“Cepat makannya!” Fendi masih berusaha membuat kami sadar bahwa situasi saat ini kami sedang bekerja. Perintah seorang kepala rombongan yang harus kami patuhi.
Hari terus berganti. Seperti hari-hari sebelumnya, kami memulai aktifitas tepat pukul 1 malam yang didahului dengan makan malam bersama. Waktu disaat sebagian orang-orang baru akan masuk keperaduannya. Sedangkan serombongan pencari remah-remah rezeki dari sang pemilik alam baru saja akan melangkahkan kaki-kakinya untuk menjemput rezeki.
Setelah perut-perut yang lapar terisi semua, kembali Sakinah berjalan cepat membawa ceret seng putih besar dimana bau kopi hangat langsung menguar kedalam pondok sempit kami. Masing-masing kami menuang kedalam gelas untuk melawan hawa dingin menusuk yang kadang membuat badan terasa menggigil.
Menyeruput kopi hangat sejenak sebelum berangkat kerja adalah pilihan terbaik untuk melawan kantuk yang masih menyerang. Jarak antara pondok dan tempat kerja sekitar 5 kilometer.
Perjalanan sambil membawa lori[5] paling tidak memerlukan waktu lebih dari satu jam. Api obor yang menyala-nyala selalu menemani kami meniti jalan yang menyerupai rel kereta api sehingga memerlukan konsentrasi penuh untuk dapat melaluinya.
Ditengah rimba. Pohon-pohon berdiameter diatas 40 sentimeter dan terkadang ada juga yang diatas 1 meter ditebang dengan gergaji mesin yang kami sebut dengan sinso[6].
Bunyi mesinnya sangat gaduh meraung-raung. Sinso dioperasikan oleh seseorang yang ahli tidak saja dalam teknik menebang pohon-pohon raksasa yang menjadi target, tetapi juga harus ahli dalam memperkirakan kemana arah tumbangnya pohon-pohon tersebut. agar tidak membahayakan orang-orang yang berada dibawahnya.
Almarhum ayahku adalah salah satu barisan tenaga ahli yang disebut sebagai tukang sinso. Menjadi sangat berbahaya jika hal tersebut dilakukan saat hujan deras dan angin kencang. Dikarenakan bekerja disaat alam mengirim sinyal bahaya itulah akhirnya ayahku tidak dapat menyelamatkan nyawanya sendiri.
***
Pohon-pohon besar seperti drum-drum minyak dipotong sepanjang 8 meter. Diperlukan kerjasama dan tenaga manusia bak kuda untuk dapat memindahkannya.
Biasanya diperlukan 6 orang untuk memindahkan onggokan kayu-kayu besar tersebut keatas lori agar segera didorong ke tepi sungai. Diatas air itulah kumpulan pohon-pohon besar kemudian dibuat rakit dan dialirkan melalui sungai menuju logpond [7].