Sofiah menyapukan selembar handuk kecil ke seluruh permukaan wajahnya. Cukup lama wanita itu mencoba meluruhkan kemarahan dan kekesalan nya.Â
Di ruang tamu, ada Ibu dan Bapaknya yang juga tampak bagai diliput kegelisahan. Dua orang adik perempuannya yang sudah berkeluarga tampak turut hadir disitu dengan ekpresi wajah yang serupa
Sofiah masih terduduk di kasur tempat tidur. Kakinya masih terasa lemas, benaknya pun seolah buntu tanpa tahu apa yang hendak diperbuatnya.Â
Hari ini hari Minggu, hari yang biasanya mereka habiskan dengan banyak berseloroh. Dua anak lakinya dan suaminya, mereka kerap menghabiskan hari libur itu dengan bersibuk dirumah saja.Â
Bagi Sofiah, sosok suaminya adalah pria yang dikaguminya. Walau mereka tinggal disebuah rumah kontrakan, tetapi mereka sekeluarga, dia dan suaminya serta kedua anaknya bisa menikmati kehidupan.Â
Dahulu, kedua anaknya kerap protes dan mengeluh, kenapa mereka tak pernah  jalan-jalan keluar rumah. Misalnya, rekreaksi ke tempat hiburan atau sesekali pergi menikmati hawa pegunungan di sebuah destinasi wisata.Â
Ekonomi yang pas-pasan bukanlah halangan untuk senantiasa ber harmonisasi. Ditambah, lelaki yang menikahinya tiga belas tahun lalu itu gemar bercanda. Tak heran apabila gelak tawa kerap menyemburat keluar dari rumah kontrakan mereka.Â
Pertama kali menikah, Sofiah sebenarnya agak tak nyaman. Ada usulan suaminya yang rada mengusik pikirannya. Â Tetapi setelah berpikir panjang-pendek, Sofiah bisa memaklumi dan malah ikut mendukung usulan suaminya.Â
Suaminya cuma mengusulkan agar Sofiah bisa berhemat, sebab gaji yang diterima suaminya memang tak besar. Tetapi jumlahnya mencukupi bila pengaturannya bisa dihemat.Â
Goncangan sedikit muncul, saat anak kedua beranjak tumbuh. Si sulung sudah di sekolah dasar. Dan sewaktu si bungsu membutuhkan sejumlah besar uang guna masuk ke sebuah Play-Group.Â
Saat itu, dengan hati prihatin, Sofiah menyaksikan betapa sibuknya si suami mengusahakan adanya uang guna si bungsu bisa duduk di Play-Group