Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Balada Orang-orang di Perjamuan Tengah Malam

25 Januari 2022   06:48 Diperbarui: 25 Januari 2022   06:55 995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah pribadi dari canva app

 Tidak ada yang dipersiapkan untuk pergi berangkat kerja ke pete, kecuali beberapa helai baju kerja dan tenaga fisik yang prima saja. Tetapi bibiku masih meminta adikku untuk tetap tinggal saja dikampung meski akhirnya kami putuskan bersama Sakinah yang ia juga tetap pergi.

Uang pinjaman sebelum keberangkatan sejumlah Rp.500.000,-telah diberikan. Serasa aku telah menjadi orang kaya meski aku tahu nanti harus kami lunaskan. 

Sebagian uang kugunakan untuk memperbaiki sepeda almarhum ayah yang akan dibawa bersama ke pete karena bisa membantu meringankan pekerjaanku nantinya. Sepeda itu akan digunakan untuk membawa beban balok-balok kayu hasil gergajian.  

Menurut cerita ayahku sebelumnya gelondongan kayu olahan itu harus dibawa dengan sepeda disepanjang jalan hutan dengan hanya 1 lantai papan titian diatas tanah gambut yang saat dilintasi seperti berayun.

 Hampir setiap hari Pak Fendi menyambangi rumah kami, meski hanya sekadar untuk menanyakan hal remeh temeh terkait persiapan kami. Aku senang merasa diperhatikan. 

Terlebih lagi Sakinah yang terlihat paling bersemangat menunggu hari keberangkatan kami. Itu merupakan pengalaman pertama dan perjalanan terjauh yang akan kami lakukan.

 Perjalanan panjang dimulai tepat setelah sebulan lebaran yaitu pada pertengahan April 1995. Sebuah kapal lintas pulau akan membawa rombongan-rombongan kerja ke pete dengan tujuan yang berbeda, termasuk rombongan kami yang berjumlah 15 orang itu. Petualangan pertamaku bermula dari pelabuhan laut Sintete Pemangkat Sambas. 

Diperkirakan dalam waktu 36 jam setelah singgah di beberapa pulau di kepulauan Natuna kapal akan sampai dipelabuhan utama Sri Bintan Pura di Tanjung Pinang. 

Malangnya disepanjang perjalanan aku termasuk orang yang selalu memuntahkan seluruh isi perutku. Tetapi aku juga sekaligus merasa lega karena Sakinah tampak biasa-biasa saja dan wajahnya tampak selalu tersenyum. Mungkin karena semangatnya yang begitu kuat untuk menjadi seorang yang mandiri.

 Tiba di Tanjung Pinang fajar mulai menyingsing, kembali kami diperintahkan untuk segera meneruskan perjalanan menuju ibukota propinsi Pekanbaru dengan menaiki taksi air. 

Perjalanan hampir seharian penuh dan berlabuh di pelabuhan Sungai Duku kota Pekanbaru. Disana sebuah bis antar kota telah menunggu untuk segera membawa kami menuju kem[4]. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun