Seorang yang bernama Tanjung Buih adalah seorang yang tegas. Ia akan mengatakan sesuatu secara tegas jika disetujuinya, sebaliknya kata "tidak" tidak segan  dikatakannya jika ia tidak berkenan. Disisi lain, saat ini aku juga tidak memungkiri suara hati kecilku. Tidak seperti biasanya, saat ini aku merasa sangat bersemangat dan gembira lebih dari biasanya. Sebelumya, aku tidak ambil peduli jika berhadapan dengan tamu gadis yang juga tidak kalah cantiknya dengan Dewi dan Kemala saat ini. Biasanya, aku hanya konsentrasi akan tugasku untuk melayani mereka sebaik mungkin disepanjang perjalanan .
Â
"Aku harap mereka mau menunda kepergiannya, Mak" balasku singkat memecah kebuntuan pembicaraan kami didapur dekat tungku perapian yang apinya sudah mulai menjadi bara kayu kemerahan.
Â
"Meski libur kampusnya singkat," sambungku datar.
Â
"Kulihat justru Dewi, Kemala dan Fithar yang sangat ingin segera sampai di Pulau Penyu hari ini, Mak,"lanjutku kembali memberikan alasan jika akhirnya sesuai dengan rencana.
Â
"Benar Mak, besok sudah hari Sabtu dan sebelum Jumat kami harus kembali lagi ke kota untuk persiapan masuk kampus," balas Fithar sesaat setelah ia ikut nimbrung mengobrol bersama diruang dapur. Sepertinya mereka ingin segera sampai ke Pulau Penyu, sesuai niat mereka semula sejak berangkat dari kota ke kampung Keramat.
Â
 "Kami tidak ingin merepotkan, jika harus bermalam sampai dengan Jumat depan,Mak," sela Dewi yang sejak bertemu dengan Tanjung Buih mulai terlibat percakapan hangat dan akrab.