Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

El Nino yang Mengancam Pesta Demokrasi 2024

21 September 2023   13:35 Diperbarui: 21 September 2023   17:32 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar: cnbci.com

Dalam konteks ketahanan pangan (Food Security) ini dapat dipahami sebagai kemampuan dasar manusia untuk memenuhi kebutuhan pokok/subsistensi protein dan energi agar berfungsi secara efektif sebagai individu yang sehat. Bank Dunia mendefinisikan 'keamanan pangan (Food Security)' sebagai "akses bagi semua manusia terhadap makanan yang cukup agar dapat hidup yang aktif dan sehat". Dua elemen penting dalam mengidentifikasi dari ketahanan pangan (Food Security) yaitu sebagai "ketersediaan makanan dan kemampuan untuk memperolehnya" (World Bank, 1986).

Ketahanan pangan adalah kapasitas setiap masyarakat dan negara untuk memobilisasi makanan yang secara cukup melalui produksi, akuisisi dan distribusi secara berkelanjutan. Ketahanan pangan ini bergantung pada sumber daya lahan yang tersedia bagi masyarakat serta kemampuan mereka untuk memobilisasi sumber daya tersebut agar dapat diproduksi atau didistribusi guna mencapai kehidupan yang aktif dan sehat.

Pada akhirnya ada risiko yang mempengaruhi stabilitas ketahanan pangan dalam masyarakat. Di tingkat nasional, ini akan meningkatkan permasalahan seperti iklim dan konflik. Secara singkat ketahanan pangan ini dapat saling terkait antar satu sama lain dalam aspek negara. Apabila kebutuhan akan makanan tidak tercapai dengan baik maka timbul keresahan dalam masyarakat hingga masyarakat dapat melakukan segala macam cara untuk mencapai kebutuhan akan makanan tersebut sehingga konflik internalpun sulit dihindari dan stabilitas keamanan negara akan menjadi terganggu.

Ketika ketahanan pangan terkoyak oleh sebab melandanya krisis pangan pada suatu negara, maka perekonomian suatu negara akan terkoyak pula, dan berikutnya merambah pada ketidakstabilan politik dan keamanan suatu bangsa/negara. Hal yang demikian ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan ini dapat saling terkait antar satu sama lain dalam aspek negara. Konflik sosial pun tak bisa dihindarkan, dan ketika meluas berpuncak ke dalam situasi masyarakat pada suatu negara menjadi chaos.

Sehubungan dengan hal itu, maka muncullah kelaparan, kekurangan gizi serta kemiskinan saling terkait erat antar satu sama lain. Kemiskinan sekarang umumnya dianggap sebagai akar penyebab kelaparan dan kekurangan gizi. Namun, yang masih belum dipahami adalah bahwa kelaparan dan malnutrisi dapat juga menjadi penyebab utama kemiskinan yang tentu saja dapat berkontribusi pada ketidakstabilan sosial dan politik. Dari sejumlah pertemuan internasional, komunitas internasional telah mengakui bahwa keamanan pangan adalah sebagai salah satu hak asasi manusia yang paling mendasar. Oleh karenanya patut dijaga dan dipelihara dalam satu tatanan sosial-ekonomi suatu bangsa/negara apabila hendak mempertahankan kestabilan sosial-ekonomi maupun politik dan keamanan suatu bangsa dalam tatanan organisasi bernama negara.

Bayang-bayang Krisis Pangan Karena Rentan Bencana dan Kian Marak

Ke depan Indonesia akan selalu dibayang-bayangi krisis pangan, karena bencana bakal kian marak, dan setiap bencana akan berimbas pada kondisi krisis pangan. Yang demikian itu adalah bagian dari kepastian hukum alam, hukum Tuhan -hukum kehidupan bagi manusia yang dilingkup alam semesta.

Secara geografis Indonesia terletak di kawasan Ring of Fire atau "Cincin Api" Pasifik. Pertemuan tiga lempeng tektonik dunia, yakni Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Oleh sebab itu, Indonesia termasuk negara yang berpotensi rawan dilanda bencana alam, seperti gempa bumi, letusan gunung berapi hingga tsunami. Bahkan, Indonesia adalah 5 besar dari negara-negara di dunia yang dikitari oleh gunung api terbanyak, urutan ke-3 setelah AS dan Rusia, disusul berikutnya adalah Islandia dan Jepang. (World Atlas, 10-6-2023)

Catatan sejarah bencana alam terbesar di Indonesia yang pernah mengguncang dunia dan menewaskan sebagian besar penduduk bumi, adalah sebagai berikut:

  • Letusan Gunung Toba, 74.000 Tahun Lalu

Letusan Gunung Api Toba ini mampu meluluhlantahkan sebagian besar umat manusia. Letusannya menjadi yang paling dahsyat yang pernah ada di muka bumi. Hanya 5.000-10.000 orang saja yang mampu bertahan.

  • Letusan Gunung Tambora (1815)

Ledakan Gunung Tambora (NTB) terjadi April 1815 dan mengukir sebagai salah satu ledakan gunung terbesar yang berdampak secara global. Puncak letusan eksplosif itu terjadi pada 10 April 1815. Letusan Tambora berhasil membuat bumi mengalami tahun tanpa musim panas pada 1816, karena suhu global berkurang antara 0,4--0,7 C.

  • Letusan Gunung Krakatau (1883)

Gunung Krakatau berada di tengah antara Pulau Jawa dan Sumatera. Berkat letusan gunung Krakatau Purba pada 1883, kedua wilayah yang tadinya menyatu tersebut kini terpisah. Letusan Gunung Krakatu 1883 dipercaya sebagai letusan eksplosif terbesar yang pernah ada sepanjang catatan sejarah Indonesia. Tepat pada 26 dan 27 Agustus 1883, Krakatau memuntahkan jutaan ton batu, debu, magma, hingga material vulkanik. Bahkan letusannya mampu menciptakan gelombang tsunami yang meluluhlantahkan pesisir Lampung dan Banten. Ledakannya terdengar sampai ke Perth, Australia. Ribuan orang meninggal akibat gelombang panas, tsunami yang menghancurkan pulau-pulau di sekitar Krakatau, hingga dampak secara global seperti peningkatan suhu bumi yang mengacaukan cuaca selama bertahun-tahun. Langit di seluruh dunia menjadi gelap dan terjadi fenomena matahari terbenam yang luar biasa.

  • Tsunami Flores (1992)

Pada 12 Desember 1992, gempa berkekuatan 6,8 skala liter mengguncang Laut Flores. Pusat gempa terletak di kedalaman laut, 35 km arah barat Kota Maumere, tepatnya pukul 13.29 WITA. Tidak hanya itu, tsunami setinggi 30 meter juga menerjang selama 15 menit, meluluhlantahkan rumah yang hancur karena gempa. Wilayah yang terkena dampak tsunami berada di Kabupaten Sikka, Ende, Ngada, dan Flores Timur. Peristiwa tersebut menewaskan lebih dari 3.000 jiwa, 500 orang hilang, 447 orang luka-luka, dan 5.000 warga terpaksa mengungsi. Tercatat pula 18.000 rumah, 113 sekolah, dan 90 tempat ibadah hancur. Karena saat itu Indonesia belum memiliki ahli tsunami, maka riset mengenai peristiwa tsunami Flores banyak dilakukan oleh peneliti asal Jepang.

  • Gempa dan Tsunami Aceh (2004)

Pada 26 Desember 2004 lalu, tepatnya pada pukul 07:58:53 WIB, terjadi sebuah gempa di Banda Aceh, disusul tsunami besar yang meluluhlantahkan sebagian besar wilayah di Banda Aceh. Dikutip dari Jurnal "Tsunami Aceh 2004 Sebagai Dasar Penataan Ruang Kota Meulaboh", gempa bumi tektonik berpusat di titik 3.316N, 95.854E Samudera Hindia dengan kekuatan 9,1 Mw. Gempa tersebut bahkan disebut sebagai gempa terbesar ke-5 yang pernah terjadi dalam sejarah. Lalu timbul gelombang tsunami setinggi 30 meter. Tidak hanya di Indonesia, ada 15 negara yang terdampak dalam peristiwa ini, namun yang mengakibatkan korban jiwa adalah di Sri Lanka, India, Bangladesh, Thailand, Maladewa, Malaysia, dan Somalia. Menurut data Bank Dunia, ada 169.000 jiwa korban meninggal dari Indonesia, sementara total keseluruhan korban mencapai 230.000 jiwa di negara-negara terdampak

  • Gempa Yogyakarta (2006)

Pada 27 Mei 2006, tepat di pagi hari pukul 05.53, terjadi gempa bumi berkekuatan 5,9 SR yang mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya. Orang-orang banyak yang masih dalam kondisi terlelap, sehingga mereka terjebak di dalam rumah yang roboh. Sebanyak lebih dari 5.800 orang meninggal dan 20.000 lainnya terluka. Bangunan dan infrastruktur hancur. Bahkan Candi Prambanan ikut menjadi korban. Diyakini gempa Yogyakarta menjadi gempa terbesar kedua di Indonesia setelah peristiwa yang menimpa aceh di tahun 2004. Akibat dari peristiwa gempa 2006, Yogyakarta mulai meningkatkan mitigasi bencana. Menteri-menteri penanggulangan bencana se-Asia Pasifik mengadakan pertemuan pada tahun 2012 di Yogyakarta untuk memaparkan pelajaran yang bisa diambil dari gempa 2006, dan Deklarasi Yogya ditetapkan sebagai Dokumen PBB.

  • Gempa Sumatra Barat (2009)

Pada 30 September 2009, terjadi sebuah peristiwa memilukan di Sumatera Barat. Gempa bumi berkekuatan 7,6 SR terjadi di lepas pantai pada 17:16:10 WIB dengan kedalaman 87 km, di sekitar 50 km barat laut kota Padang. Kerusakan terjadi di banyak wilayah, seperti Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Kota Bukittinggi, Kota Padangpanjang, Kabupaten Agam, Kota Solok, dan Kabupaten Pasaman Barat. Kekuatan gempa bahkan terasa sampai luar Indonesia, seperti Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura. Berdasarkan data pemerintah daerah Sumatera Barat, korban jiwa yang ditimbulkan sekitar 1.115 orang tewas, 2.32 terluka, dan 279.000 bangunan mengalami kerusakan. Banyak negara yang membantu Indonesia atas peristiwa tersebut seperti Australia, China, Uni Eropa, Hongkong, Jepang Malaysia, Korea Selatan, Qatar, Thailand, Taiwan, Turki, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat.

  • Letusan Gunung Merapi (1930 dan 2010)

Dikutip dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, tercatat sejak tahun 1600-an, Gunung Merapi telah meletus lebih dari 80 kali, dengan interval letusan 4 tahun sekali. Erupsi terbesarnya terjadi pada tahun 1930. Awan panas menuruni lereng 20 kilometer ke arah barat, memporak-porandakan 23 desa dan menewaskan 1.369 penduduk. Erupsi lainnya kembali terjadi 80 tahun kemudian, tepatnya pada 5 November 2010. Debu vulkaniknya tidak hanya menutupi wilayah Yogyakarta, tapi juga sampai ke sejumlah wilayah di Jawa Barat. BNPB menyatakan bahwa jumlah korban tewas Merapi mencapai 275 orang, termasuk sang juru kunci, Mbah Maridjan alias Ki Surakso Hargo yang ditemukan tewas akibat terjangan awan panas di rumahnya. Peristiwa meletusnya gunung merapi sontak menjadi sorotan media internasional, di antaranya Inggris, Jerman, Prancis, dan Singapura.

  • Letusan Gunung Kelud (2014)

Gunung Kelud di Jawa Timur meletus setelah sebelumnya naik status menjadi waspada. Letusan tersebut dianggap menjadi yang terbesar setelah peristiwa pada tahun 1990. Pukul 22.50 WIB, Gunung Kelud memuntahkan letusan berupa aliran magma, menyebabkan hujan kerikil di beberapa wilayah Jawa Timur, bahkan gerungannya terdengar sampai Purbalingga. Hujan abu juga membuat menutup sebagian besar Pulau Jawa dan menghentikan segala aktivitas masyarakat. Korban tewas akibat letusan tersebut mencapai 4 orang, berdasarkan laporan BNPB. Namun, sejak abad ke-15, Gunung Kelud setidaknya telah memakan lebih dari 15.000 jiwa. Termasuk letusan di tahun 1919 yang merenggut nyawa 5.160 jiwa. Dampak dari meletusnya Gunung Kelud pada 2014 lalu itu menyita perhatian dunia. Sejumlah media massa internasional yang menyampaikan berita tersebut terdiri dari Associated Press America, Reuters (Inggris), ABC News (Australia), dan Xinhua (China). (SOURCE:https://nasional.okezone.com/read/2022/04/06/337/2574354/10-bencana-alam-terbesar-di-indonesia-pernah-tewaskan-sebagian-besar-penduduk-bumi?page=5)

Setiap bencana akan selalu berimbas pada kondisi krisis pangan sebagai ujung akhir konsekuensi logisnya. Apakah itu karena dari bencana alam ataupun bencana sosial yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror (perang).

Bencana alam meteorologi yang merupakan bencana alam yang terjadi karena adanya fenomena perubahan iklim atau cuaca sebagaimana El Nino yang tengah dihadapi dan dirasakan oleh masyarakat dunia (global), termasuk negeri ini yang juga mulai merasakan dari isyarat dan tanda-tanda alam yang mulai kurang bersahabat, seperti berupa kekeringan di beberapa wilayah di negeri ini. Ditambah dengan bencana alam lainnya berupa gempa, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, dan tsunami lantaran kondisi alam Indonesia yang berpotensi rentan terhadap bencana alam dimaksud, maka bayang-bayang krisis pangan nampak sekali telah di pelupuk mata.

Belum lagi ditambah dengan imbas dari perang Rusia-Ukraina yang nantinya bakal berkembang luas menjadi Perang Dunia 3 sebagai suatu hal yang dimungkinkan besar bakal terjadi. Lantaran perang tersebut akan melibatkan kekuatan aliansi antara blok Nato yang mendukung Ukraina  berhadapan dengan aliansi blok Rusia yang ditengarai sudah ada tanda bakal beraliansi dengan RRC, Korea Utara dan beberapa negara lain yang sepaham dalam berhadapan dengan blok Nato yang di-back up oleh Amerika, maka kian menguat krisis pangan global yang berimbas ke negeri ini tak bisa dielakkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun