Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Catatan Perjalanan Sang Kapten (4. Poliglot Letnan Arthur)

25 Januari 2022   20:00 Diperbarui: 25 Januari 2022   20:04 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dibuat sendiri menggunakan pictsart app

“Kau akan selalu bersamaku, Arthur!” Kupastikan lagi bahwa ia tidak sendirian. Tampak wajah Arthur seperti masih kebingungan melihat tingkahku yang langsung berubah setelah mendengar Tuan Abbot. Tetapi biarlah cerita tentang Arthur menjadi rahasiaku sendiri saja yang mengetahui. Pemuda cerdas itu memang tampak ceria, meskipun jiwanya kosong karena tidak dibesarkan oleh kasih sayang kedua orang tua terutama ibu Hindia Belandanya.Sepertinya tidak ada yang kebetulan didunia ini. Arthur, anak yang hidup sebatangkara tanpa orang tua itu, akan kujaga semampuku sesuai dengan amanah Tuan Abbot kepadaku sebelumnya.

 

***

 

 Perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan akhirnya membuahkan hasil. Kapal pedagang berbagai bangsa seperti Cina, Arab, Portugis, Inggris, Jepang dan Belanda terlihat hilir mudik. Tampak komoditas  yang diperdagangkan seperti: lada, kopi, sutra, anggur dan juga kuda. Tentunya besar keuntungan perdagangan yang mereka peroleh. Tak terkecuali yang didapatkan pedagang-pedagang asal dari negeriku Inggris.

 

Arthur terlihat membentangkan keduabelah tangannya dan dengan begitu semangatnya mengatakan, “Tuan Stewart! inilah tanah Batavia Hindia Belanda!” sesaat kami menjejakkan kaki di pelabuhan Batavia yang sore itu tampak sangat ramai oleh pedagang berbagai bangsa. Baru kali ini kulihat wajah Arthur sangat cerah berseri sesaat kakinya menginjak tanah Batavia, negeri ibunya yang telah melahirkannya dan sangat dirindukannya.

 

“Kita telah sampai ketanah impian, Arthur” aku menimpalinya dengan penuh kegembiraan sambil memperhatikan sekelilingku yang semuanya terasa sangat berbeda dengan Inggris.

 

“Selamat datang, Tuan!” Sapa beberapa penduduk pribumi yang bekerja di pelabuhan saat aku pertama kali menginjakkan kaki di pelabuhan Hindia Belanda. Sebuah sapaan ramah pribumi kepada setiap pendatang. Mereka menyapa dengan bahasa lokal, aku hanya bisa mengangguk-angguk saja sembari tersenyum. Aku termasuk orang yang sama sekali tidak bisa berbahasa Melayu. Itu termasuk salah satu kerugian terbesarku karena tidak bisa berkomunikasi langsung dengan penduduk lokal. Bagiku bahasanya terdengar aneh dan berbunyi seperti menggumam. Sangat berbeda dengan bahasa India yang pernah kudengar sebelumnya di Inggris. Sebaliknya Arthur, sepertinya langsung menikmati interaksi dengan penduduk pribumi dan seperti orang yang baru saja kembali dari perantauan. Dengan kemampuan berbahasanya yang diatas rata-rata secara otomatis sangat membantunya berinteraksi lebih akrab dengan semua orang terutama pribumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun