Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Mati (2. Liburan 3 Anak Kota)

29 Januari 2022   16:21 Diperbarui: 29 Januari 2022   16:26 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah pribadi dengan pictsart app

"Aku masih senang melajang dan bebas, Mak"

"Sampai nanti aku bisa menemukannya" itulah jawaban-jawaban standarku saat emak menanyakan siapa teman dekat perempuanku.

 "Apakah kita siap berangkat?" Fithar menepuk pundakku dari belakang.

"Sepertinya kita bisa berangkat diatas pukul 1 siang nanti," balasku untuk memberi kepastian waktu sambil membereskan peralatan dan perlengkapan kerja yang harus kubawa.

"Syukurlah!" seru Kemala

"Aku juga tidak sabar ingin melihat penyu bertelur!" sahut Dewi sambil menggoyang-goyang tangan emak yang masih digenggamnya erat.

Kami segera bersiap menuju pelabuhan kampung dimana tempat bongkar muat orang dan barang dilakukan. Pelabuhan sungai adalah tempat ramai untuk ukuran kampung. Beberapa toko semi permanen berderet. Menjajakan berbagai keperluan sembako harian. Tersedia juga beberapa meja dan kursi kayu tempat warga melepas penat setelah lelah bekerja serta berbincang sambil minum kopi dan jajan kue-kue tradisional.

Disudut dapur rumah. Emak ditemani Seroja masih duduk termangu tanpa kata-kata . Sorot mata mereka hanya tampak ada kegelisahan dan kecemasan. Anak lelaki satu-satunya yang tertinggal, pergi dalam situasi pantangan adat kampung yang dilanggar. Dilain sisi, emak seperti juga denganku. Sering tidak bisa menolak orang-orang yang memerlukan bantuan.

Emak mungkin masih tidak habis fikir mengapa Datuk Emran mempersilakan kami melanggar adat. Apakah mungkin Datuk Emran mempunyai rencana lain yang tidak aku dan emak ketahui. Pertanyaan-pertanyaan tersebut menggelayut difikiranku. Dengan situasi seperti ini, artinya emak harus siap nelangsa dengan kesendirian yang panjang. Jika suatu saat aku anak satu-satunya, tidak kembali kerumah seperti yang direncanakan.

Seroja yang menemaninya juga larut dalam hening kesunyian. Wanita bisu yang setia menemani emak disaat senang dan susah itu seperti juga larut dalam kegelisahan yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun