Tidak terasa, pelaksanaan pesta demokrasi rakyat Indonesia dalam bentuk Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 ini tinggal sepekan lagi.Â
Saat ini,tinggal kita sendiri untuk memantapkan hati akan pilihan yang akan kita embankan kepada calon pemimpin bangsa Indonesia untuk 5 tahun ke depan.
Sambil menunggu D-Day hari pencoblosan, ingatan saya kembali pada pengalaman mencoblos saat Pemilihan Umum di Jepang tahun 1999. Memang diakui bahwa itu sudah lebih dari 3 dekade, namun pengalaman uniknya itu yang meninggalkan kesan sampai sekarang.
Bagaimana tidak? Pada tahun 1999, itu adalah pertama kalinya bagi saya yang masih berstatus mahasiswa di Universitas Nagasaki, Jepang untuk ikut berperan dalam memberikan hak suara di era Pasca Reformasi tahun 1998.
Baca Juga: Era di Masa Joseon King's, Saur Sepuh dan Undecided Voters
Semua mungkin masih ingat, bahwa sebelum tahun tersebut, hanya ada 3 Partai yang ada di Indonesia, yaitu Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sedangkan pada Pemilu tahun 1999 setelah runtuhnya Orde Baru, ada 48 Partai yang ada di Indonesia.Â
Seharusnya, Pemilu diadakan pada tahun 2002, namun atas desakan seluruh lapisan masyarakat Indonesia maka Pemilihan Umum diajukan di bulan Juni tahun 1999 untuk mengganti para anggota parlemen yang dianggap masih berkaitan dengan rezim Orde Baru.
Uniknya di mana?
Pertama, Pada Pemilu tahun 1999 tersebut, kita tidak memilih Calon Presiden, Wakil Presiden dan anggota Legislatif dari unsur apapun, melainkan hanya mencoblos salah satu Partai yang dianggap bisa mewakili aspirasi kita dari 48 Partai yang ada.
Partai yang mendapat perolehan suara terbanyak setelah Pemilu berhak menunjuk dan menentukan siapa yang akan jadi presiden dan wakil presiden.
Kedua, Pencoblosan yang kita lakukan tidak (harus) di bilik pada Tempat Pemungutan Suara (TPS), melainkan melalui surat yang kita terima dari KBRI Tokyo dalam amplop besar dan di dalamnya ada satu lembar kertas lebar berisi simbol dari ke 48 Partai yang sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Indonesia (KPU RI).
Ketiga, Setelah kita mencoblos satu partai sesuai dengan pilihan hati dan pikiran kita, kertas lebar tersebut kita masukan lagi ke dalam amplop lain yang sudah ada perangkonya untuk dikirim kembali ke Kedutaan Besar Republik Indonesia, Tokyo.
Mengapa mencoblos melalui surat?
Begini, setiap kota di Jepang yang ada kampus atau pabriknya, pastilah ada mahasiswa atau para pekerja yang berada di sana.Â
Hanya saja, jumlah mahasiswa Indonesia di Nagasaki pada tahun 1999 itu kurang lebih ada 10 orang dengan berbagai program studi. Jadi, tidak memungkin bila membentuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Baca Juga: Nagasaki, Kota yang Seharusnya Tidak Dijatuhi Bom Atom
Beda dengan kota-kota besar seperti Hiroshima, Osaka, Kyoto, Hakodate, Kobe atau Fukuoka yang banyak dengan jumlah orang Indonesianya.Â
Di kota tersebut, memang ada Tempat Pemungutan Suara (TPS) dengan lokasi yang ditentukan dan mudah diakses oleh orang Indonesia yang tinggal di sana dengan berstatus pekerja atau mahasiswa yang punya hak pilih.
Para petugas KPPS terdiri dari unsur staf KBRI Tokyo, Mahasiswa dan Pekerja yang ada di kota tersebut. Akan, tetapi, untuk kota-kota yang dekat dengan kota Tokyo, para pemilih diminta untuk bisa hadir dan datang langsung di TPS yang ada di KBRI pada saat pencoblosan demi mendukung suksesnya Pemilihan Umum.
Bagaimana dengan Pencoblosan di Korea Selatan?
Nah, Pada tahun 2019, Peraturan Pemilihan Umum yang sudah ditetapkan sudah mengalami perubahan per-undang undangannya di mana setiap pemilih boleh langsung mencoblos Calon Presiden dan Wakil Presiden, sekaligus memilih anggota legislatif untuk DPR RI, DPD dan DPRD.
Aturan anggota KPPS-nya juga masih sama dengan Jepang, yaitu terdiri dari staf KBRI Seoul, Para Mahasiswa dan Pekerja atau TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang berada di Korea Selatan.
Ambil saja satu contoh Kota yang ada banyak pekerja Indonesia, yaitu kota Ansan. Kota yang bisa ditempuh kurang lebih 1 jam dengan mobil dari Kota Incheon, tempat Bandara Internasional berada.
Baca Juga: Menelisik Tragedi Reformasi Bulan Mei, Indonesia 1998 dan Korea Selatan 1980
Semua proses penetapan dan peraturan pencoblosan saat Pemilihan Umum ternyata sama dengan yang ada di Indonesia. Namun, uniknya, TPS-nya tidak berada di taman atau tempat terbuka, melainkan ada di dalam Ruko (Rumah Toko). Juga tidak ada poster Capres, Cawapres atau calon anggota Legislatif yang berjajar dan bertebaran di lokasi tersebut.
Enaknya, saat D-Day pencoblosan Pemilu di Korea Selatan, bisa ada alasan untuk tidak masuk kerja atau kuliah bagi mahasiswa sehingga hari tersebut dimanfaatkan untuk ajang bersilaturahmi antara mahasiswa dan pekerja  karena merasa senasib dan sependeritaan dalam merantau di negeri orang.
Ada kasus unik yang mengesankan dan menjadi perhatian saat ada masa Pemilihan Umum (General Election) bagi masyarakat di Negara Jepang dan Korea Selatan sendiri.Â
Pada Masa Kampanye tidak pernah terlihat ada poster atau baliho para calon anggota legislatif yang akan dipilih bebas bertebaran di mana-mana.
Mereka semua sudah disediakan platform di sudut berbagai tempat dan hebatnya, semua ukuran fotonya sama. Juga tidak ada poster dan baliho yang dipasang menempel atau dipaku pada pohon, tembok atau tiang listrik sekalipun.
Baca Juga: Dejima, Kenapa Jepang Tidak Pernah Dijajah Belanda?
Lagi, saat melakukan orasi dan mengumpulkan banyak orang, tidak ditemukan adanya pengeras suara yang super keras (loudspeakers) dengan menampilkan para artis penyanyi terkenal di atas panggung dan membagikan amplop berisi uang sebagai saweran.
***
Sudahlah, saya jadi tidak berani membanding-bandingkan pernak-pernik mulai dari alat peraga kampanye (APK) yang saling adu ukuran besar, ajang berani mendatangkan artis terkenal, dan ber-convoy dengan sepeda motor yang berkenalpot brong dan banyak lainnya di negeri kita ini.
Anyway, right or wrong is our beloved country, Indonesia!
Bagaimana dengan kisah dari para sahabat pekerja dan mahasiswa di pemilu 2024 mancanegara lainnya? Berbagi kisah, Yuk!
Magetan, 5 Februari 2024
Artikel ditulis untuk Kompasiana.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H