangat kentara mencecap indra penciumanku sesaat setalah hujan panas datang Dugaanku pastilah sejenis parfum merek terkenal dan sangat mahal. Tambah mendekati Dewi, jantungku terasa berdegup kencang. Dalam jarak sangat dekat kulihat wajahnya begitu cantik alami, matanya bening dan bersinar cerah. Aku seperti tersirep seolah robot yang kaku. Terasa tiba-tiba bumi seolah berhenti berputar.

"Bantu kenakan ini ,Dewa!" Dewi mengembalikan sunting untuk kupakaikan langsung ditelinganya.

"Iya sebentar," jawabku sedikit gugup untuk semakin mendekat ketubuhnya. Dengan keberanian yang tersisa kusibakkan rambutnya yang hitam kebelakang. Harum semerbak seperti keluar melalui helai demi helai rambutnya. Dengan hati-hati dan perlahan kuletakkan sunting di daun telinganya. Kuakui, itulah pertama kali aku sangat dekat secara fisik dengan seorang gadis. Apalagi gadis yang ada dihadapanku saat ini adalah gadis yang mampu membiusku sejak awal bertemu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun