Public speaking. Siapa yang tidak mengenal istilah itu? Penulis yakin, pembaca mengetahui dan bahkan ada yang sudah mempelajari dan mempraktikkannya. Publik speaking adalah kata lain dari teknik berbicara di hadapan umum.
Kendati sudah mengenal istilah ini, belum tentu kita menguasai publik speaking dengan baik. Mungkin saja kemampuan kita berbicara di depan umum masih perlu terus diasah.
Barangkali kita masih mengalami nervous ketika ditunjuk menjadi pembicara. Kaki dan tangan gemetaran atau suara keluar dari mulut tiba-tiba hilang bagai tersumbat.
Belum berani memandang audiens, tak mampu berkonsentrasi pada materi pembicaraan dan tiba-tiba lupa terhadap apa yang hendak dibicarakan, adalah sedikit dari berbagai wujud bentuk nervous tersebut.
Sebuah Keterampilan
Di samping ada sedikit faktor bakat, sesungguhnya publik speaking lebih pada sebuah keterampilan. Artinya, siapa pun yang terbilang normal, dapat belajar public speaking. Jadi, tidak usah ragu, siapa pun kita, selalu punya kesempatan menjadi seorang public speaker yang mumpuni.
Ilmu pengetahuan mengenai public speaking sudah dimulai dan berkembang sejak lama, bahkan sejak zaman filsuf Socrates, Plato, dan Aristoteles.
Sejarah mencatat bahwa kegiatan public speaking telah dilakukan di Yunani dan Romawi Kuno dalam bentuk retorika, terutama saat sistem politik demokratis diterapkan di sana.
Jadi, teknik berbicara di hadapan umum yang kita pelajari sekarang adalah himpunan dari kebijakan-kebijakan lama yang dikembangkan dan diwariskan secara turun-temurun.
Kemampuan public speaking banyak menentukan kesuksesan seseorang. Mereka yang mampu mengekspresikan gagasannya di depan publik dengan baik, cenderung mendapat atensi dan terbuka peluang baginya untuk meraih sukses dalam karier atau kehidupan.
Empat Prinsip Utama
Lalu, adakah prinsip-prinsip yang bisa dijadikan pegangan untuk menjadi pembicara yang baik? Adakah jurus yang tidak hanya berupa teori nan abstrak, melainkan yang bisa dipaktikkan dalam kenyataan?
Mari kita lihat empat prinsip berikut ini untuk mengantarkan siapa pun yang punya niat atau hasrat yang kuat untuk mencapai kesuksesan di bidang yang satu ini. Berikut rinciannya.
Pertama, kuasai topik pembicaraan.
Untuk mampu menjadi pembicara di bidang tertentu, tentu saja si pembicara harus menguasai bidang dimaksud dengan baik.
Seperti seorang penulis, jika ia tidak menguasai topik atau bidang yang ditulisnya, bagaimana ia mampu menulis dengan isi yang baik?
Mustahil bagi kita memberi sesuatu kepada orang lain dari kekosongan, bukan? Kalau kita tak menguasai bidang yang hendak kita katakan, lalu apa yang dikatakan?
Untuk bisa berhasil, seorang pembicara mesti menyiapkan dirinya dengan baik. Bukan melulu menguasai materi yang akan dikatakan di hadapan umum, bahkan jauh lebih luas dan dalam dari itu.
Pembicara perlu memperlengkapi diri dengan pengetahuan yang lebih dalam dan luas di bidangnya sebelum membagikannya sebagian kecil kepada audiens.
Boleh dikata, dia mesti memiliki sepuluh terlebih dahulu, kendati hanya satu yang dibagikan kepada audiens. Dengan kata lain, pembicara mesti memiliki pengetahuan yang jauh lebih luas dan dalam tentang materi yang disampaikan.
Pengetahuan yang lebih luas ini penting, karena akan berpengaruh terhadap kemampuan mengembangkan atau menjelaskan materi saat pidato berlangsung. Apalagi menghadapkan pada sesi tanya-jawab atau diskusi.
Kedua, kuasai teknik berbicara.
Terkait teknik berbicara di depan publik, ada banyak sekali buku yang bisa dijadikan panduan dalam belajar. Sekadar contoh, ada buku-buku hasil karya Dale Carnegie, buku hasil karya Larry King, dan hasil karya penulis Korea Selatan, Oh Su Hyang.
Buku-buku itu akan sangat membantu siapa pun yang berniat keras menjadi pembicara publik untuk mewujudkan cita-citanya.
Dengan mempelajari teknik-teknik itu, maka akan diperoleh gambaran bagaimana menjadi seorang pembicara yang berhasil, bahkan menjadi pembicara profesional.
Di dalam buku-buku itu, kita bisa pelajari bagaimana melakukan persiapan sebelum berpidato. Lalu, bagaimana mengenali audiens, bagaimana mengatasi nervous sebelum dan saat di panggung, serta bagaimana cara pemimpin atau tokoh-tokoh besar dalam berbicara di depan umum.
Teknik-teknik itu bisa dipelajari dari buku-buku mengenai teknik public speaking yang banyak beredar di pasaran. Pengetahuan tentang teknik yang satu ini sangat penting dalam rangka mempersiapakan diri menjadi pembicara yang mumpuni.
Ketiga, miliki kepercayaan diri.
Di antara semua teknik yang ada, salah satu yang terpenting adalah rasa percaya diri. Mengapa demikian? Sebab, kepercayaan dirilah yang akan mengantarkan seorang pembicara pada keberhasilannya.
Berkenaan dengan rasa percaya diri (self confidence) ini, terdapat banyak hal yang berkaitan. Misalnya, persiapan yang baik. Dengan persiapan yang matang sebelum tampil di panggung, pembicara akan lebih percaya diri.
Yang penting lagi, pembicara mesti sudah benar-benar menyatukan materi yang disampaikan dengan dirinya sendiri! Maksudnya, ia tidak sekadar menghimpun apa yang hendak disampaikan itu dari sumber-sumber yang ada, bahkan menyatukan materi itu dengan pengalaman pribadi dan hasratnya yang kuat.
Bukan sekadar hafal terhadap apa yang akan disampaikan, melainkan sudah menjadi bagian dari dirinya sendiri. Bercampur padu dengan pemikiran dan pengalaman sendiri serta semangatnya untuk berbagi kepada publik, inilah yang terpenting.
Terkait ini, ada ungkapan yang mengatakan, "Kamu bukanlah apa yang kamu katakan, melainkan siapa dirimu yang sebenarnya."
Jadi, sebelum dan pada saat berbicara, satukan diri dengan materi yang akan disampaikan. Jadikan topik pembicaraan benar-benar menyatu dengan diri sendiri.
Ramu semuanya dengan pengalaman dan contoh-contoh nyata yang dialami sendiri. Jangan biarkan ada jarak antara apa yang disampaikan dengan diri sendiri.
Keempat, ambil kesempatan berbicara.
Seperti penulis kemukakan di awal, berbicara di depan umum adalah sebuah keterampilan. Sebagai keterampilan, tentu bisa dipelajari dan dipraktikkan. Maka, tiada jalan lain selain mempraktikkannya.
Bagaimana mempraktikkannya? Ada banyak cara. Sebagai pemula, kita bisa mulai berlatih di rumah, di depan kaca, misalnya. Lalu, menjadikan anggota keluarga sebagai audiens. Mintalah masukan untuk perbaikan dari mereka.
Selanjutnya, ambil kesempatan berbicara, mulai dari kelompok-kelompok kecil. Tidak mesti ujug-ujug berbicara di depan ratusan audiens, cukup di hadapan beberapa orang saja dulu dengan scoup yang terbatas.
Cukup materinya pendek saja dulu dengan waktu singkat, misalnya 3-5 menit. Ini akan menjadi ajang berlatih dan mematangkan diri menjadi pembicara publik.
Jika mau lebih mantap lagi, ambil kursus publik speaking yang berkualitas. Di dalam pelatihan itu, kita akan mendapat panduan bagaimana menjadi pembicara yang baik sekaligus diberikan kesempatan luas untuk praktik berbicara. Nah, praktik berbicara inilah yang terpenting.
Kita tidak akan piawai berbicara di depan umum apabila hanya dengan membaca buku teknik publik speaking tanpa mengikutinya dengan praktik nyata. Praktik, praktik, dan praktik, begitu seterusnya dan seharusnya.
Dimulai dari berlatih di rumah, lalu memperluas ke kelompok kecil yang menghadirkan beberapa orang. Setelah itu, barulah melibatkan kelompok yang lebih banyak, puluhan sampai ratusan orang.
Pada setiap tahapan berlatih itulah kita berproses dan belajar sehingga lebih mantap dan matang dalam upaya menjadi pembicara yang baik.
Tidak ada jalan instan untuk mencapai keberhasilan di bidang public speaking selain dengan memperluas dan memperdalam pengetahuan, dan -- terutama mempraktikkannya!
(I Ketut Suweca, 27 Mei 2023).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H