“Benar, asalkan kamu tahan makan makanan Thailand yang rasanya berantakan!” seloroh Nut.
Matahari mulai condong ke barat tatkala Nut merasa sudah waktunya ia beranjak dari beranda Tuptim Inn. Ia bolak-balik menatap arlojinya.
“Jangan pulang dulu, Kru Nut!” Mirza merengek seperti anak kecil.
“Aku masih harus menyelesaikan beberapa pekerjaan sore ini, nong!”
“Kok Kru Nut panggil saya ‘nong’ terus?”
“Kamu kan tahu ‘nong’ itu artinya ‘adik’. Kamu adik kecilku, okay?”
“Cuma adik kecil, nggak boleh yang lain?”
“Oi, kamu mulai berani, ya? Mai Chai, nong. Aku suka kamu, sebagai nong. Keep it that way. Aku suka begini. Ini bagus. Okay, Nong?”
“Okay, Pi. Oh ya, saya ingat tahu satu frasa yang pernah Kru Nut ajarkan pada saya,” ujar Mirza.
“Apa itu?”
“Poom rak khun….”