Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pasca Lebaran, Marilah Tetap (Berpura-Pura) Bahagia!

12 April 2024   11:21 Diperbarui: 12 April 2024   20:14 1179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mari tetap berbahagia atau pura-pura bahagia setelah lebaran. Sumber gambar dokumen pribadi.

Hari ini adalah hari ketiga setelah lebaran yang jatuh pada hari Rabu, tanggal 10 April 2024. Meskipun demikian, suasananya masih penuh suka cita dan keceriaan bagi banyak orang karena masih diberi kesempatan bisa berkumpul dengan para anggota keluarga besar serta kerabat.

Siapapun berhak dan layak berbahagia di hari lebaran, hari kemenangan bagi kaum muslim karena telah bertempur melawan hawa nafsunya selama satu bulan penuh di bulan Ramadan yang suci.

Baca Juga : Menjawab Pertanyaan Kenapa Salat Idhul Fitri Dilaksanakan di Lapangan

Oleh karena itu, begitu tiba hari " kemenangan" yang ditandai dengan kegiatan salat sunnah Idul fitri sebagai puncaknya, memunculkan dopamin (Hormon yang memicu perasaan bahagia) di dalam tubuh kita semua.

Perasaan haru karena diri kita telah menyelesaikan salah satu perintah dalam rukun Islam, sedih karena Ramadan berlalu dengan cepat, bahagia karena bisa bertemu dengan anggota keluarga serta banyak perasaan lainnya yang bercampur aduk.

Bagaimana tidak, persiapan untuk menerima hari lebaran sudah dilakukan jauh hari sebelumnya. Fisik, mental, tenaga, pikiran, dana dan waktu sudah tercurahkan habis-habisan dalam "peperangan" tersebut.

Baca Juga : Game Keluarga di Hari Lebaran untuk Mendapatkan Uang Termasuk Judi?

Masalah menang atau kalah, kembali suci atau semakin bertambah dosanya, ikhlas atau setengah hati menjalaninya, menggunakan dana tabungan atau dana utang, bahagia yang tulus atau berpura-pura, semua itu yang sebenarnya tidak ada yang mengetahuinya kecuali hati nuraninya sendiri dan Allah Azza wa jalla.

Banyak fenomena yang menarik dan menjadikan catatan selama bulan Ramadan dan suasana di hari pasca lebaran.

Pertama, ucapan selamat hari raya dalam bahasa Arab,bahasa Inggris, bahasa Indonesia, bahasa Jawa atau bahasa daerah lainnya untuk memohonkan maaf dan khilaf sudah bertebaran lebih awal begitu masuk malam lebaran yang ditandai dengan gema takbir di banyak masjid, musala, surau dan langgar yang saling bersautan.

Sampai lupa bahwa, sebelum melakukan hal itu, semestinya mereka yang berhak menerima permohonan maaf untuk pertama kali dibanding orang lain adalah kedua orang tua, istri/ suami, anak, kakak dan adik dalam keluarga, yang kemudian baru kepada tetangga dan ke orang lain.

Kedua, berterima kasih kepada si pencipta fitur Copy Paste yang hampir dipakai oleh semua aplikasi komputer atau aplikasi di medsos.

Berkat jasa penemuannya, kita tidak perlu lagi mengetik kalimat ucapan apapun karena cukup meng-copy dan mem-paste-nya untuk di-forward. Semua jadi praktis, hemat waktu dan tenaga.

Hanya saja, masih ada yang lupa meng-copy ucapan hari raya pada tahun 2023, dan tanpa diubah langsung dikirimkan begitu saja atau lucunya, mengambil milik orang lain bahkan nama pengirim di bawahnya belum diganti saat dikirimkan.

Parahnya, terburu dalam menulis ucapan sampai typo kalimat, "Mohon nafkah lahir dan batin". Unik, kan?!

Suasana bahagia anak-anak yang sejati saat mendapatkan door prize di game keluarga. Sumber gambar dokumen pribadi.
Suasana bahagia anak-anak yang sejati saat mendapatkan door prize di game keluarga. Sumber gambar dokumen pribadi.
Ketiga, tebaran baju baru masih saja berseliweran di medsos demi menambah rasa percaya diri saat di hari lebaran dan rasanya, budaya ini akan sulit dicari solusi penanganannya agar tidak boros.

Dalam kasus di atas, terpaksa di keluarga besar kami, saya pesankan kaos seragam untuk semua anggota keluarga dan dipakai saat berlebaran agar semua tidak saling riya' dengan baju barunya.

Juga, daripada beranjang sana-sini sesama keluarga besar dan kerabat, maka diputuskan untuk berkumpul saja pada hari lebaran di salah satu rumah pada hari dan jam yang ditentukan.

Semua itu juga demi efisiensi dana, waktu dan menghindarkan diri dari kemacetan di jalan karena tingkat moving kendaraan untuk silaturahmi sangat tinggi pada hari lebaran dan pasca lebaran.

Keempat, uang saku anak-anak yang melimpah dari hadiah anggota keluarga yang sudah bekerja dan mapan. Rasanya anak-anak seperti mendapat durian runtuh saja.

Selanjutnya, dibutuhkan literasi finansial, yaitu bagaimana mengelola aset dana mereka untuk kebutuhan anak sendiri seperti ditabung, atau disimpan untuk keperluan sekolah mereka.

Jangan mengajari anak-anak untuk berperilaku konsumtif dengan memborong barang-barang yang tidak dibutuhkan seperti smartphone baru padahal sudah memilikinya. Apalagi, 'diinvestasikan' dan dititipkan kepada orang tuanya tanpa ada kejelasan mau dikemanakan uang saku anak tersebut selanjutnya.

Kelima, Ayo jujur!, rasanya setelah lebaran ini ada pola makan, tidur, dan berpikir yang berbeda dari hari-hari biasanya. Tidak heran, kita akan merasa lebih cepat mengantuk, lelah, dan badan rasanya kaku semua dengan menyalahkan kolesterol dan asam urat sebagai penyebabnya.

Belum lagi ada beberapa tugas kantor yang belum diselesaikan, seperti para guru yang mengajar para murid di tahun terakhir. Pada pasca lebaran, pikiran mereka masih terbelah di hari raya karena harus segera menyelesaikan tugasnya mulai e-rapot, pengolahan nilai ujian tulis dan nilai praktik ujian sekolah sebelum dinyatakan lulus di bulan April ini juga.

Juga, pikiran menjadi gamang karena harus mulai berhitung kondisi neraca keuangan yang rasanya, pengeluaran sudah lebih besar daripada pemasukan dari gaji plus THR ( Tunjangan Hari Raya) yang sudah kita terima di awal dan pertengahan bulan ramadan di hari pasca lebaran ini.

Baca Juga : "I Hate Monday", Satu Indikator dari Post Holiday Blues dan Solusinya

Apalagi murid atau anak didik, mereka setelah liburan bulan Ramadan ini dan pasca lebaran, harus segera kembali untuk masuk sekolah. Pasti ada keengganan dan bisa diduga sedikit ada pengaruh dari Syndrome Post Holiday Blues. dalam pikiran dan perasaannya.

Solusinya bagaimana?

Sudahlah, daripada menjadikan pemikiran yang malah bisa membuat diri kita sakit dan bisa terserang penyakit stroke, mending berpura-pura bahagia sajalah dan tunjukkanlah di pose saat kita sedang di foto bersama dengan tertawa lebar.

Syukur, sambil berteriak, "Ayo! Tersenyum lebar! Mari kita semua untuk berpura-pura bahagia!!", daripada hanya bilang 'Satu, dua, tiga!', atau "Cheese", hanya biar terlihat tersenyum dan tampak bahagia.

Artikel ditulis untuk Kompasiana.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun