Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kaliandra (Novel Seru) Episode 17 (Tamat)

22 Mei 2011   23:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:21 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tuntas sudah cerita ini. Tak ada lagi yang bisa dikisahkan, selain .....

EPISODE 17

TAJUK ZAMAN

Rio membuka halaman koran Tajuk Zaman yang baru ia beli di kios koran di ujung gang. Tiga hari beturut-turut koran itu menurunkan berita Kemiren, semuanya tulisan Candi : "KONSPIRASI PENJEGALAN HIBAH BELANDA", "UANG HIBAH DIRENCANAKAN UNTUK MERENOVASI MUSEUM PURBAKALA SESUAI WASIAT PARTO SUMARTONO ", "MARAKNYA KERAJINAN FOSIL PURBAKALA", "IN MEMORIAM : PARTO SUMARTONO ASISTEN VON WEISSERNBORN", dan sebagainya. Seminggu ini wartawati cekatan dan tak kenal takut itu pasti terus berkutat dengan komputer di meja redaksi. Telepon di ruang tengah kamar kos Rio berdering.

"Bisa bicara dengan Rio?" terdengar suara dari seberang.

"Saya Rio. Ini siapa?"

"Candi"

"Oi, Can! Di mana kau?"

"Di Bandara Juanda. Mau ke tempatmu. Boleh?"

"Mau apa ke tempatku?"

"Mau ngajak kamu ke Kemiren, terus bikin feature tentang kisah cinta dua dunia," kata Candi.

"Kisah cinta dua dunia? Maksudmu?"

"Ya, itu, kisah cinta seorang mahasiswa dan ibu desa yang jauh lebih tua"

"Sialan! Menyindir! Dari mana kau dapat isu itu?"

"Ini beneran!"

"Kalau mau nulis yang begituan, kamu berangkat aja sendiri. Aku ogah!"

"Marah nih!"

"Ogah!" Rio menutup telepon. Dan Candi tidak menderingkan telepon lagi. Rio menunggu, beberapa menit kemudian telepon pasti berdering lagi. Tapi ternyata telepon terus bungkam sampai satu jam kemudian.

Rio baru saja mandi ketika Candi sudah berdiri di pintu kamar kos. Taxi bandara baru saja menderu pergi.

"Payah! Kau mudah marah!" kata Candi, langsung masuk kamar kos Rio dan menyeruput sekaleng Cocacola punya Rio.

"Bu Lurah sekarang ada di tahanan Polres di kota kabupaten. Jadi aku tak bisa mewawancarainya untuk tulisan feature ini. Satu-satunya narasumber adalah kamu, mau ya kuwawancara?" kerling Candi.

"Nggak. Memangnya kau tahu apa soal aku dan Bu Lurah?"

"Praptiwi itu cinta hebat sama kamu. Ia kesengsem. Ia kasmaran! Aku tahu itu. Ada hansip di rumah depan rumah Si Mbah yang bilang kau ciuman dengan Bu Lurah di pagi buta itu. Ia juga menyerah dalam pelukanmu. Kalau ia tak cinta kamu, mana bisa ia luluh begitu," kata Candi.

"Terus?"

"Ya nggak ada terusannya. Gitu aja, aku Cuma ingin tahu apa kamu juga suka dia?"

Rio menggaruk kepala. "Aku......gimana ya?"

"Bilang aja kau juga suka dia, repot amat!" kata Candi berubah ketus. Rio tak menyahut. Tak jelas kenapa Candi tiba-tiba membahas soal hubungan khususnya dengan Praptiwi dengan nada ketus.

"Jadi benar-benar kau mau nulis cerita kayak gitu? Nggak ada nilai beritanya, tahu!" kata Rio.

"Buat aku itu ada nilai beritanya......" kata Candi tersenyum, "he he he.....jangan kuatir. Aku cuma bercanda, kok. Aku nggak nulis cerita begituan," Candi mengeluarkan dua helai tiket pesawat dari tasnya.

"Ini tiket pesawat ke Lombok, dan liburan ditanggung Tajuk Zaman. Satu atas nama aku, satunya atas nama kamu. Berangkat nanti jam 3, pulang seminggu lagi. Siap-siap, kita jalan bareng, oke?"

Rio diam sesaat dan mengamati tiket itu. "Berlibur sama kamu? Berdua saja? Kenapa kamu pikir aku mau?" tanya Rio,

Candi berdiri mendekati Rio. "Karena aku tahu kamu suka perempuan lebih tua," kata Candi. Rio mengernyitkan dahi. Apa pula maksudnya ini.

Ia baru sadar pastinya Candi lebih tua beberapa tahun daripada Rio.

Rio tersenyum.

"Boleh aku tanya?" tanya Rio.

"Apa?"

"Seandainya ada pemuda lebih muda jatuh cinta pada kamu, apakah kamu akan menerimanya?'

"Tergantung"

"Tergantung apa?"

"Tergantung cara ia menyampaikannya"
"Oke, kamu kan hebat dan anggota Persatuan Sok Tahu Indonesia, kamu bisa ngajari aku bagaimana caranya?"

"Memang kau sedang jatuh cinta pada perempuan lebih tua?" kata Candi.

"Umurmu berapa?" tanya Rio.

"26," kata Candi.

"Aku 21"

"So?"

"Kayaknya aku jatuh hati pada kamu. Jadi ajari aku cara mengutarakannya," kata Rio.

"Tidak sekarang!"

"Kapan?"

"Nanti di Lombok!"

"Kalau menunggu di Lombok, aku lebih suka menggunakan cara Praptiwi mengucapkan cinta padaku," kata Rio.

"Bagaimana caranya?" Candi memandang Rio.

"Sederhana. Begini...." perlahan Rio meraih kepala Candi dan mencium bibirnya. Candi terkejut. Tapi ia tak berdaya, atau, membuat dirinya tak berdaya. Ia balas ciuman Rio hangat dan mesra pula. Sebentar kemudian ia melepas ciuman itu.

"Itu tadi pertanyaan?" kata Candi. Rio mengangguk.

"Mau tahu bagaimana caraku membalas pertanyaanmu?' kata Candi. Rio mengangguk.

"Cepatlah berkemas. Akan kutunjukkan caraku nanti di Lombok. Kita punya waktu seminggu penuh di sana!" Senyum Candi mengembang cerah.

Rio meringis dan menuding hidung Candi.

"Kamu memang super sompret! Mana bisa aku menolak ajakanmu kalau begini!" kata Rio.

Candi meninju perut Rio dan tertawa renyah.

TAMAT

Catatan :

Terkenang mbah S, di desa S, Kecamatan S, di kabupaten S, di propinsi JT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun