Mohon tunggu...
Edbert Yan
Edbert Yan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik

Menyukai topik seputar olahraga dan politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

25 Tahun Era Reformasi: Praktik Politik Uang Masih Menghambat Demokratisasi

9 Mei 2023   15:39 Diperbarui: 9 Mei 2023   15:44 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut anggota KPU, I Dewa Kade Rak Sandi, seringkali tindak pidana pemilu sudah terhenti di tahap penyelidikan. Misalnya dalam kasus caleg yang tidak ada penerimaan dan pengeluaran dalam LPPDKnya. Saat KPU telah melakukan upaya klarifikasi seharusnya kepolisian dan jaksa menindaklanjuti kasus tersebut, namun yang terjadi justru kepolisian dan jaksa menyatakan tidak ada unsur pidana (Adilah, 2020). Hal itu justru membingungkan mengingat hampir tidak mungkin ada calon yang tidak mengeluarkan biaya kampanye sama sekali. 

Selain itu, misalnya pada 2020, Bawaslu mengungkapkan dari 3.814 dugaan pelanggaran pilkada, baru 112 kasus yang sudah masuk tahap penyidikan (Hendru, 2020). Hal itu menunjukan lambatnya penanganan laporan tindak pelanggaran pemilu.  

3. Masih Rendahnya Kesadaran Masyarakat

Terakhir, salah satu penyebab maraknya politik uang adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat akan dampak buruk dari politik uang. Masyarakat masih cenderung permisif terhadap praktik politik uang.

Hal itu bisa dilihat dari  survei yang dilakukan oleh Charta Politika, dari dua ribu responden pada 19-25 Maret 2019, sebanyak 45,6% masyarakat masih menganggap wajar dan dapat memaklumi praktik politik uang. Sementara, 39,1% berpendapat politik uang salah dan tidak dapat dimaklumi dan sebanyak 15,4% tidak menjawab (Octaviyani, 2019). Sebelumnya, Founding Father House (FFH) juga pernah melakukan riset pada kurun waktu 2010-2016 yang menunjukan tingkat permisif masyarakat pada politik uang berada di kisaran 50-60% (Sihidi, dkk, 2019).

Perilaku masyarakat yang cenderung permisif dan pragmatis dapat dipengaruhi oleh sikap pesimisme dan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik (politik secara keseluruhan). Kalimat “mau siapapun pemimpinnya, kita mah begini-begini saja” tentunya tidak asing di telinga kita. Hal itu menunjukan pesimisme masyarakat terhadap perubahan yang ada.

Oleh karena itu, mereka lebih mementingkan hasil nyata atau dampak langsung secara jangka pendek yang bisa bermanfaat bagi mereka, salah satunya pemberian uang atau barang. Belum lagi, banyaknya kondisi ekonomi masyarakat yang belum memadai menyebabkan masyarakat akan semakin tergoda dengan praktik politik uang.

Langkah yang Perlu Dilakukan

Partai politik perlu melakukan reformasi atau memperbaiki diri agar dapat meningkatkan kinerjanya sehingga kepercayaan masyarakat terhadap partai politik juga dapat meningkat. Peran rekrutmen dan kaderisasi partai politik juga harus dijalankan dengan standar yang jelas serta mengedepankan prinsip akuntabilitas dan transparansi.

Melalui program kaderisasi dan rekrutmen yang baik, partai politik dapat meningkatkan kompetensi dari calon peserta pemilu yang diusungnya agar mampu menghasilkan calon yang memiliki ideologi, visi, misi, dan program kerja yang jelas sehingga dalam berkampanye para kandidat dapat menjual gagasan dan program kerja masing-masing, bukan malah menggunakan uang sebagai nilai jual.

Partai politik juga harus melakukan rekrutmen (penyeleksian calon peserta pemilu) secara transparan dan akuntabilitas. Hal ini dilakukan untuk menghindari praktik mahar politik yang melanggar nilai-nilai demokrasi dan membuat biaya politik semakin mahal. Selain itu, juga berdampak pada terpilihnya kandidat-kandidat terbaik dan kompeten, bukan hanya berdasarkan kedekatan atau sumber daya material yang dimiliki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun