Akhirnya rencana jalan pagi di taman kota pun kesampaian. Pagi pagi buta Zal kujemput di depan rumah. Lengkap dengan pakaian olah raga dan handuk kecilnya, Zal berlari kecil menghampiriku.
"Ayo kita jalan." Dengan semangat empat lima, Zal langsung mengajakku jalan ke tujuan utama, taman kota.
"Istri kamu nggak marah?"
"Lak.. Lak. Yang punya istri aku kok kamu yang takut." Zal berucap tanpa jawaban yang pas atas pertanyaanku tadi.
Pelan tapi pasti, akhirnya langkah kami pun sampai juga di taman kota. Pandangan kami langsung saja menyapu setiap sudut taman. Mencari yang mau di cari. Nggak usah aku sebutkan. Nanti ketahuan istrinya Zal, bisa kena damprat aku.
Akhirnya pandangan kami jatuh pada objek yang sama. Kali ini janda seksi itu lagi mangkal di dekat pangkalan ojek samping taman kota. Melihat Nur yang molek dan bohai, hasrat bertemu Zal naik dua kali lipat dari pada sebelumnya. Langkah kakinya lebar lebar menuju ke arah Nur. Zal tak sadar meninggalkanku yang tergopoh gopoh mengejar di belakangnya.
"Dear Nur syantiek...." Suara Zal membahana di sekitar pangkalan ojek yang lagi penuh.Â
Kontan saja mereka semua melihat ke arah sumber suara yang agak sedikit parau karena termakan usia. Tampak wajah wajah aneh berjamaah dengan kening berkerut dan tatapan mata melotot keheranan sekaligus terkejut dengan sapaan genit itu.
"Eh... Babang tamvan. Lama ngga kemari?"
"Iya, lagi banyak kerjaan di kantor." Zal beralasan agar tak ketahuan malunya.
"Nggak sama istri, Bang?"