Bagaimana tidak, hasil NEM-nya tinggi, tetapi tidak diterima karena hasil tes tulisnya rendah. Dampaknya, di institusi pendidikan yang menggunakan tes tulis sebagai alat ukur tetap dianggap tidak valid dan reliable.
Bagaimana dengan PPDB sistem Zonasi?
Sistem PPDB yang pertama kali digulirkan oleh Bapak Muhadjir Effendy selaku Mendiknas saat itu, mengubah sistem seleksi masuk sekolah dengan mengedepankan hampir mencapai 80% berdasarkan zonasi atau tempat tinggal anak didik berdasarkan jarak tempuh dengan sekolah terdekat.Â
Sedangkan yang 20% sisanya dibagi antara jalur afirmasi dan hasil prestasi nilai raport.
Sekali lagi banyak orangtua yang merasa kecewa memprotes sistem tersebut karena anak yang ingin melanjutkan di sekolah "favorit" harapan mereka harus menjadi kandas terhalang adanya rayonisasi wilayah zonasi tempat tinggalnya.
Juga, yang masuk diterima berdasarkan nilai tinggi pada rata-rata raport muridnya, ternyata juga banyak dari sekolah dengan akreditasi rendah.Â
Hal ini memicu kebingungan semua pihak, benarkah nilai 95 per mata pelajaran di raport itu adalah refleksi sejati penguasaan materi pada anak didik?
Dampaknya, sistem zonasi mengalami revisi klausa aturan pada tahun-tahun berikutnya dengan menurunkan persentase pagu dari 80% ke 50% untuk zonasi, 30% untuk prestasi raport dan 20% untuk afirmasi.
Adakah celah dari aturan PPDB sistem zonasi setelah direvisi?
Untuk membahasnya, kita harus membuat batasan bahwa hasil dari argumentasi ini bila mengetahui celah sistem itu nantinya bisa dianggap sebagai suatu kecurangan, tetapi bagi pihak lain itu sah-sah saja karena bisa jadi merupakan langkah yang cerdas untuk mencari strategi dalam mencari celah yang positif.
Pertama, Jalur Afirmasi, yaitu jalur bagi mereka yang mempunyai piagam kejuaraan dalam bidang akademis maupun nonakademis seperti olahraga.Â