Beberapa hari terakhir ini saya lebih banyak tinggal di rumah. Ke kantor hanya sesekali saja, itu pun kalau ada pekerjaan yang penting dan mendesak untuk saya kerjakan.
Sebagian besar pekerjaan bisa saya tangani dari rumah. Tersisa cukup banyak waktu untuk mengerjakan hal-hal lain sesuai dengan minat dan keinginan.
Ujian Mahasiswa
Lalu, apa yang saya lakukan selama WFH yang di Bali  berlangsung hingga tanggal 20 Juli 2021 ini?
Pertama-tama saya mengurus Ujian Akhir Semester (UAS) para mahasiswa yang mata kuliahnya kebetulan saya ampu. Membuat soal ujian dan meneruskannya kepada mereka serta menunggu jawaban terkumpul.
Ujian tidak tatap-muka seperti pada keadaan normal dulu, melainkan secara daring dengan menggunakan google form. Mahasiswa tinggal mengisi identitas dan menjawab soal, lalu men-submit. Sudah, selesai.
Tugas saya kini adalah memeriksa hasilnya saja untuk memberi nilai. Digabung antara nilai tugas, UTS dan UAS. Dibuatkan nilai rata-ratanya, lanjut setor ke kampus atau input sendiri melalui aplikasi yang disediakan.Â
Menjadi Narasumber
Berikutnya, berkaitan dengan tugas kedinasan, saya mendapat kesempatan menjadi narasumber program webinar Kementerian Kominfo RI. Tema utamanya adalah Gerakan Nasional Literasi Digital 2021.
Ini merupakan program Kominfo RI terbaru yang sangat bagus dan bermanfaat dalam rangka meningkatkan kemampuan literasi digital masyarakat di seluruh pelosok negeri.
Dan, saya terbilang beruntung sekali bisa berkontribusi dalam kegiatan penting ini. Bahkan, saya mendapat dua kali kesempatan untuk terlibat sebagai pembicara.
Pertama, Senin, 21 Juni 2021. Saat itu, topik yang saya bawakan dalam webinar berjudul Perubahan Interaksi Sosial di Era Digital. Tentang hal ini sudah pernah saya tulis  di kompasiana pada artikel sebelumnya.
Kedua, Senin, 12 Juli 2021, saya mendapatkan kesempatan kedua menjadi narasumber lagi untuk program Gerakan Nasional Literasi Digital tersebut.
Kali ini topik yang saya bawakan bertajuk Peran Literasi Digital untuk Mengubah Mindset Konsumtif Menjadi Lebih Produktif.
Artikel saya di kompasiana yang berjudul Memanfaatkan Era Digital untuk Hidup Lebih Produktif, bersumber dari materi webinar kedua ini.
Menyenangkan sekali mendapatkan dua kali kesempatan untuk berkontribusi dan berbagi pengetahuan dan pengalaman pada acara penting ini. Berharap ada sedikit manfaatnya bagi peserta webinar dan masyarakat pada umumnya.
Ikuti Lomba Literasi Pustaka Nasional
Di samping mengerjakan tugas kedinasan dari rumah, saya juga mendapatkan kesempatan berpartisipasi dalam kegiatan yang diberi nama Inkubator Literasi Pustaka Nasional 2021 yang digelar Perpustakaan Nasional RI.
Di lembaga Perpusnas RI, terdapat sebuah unit penerbitan yang dikenal dengan nama Perpusnas Press. Nah, program Inkubator Literasi Pustaka Nasional 2021 ini dimotori oleh Perpusnas Press.
Program yang sangat trategis ini diharapkan akan menjadi momentum positif untuk memulai tradisi dan iklim penulisan, sekaligus menyalurkan pemikiran-pemikiran positif dan inovatif para penulis dari daerah-daerah di Indonesia yang diharapkan dapat mendorong peningkatan budaya literasi di Indonesia.
Tema penulisan adalah mengenai kearifan lokal untuk memperkuat literasi. Tema ini dibagi lagi menjadi 5 subtema lagi yang pada intinya mendorong para penulis untuk menulis topik yang berkaitan dengan kearifan lokal (local wisdom).
Peserta yang diharapkan ikut dalam lomba tersebut adalah para pustakawan, pengelola perpustakaan, Taman Baca Masyarakat (TBM), dan Komunitas Literasi di seluruh Indonesia.
Di dalam persyaratan antara lain disebutkan bahwa karya tulis mesti berbentuk esai dengan panjang tulisan 3.000 -- 5.000 kata. Lumayan panjang ya.
Mendapatkan Bahan Tulisan
Nah, karena tulisan yang dibuat lumayan panjang, maka saya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mempersiapkannya.
Pertama-tama saya melakukan riset pustaka. Mencari bahan-bahan referensi seputar kearifan lokal yang secara spesifik berkenaan dengan petuah atau nasihat leluhur.
Ternyata tidak banyak kearifan lokal seperti ini yang terdokumentasi dalam bentuk buku. Tetapi, saya tetap berusaha melakukan penelusuran di perpustakaan.
Hasilnya, hanya ada sedikit buku yang mengangkat topik itu. Maklum, sebagian besar dari petuah leluhur itu dalam bentuk lisan, disampaikan secara turun-temurun. Jadi, anonim sifatnya.
Beruntung ada seorang sahabat yang juga seorang sutradara dan penulis skenario drama, Putu Satriya Koesuma, bersedia meminjamkan dua bukunya yang berkaitan dengan materi tulisan saya.
Beliaulah yang membawakan referensi yang sangat berguna itu ke rumah, lalu kami pun terlibat berdiskusi panjang tentang kearifan lokal yang merupakan warisan leluhur. Putu Satriya membangunkan ingatan saya lagi akan adanya beberapa pitutur (nasihat) leluhur yang hampir terkubur.
Membuat Kerangka Tulisan
Berikutnya adalah membuat kerangka tulisan. Di dalam kerangka tulisan saya susun secara sistematis sejumlah kearifan lokal berupa nasihat atau pitutur leluhur di Bali.
Berdasarkan kerangka tulisan dan bahan-bahan yang jumlahnya sangat terbatas itu, akhirnya saya bulatkan hati untuk melanjutkannya ke tahap penulisan. Pokoknya tulis saja, begitu pikir saya. Berharap  kerangka tulisan itu bisa saya kembangkan dengan baik.
Mulailah saya mengisi kerangka tadi dengan daging, dengan otot, dengan kulit, sehingga menjadi tubuh karangan yang utuh. Sulitkah? Ya, lumayan sulit.
Pada tahapan ini diperlukan pengetahuan yang memadai dalam mengembangkan setiap butir kalimat dari kerangka tulisan. Setiap pitutur warisan leluhur tersebut mesti  saya jelaskan secara gamblang.
Dibutuhkan referensi yang cukup. Dibutuhkan kemampuan berbahasa yang memadai, terutama yang berkenaan dengan perbendaharaan kata dan istilah.
Kearifan lokal yang asli tentu saja berbahasa Bali. Memahami bahasa Bali, terutama penulisannya, saya lagi-lagi harus banyak belajar. Maklum, dalam bahasa lisan, ada banyak kata yang terletak di akhir kalimat dalam bahasa lisan berbunyi "e" padahal dalam penulisannya memakai huruf "a".
Hal ini terkadang membuat saya ragu dalam menuliskannya. Jadi, memang mesti ektra hati-hati untuk menghindari kesalahan. Ya, tanya sana, tanya sini. Maklum, kamus bahasa Bali tidak saya miliki.
Editing Sangat Penting!
Riset pustaka, diskusi dengan sahabat, dan penyusunan kerangka karangan membutuhkan waktu 7 hari lamanya.
Selanjutnya, dalam penulisannya saya memerlukan waktu 3 hari. Ya, dalam waktu tiga hari, tahap penulisan karangan secara lengkap sudah selesai. Panjang naskah 13 halaman, dengan  Daftar Pustaka dan Riwayat Hidup sebanyak 2 halaman.
Apalagi yang belum? Editing! Benar, editing atau penyuntingan harus saya lakukan secara perlahan-lahan. Usai menulis draft pertama lalu  saya lanjutkan dengan pengeditan.
Mengedit naskah adalah bagian terpenting yang menentukan kualitas naskah pada akhirnya. Oleh karena itu, saya mesti mencermati isi, tata-tulis, dan ejaan pada naskah dengan baik dari awal hingga akhir naskah, berulang-ulang. Sampai bosan!
Begitu yang saya lakoni selama 4 hari berturut-turut di sela-sela kesibukan utama utama untuk mengupayakan hasil yang lebih baik.
Bersamaan dengan proses penyuntingan tidak tertutup kemungkinan datangnya sumber baru atau ide baru yang relevan untuk bisa disisipkan guna melengkapi naskah.
Eh, ternyata benar, ada satu lagi nasihat para tetua Bali yang belum saya masukkan. Nah, pada kesempatan penyuntingan inilah saya memasukkannya. Saya berupaya menyisipkan tambahan konten sedemikian rupa dengan tetap menjaga kohesi dan keherensi antarbagian di dalam naskah.
Akhirnya, menjelang deadline, naskah itu untuk terakhir kalinya saya baca dan sunting, lalu saya kirim ke Panitia Penyelenggara melalui aplikasi yang disediakan secara khusus.
Berharap naskah tersebut bisa menjadi salah satu tulisan yang mendapat atensi para dewan juri. Biarlah naskah itu menemukan jalan dan nasibnya sendiri. Â
Begitulah kegiatan kecil saya dalam memanfaatkan waktu WFH dengan tetap berusaha berkarya.
Karena saya suka menulis, suka juga jadi pembicara, maka saya mengaktifkan diri di situ. Berusaha mengikuti passion sekaligus menghasilkan karya, sesederhana apapun itu!
(I Ketut Suweca, 21 Juli 2021).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI