“Hindia Belanda,” aku menyodorkan kalimat singkat. Wajah Arthur sepertinya langsung bersemangat dan langsung menjawab. Walaupun sorot matanya tampak dingin tetapi masih dapat ditutupi oleh kecerdasannya.
“Bristol, Tanjung Harapan Afrika, Gujarat India, Pantai Barat Sumatera, Selat Sunda dan akhir tujuan rute kita Batavia” sambil tampak matanya yang berwarna biru kehijauan berbinar-binar menjelaskan rute pelayaran yang biasanya dilakukan oleh setiap kapal layar, dan sampai kata Batavia Arthur sepertinya tidak bisa menahan antusiasnya yang seperti berapi-api.
Dari bacaan yang pernah kubaca bahwa berlayar dari benua Eropa yang beriklim 4 musim ke benua timur yang hangat pasti akan melewati berbagai halangan. Seperti masalah waktu yang sangat panjang. Tidak jarang perjalanan menjadi lebih lama, bisa mencapai 1 tahun penuh, dikarenakan ganasnya ombak samudra serta perompak yang kapan saja siap menghadang.
Beruntung telah ada jalur pelayaran Inggris yang melalui rute Tanjung Harapan, India, Filipina serta ke Pulau Maluku sehingga dapat mempersingkat waktu pelayaran ke Hindia Belanda yang melimpah dengan rempahnya yang sangat laku dan diminati pedagang orang-orang berkulit putih.
“Pulau-pulaunya yang tersebar berisi tanaman rempah dan emas yang melimpah” cerocos Arthur sambil membetulkan rambutnya yang tertiup angin laut. Aku mengangguk-angguk mendengarkan penjelasannya seperti merasakan menemukan orang yang tepat dalam satu tim kerja nantinya.
Biasanya kapal layar hanya mendarat di pelabuhan-pelabuhan yang dirasakan aman dari gangguan perampokan. Tujuan singgah tidak lain hanya untuk menambah perbekalan yang sudah menipis terutama air minum dan bahan makanan bagi awak penumpang kapal. Tetapi akhirnya tetap saja kerjasama, disiplin dan kekompakanlah yang menjadi kata kunci untuk kapal layar sampai ditujuan dengan selamat.
Terlihat Arthur adalah seorang calon kapten kapal potensial masa depan, jika nanti catatan pekerjaan dan rekomendasi yang didapatkannya sangat baik. Pangkat letnannya saat ini pastilah sejalan dengan pengorbanan yang telah dilakukannya selama ini.
Sejalan dengan kecerdasan berbahasa dan gaya komunikasinya yang tampak ramah kepada siapapun, sepertinya ia juga sangat menikmati menjadi pusat perhatian oleh banyak orang-orang disekelilingnya. Seseorang dengan kemampuan istimewa poliglot[1] sangat diperlukan oleh setiap pelaut manapun. Menguasai dan dapat menggunakan beberapa bahasa sekaligus biasanya akan diminta sebagai penterjemah resmi.
Hindia Belanda sebagai wilayah penguasaan Inggris baru sangat kekurangan tenaga penterjemah khusus tersebut. Letnan Arthur nantinya mungkin akan sangat banyak diperbantukan untuk East India Company[2] (EIC) di Batavia. Tugas diantaranya berkomunikasi dan menterjemahkan dokumen administrasi penting raja-raja di Hindia Belanda sebelum di bawa ke kantor pusat di Buitenzorg.[3]
Demikian juga selama pelayaran kami ke Hindia Belanda ini. Seringkali terlihat banyak gadis-gadis menahan pandangannya beberapa waktu kepada pemuda asal kota Manchester tersebut. Perempuan-perempuan muda di pelabuhan tersebut akan saling berbisik diantara mereka. Dapat kupastikan bahwa mereka lagi terkesima melihat Arthur.
Ditambah kesupelannya dalam berkomunikasi pria berhidung mancung, berwajah agak persegi serta kulit agak kecoklatan tentunya sangat mudah memikat setiap hati perempuan yang melihatnya. Kufikir gadis-gadis akan sangat mudah didapatkannya, tidak terkecuali nanti perempuan-perempuan di Hindia Belanda.
Melihat Arthur yang sangat bertalenta. Langsung teringat olehku Tuan Abbot yang juga berasal dari Manchester. Satu-satunya tentara Inggris yang gugur saat penyerangan Inggris di Trafalgar. Sobat baikku itu sebelum gugurnya sempat menceritakan yang ia mempunyai remaja laki-laki anak adopsi yang sangat berbakat dalam berbahasa.
Diceritakannya kepadaku bahwa anaknya tersebut sangat berkeinginan ke Hindia Belanda untuk menemui orang tuanya yang mungkin masih hidup. Apapun keadaan ibu Hindia Belandanya dia akan tetap menerimanya. Ia berharap suatu saat aku bisa bertemu dengan Arthur yang saat itu diperkirakan masih remaja, kemudian bersamanya berlayar ke Hindia Belanda.
Sampai suatu ketika keterkejutan juga tiba-tiba datang menghampiriku disaat Arthur mengatakan, “Ayahku Tuan Abbot, perwira yang gugur di Trafalgar!” ia mengatakan kepadaku siapa ayahnya sebenarnya. Mungkin ia menduga aku pasti akan mengenalnya karena melihat pangkatku yang sudah tinggi dan sering mengikuti pertempuran laut. Aku langsung bergetar dan langsung memeluk pemuda berbeda kota denganku itu sekuat tenaga. Benakku berkata anak yang malang. Meskipun Arthur masih tampak terheran-heran dengan sikap spontanku itu.
“Kita pasti ke Hindia Belanda, Arthur” aku menepuk-nepuk punggungnya beberapa kali dan dalam hati berterimakasih kepada Tuhan yang telah mempertemukan kami saat ini berada di satu kapal dan dengan tujuan yang sama.
“Kau akan selalu bersamaku, Arthur!” Kupastikan lagi bahwa ia tidak sendirian. Tampak wajah Arthur seperti masih kebingungan melihat tingkahku yang langsung berubah setelah mendengar Tuan Abbot. Tetapi biarlah cerita tentang Arthur menjadi rahasiaku sendiri saja yang mengetahui. Pemuda cerdas itu memang tampak ceria, meskipun jiwanya kosong karena tidak dibesarkan oleh kasih sayang kedua orang tua terutama ibu Hindia Belandanya.Sepertinya tidak ada yang kebetulan didunia ini. Arthur, anak yang hidup sebatangkara tanpa orang tua itu, akan kujaga semampuku sesuai dengan amanah Tuan Abbot kepadaku sebelumnya.
***
Perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan akhirnya membuahkan hasil. Kapal pedagang berbagai bangsa seperti Cina, Arab, Portugis, Inggris, Jepang dan Belanda terlihat hilir mudik. Tampak komoditas yang diperdagangkan seperti: lada, kopi, sutra, anggur dan juga kuda. Tentunya besar keuntungan perdagangan yang mereka peroleh. Tak terkecuali yang didapatkan pedagang-pedagang asal dari negeriku Inggris.
Arthur terlihat membentangkan keduabelah tangannya dan dengan begitu semangatnya mengatakan, “Tuan Stewart! inilah tanah Batavia Hindia Belanda!” sesaat kami menjejakkan kaki di pelabuhan Batavia yang sore itu tampak sangat ramai oleh pedagang berbagai bangsa. Baru kali ini kulihat wajah Arthur sangat cerah berseri sesaat kakinya menginjak tanah Batavia, negeri ibunya yang telah melahirkannya dan sangat dirindukannya.
“Kita telah sampai ketanah impian, Arthur” aku menimpalinya dengan penuh kegembiraan sambil memperhatikan sekelilingku yang semuanya terasa sangat berbeda dengan Inggris.
“Selamat datang, Tuan!” Sapa beberapa penduduk pribumi yang bekerja di pelabuhan saat aku pertama kali menginjakkan kaki di pelabuhan Hindia Belanda. Sebuah sapaan ramah pribumi kepada setiap pendatang. Mereka menyapa dengan bahasa lokal, aku hanya bisa mengangguk-angguk saja sembari tersenyum. Aku termasuk orang yang sama sekali tidak bisa berbahasa Melayu. Itu termasuk salah satu kerugian terbesarku karena tidak bisa berkomunikasi langsung dengan penduduk lokal. Bagiku bahasanya terdengar aneh dan berbunyi seperti menggumam. Sangat berbeda dengan bahasa India yang pernah kudengar sebelumnya di Inggris. Sebaliknya Arthur, sepertinya langsung menikmati interaksi dengan penduduk pribumi dan seperti orang yang baru saja kembali dari perantauan. Dengan kemampuan berbahasanya yang diatas rata-rata secara otomatis sangat membantunya berinteraksi lebih akrab dengan semua orang terutama pribumi.
Sepertinya orang-orang pribumi tidak bisa membedakan antara aku orang Inggris dan orang Belanda yang telah kami kalahkan dalam pertempuran sebelumnya. Aku mengangguk- mengangguk dan tersenyum saja kepada mereka disaat beberapa orang pribumi terus berusaha menyapaku dalam bahasa Belanda dengan perkataan ‘goedemorgen meneer’ yang artinya selamat pagi tuan.
Saat ini, aku benar-benar telah menjejakkan kaki di tanah impian Hindia Belanda. Itu artinya selangkah lagi misiku berikutnya akan menjadi kenyataan. Keinginan untuk dapat menginjakkan kaki ke negeri yang tanahnya bertabur emas sekaligus armada lautnya yang sangat disegani, yaitu Kerajaan Sambas Darussalam di Borneo. Sangat mahsyur dengan kekayaan emasnya yang sering dibawa berdagang keluar oleh kapal-kapal dari berbagai negeri.
Dari cerita yang sampai kepadaku, Kerajaan Sambas Darussalam telah menjadi incaran pedagang dan penjelajah dari berbagai belahan dunia manapun. Tidak heran kemudian banyak orang asing mengarahkan perhatiannya hanya untuk dapat menguasainya dalam berbagai cara seperti dagang, kerjasama bersyarat, dan bahkan sampai kepada harus melakukan kontak senjata agar dapat menguasai wilayahnya secara penuh.
Setelah berada di Batavia, apa saja yang dideskripsikan dalam surat Jenderal Auchmuty tersebut adalah fakta belaka. Banyak hal yang membuatku malahan lebih betah dan terhibur di Batavia. Ternyata, sangat menyenangkan tinggal dilingkungan dimana orang-orang sepertiku diposisikan dengan derajat yang selalu lebih tinggi, dilayani tanpa syarat dan dimuliakan seperti tuan besar dan sangat berkuasa terutama oleh orang-orang pribumi.
Kuketahui juga bahwa sumber air bening yang diceritakan dalam surat yang akhirnya membawaku ke Hindia Belanda itu, sebenarnya mengalir dari wilayah kediamannya Sir Thomas Stamford Raffles di Buitenzorg sana. Tepatnya sumber kehidupan penting itu berasal dari 7 telaga utama yang bersatu menjadi sumber air kali Ciliwung. Airnya kemudian mengalir sebagai urat nadi kehidupan masyarakat disepanjang 109.7 kilometer menuju muara di Batavia.
Tentu banyak keterkejutan-keterkejutan lainnya yang kualami sejak menginjakkan kaki di Batavia. Cuacanya terasa begitu hangat dan membuat gerah. Sehingga selalu membuatku berkeringat dan memaksaku jarang memakai pakaian harianku yang biasa menggunakan bahan kain berlapis-lapis. Tetapi untuk mengikuti acara resmi dan formal, aku tetap memakai pakaian berlapis dan tebal seperti menghadiri undangan khusus kerajaan baik di Batavia maupun saat berkunjung ke Buitenzorg. Tetapi yang lebih membuatku terkejut adalah bagaimana perempuan pribumi melayani keperluan rumah tanggaku dirumah yang telah disediakan oleh kerajaan Inggris.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H