Mohon tunggu...
Dewanta
Dewanta Mohon Tunggu... -

Anime & Game

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[LOMBAPK] Kisah Timun Mas dari Desa Sebelah

2 Juni 2016   08:21 Diperbarui: 2 Juni 2016   08:30 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu hari di sebuah desa, pesta budaya sedang digelar di balai desa. Pesta tersebut diikuti oleh warga desa, tua dan muda. Sejak pagi, mereka berpesta, menari mengikuti musik yang dimainkan oleh band lokal desa. “Teng teng teng!” suara denting jam yang sudah menunjukkan pukul 12.00 siang.

“Wah, sudah jam 12.00! Saya harus segera pulang ke rumah!” kata Timun Mas yang juga sedang ikut dalam pesta budaya tersebut.

Timun Mas segera bergegas keluar balai desa. Tepat di luar balai desa, Timun Mas melihat si kancil sedang tidur di bawah pohon yang rindang. Timun Mas, yang ingin segera pulang, membangunkan si kancil.

“Cil, bangun cil!” gugah Timun Mas.

“Hm? Oh, Timun Mas...” jawab kancil sambil mengantuk.

“Cil, bangun! Sudah jam 12.00!” lanjut Timun Mas.

“Wah, sudah jam 12.00, ya? Waktunya makan siang! Makan apa ya enaknya? Ehehehehe,” jawab kancil sambil tertawa seperti Suneo.

“Tolong antar saya pulang, Cil! Saya harus segera ke rumah, Ayah dan Ibu saya menunggu!”

“Eh? Kenapa buru-buru?”

“Pokoknya antar saya! Saya tidak tahu jalan pulang.”

Timun Mas buta arah. Dia tidak hapal jalan dari rumahnya ke balai desa yang berjarak hampir 2 km.

“Baiklah oh baiklah. Naiklah ke punggungku, aku antar kau ke rumahmu,” jawab kancil malas.

Mereka kemudian berangkat menuju rumah Timun Mas. Sekitar 40 menit kemudian, Timun Mas sadar bahwa dia tidak sedang pergi menuju rumahnya.

“Loh, kenapa kita ke sini, Cil? Inikan rumahnya Pak Seto,” tanya Timun Mas.

“Iya, kita mampir dulu ke kebun Pak Seto,” jawab kancil.

“Eeeh? Mau apa kita ke sini? Jangan macam-macam!”

“Eheheheheheh,” kancil tertawa seperti Suneo, “Kita makan dulu buah dan sayur di kebun Pak Seto. Ada tomat, jambu, mangga, pisang, dan juga, ehehehehe, timun. Buah dan sayur di sini segar dan enak.”

“Tidak mau! Saya ingin cepat pulang ke rumah untuk sholat dhuhur dan makan siang bersama Ayah dan Ibu! Huhuhu...,” Timun Mas duduk dan menangis, sementara kancil sibuk mencuri dan makan buah dan sayur di kebun Pak Seto.

***

Di rumah Timun Mas, Ayah dan Ibu mulai khawatir.

“Kenapa Timun Mas belum pulang ya, Pak? Padahal sudah kita beri tahu untuk pulang sebelum adzan dhuhur dan makan bersama, kalau sup ayamnya dingin kan tidak enak,” tanya Ibu cemas.

“Iya, Ayah juga waswas. Baiklah, coba Ayah cari ke Balai Desa ya, Bu,” kata Ayah sambil bersiap keluar rumah.

Tepat di depan rumah, Pak Buto Ijo yang kebetulan sedang lewat menyapa, “Halo, Pak Timun Suri. Ada apa kok kelihatannya kebingungan?”

“Iya, Pak Buto Ijo, saya mau mencari Timun Mas di Balai Desa. Dia belum pulang, padahal sudah saya beri tahu untuk pulang sebelum dhuhur dan makan siang bersama,” jawab Ayah.

“Weleh weleh, kalau begitu biar saya saja yang mencari. Sudah tugas saya untuk menjaga keamanan dan ketertiban desa ini,” kata Buto Ijo dengan menggunakan nada bicara si Komo.

Pak Buto Ijo adalah petugas keamanan desa. Dia bertubuh tinggi besar dengan wajah garang, namun ramah dan sayang anak-anak.

“Phwiiiiiiit….!” Buto Ijo bersiul.

Seketika itu, datang seekor buaya besar dengan cepat. Buto Ijo menungganginya.

“Baiklah, Pak, saya pergi dulu mencari Timun Mas.” kata Buto Ijo kemudian berangkat mencari Timun Mas. Buaya yang ditunggangi Buto Ijo bergerak cepat seperti komodo.

“Terima kasih, Pak Buto Ijo!” jawab Ayah.

***

Di tengah pencarian, Buto Ijo mendengar suara tangis seorang anak perempuan. Buto Ijo mendekati sumber suara yang terdengar dari kebun Pak Seto.

Timun Mas & Pak Buto Ijo (By Pumpkinbear http://pumpkinbear.deviantart.com/art/the-timun-mas-21586163)
Timun Mas & Pak Buto Ijo (By Pumpkinbear http://pumpkinbear.deviantart.com/art/the-timun-mas-21586163)
“Loh, Timun Mas kenapa menangis di sini?” tanya Buto Ijo yang terkejut melihat Timun Mas menangis di tempat itu.

“Saya ingin pulang ke rumah, tapi kancil malah mengantar saya ke sini,” jawab Timun Mas. Tangisannya mulai berhenti.

“Bukankah kamu punya ilmu astronomi yang bisa digunakan untuk menentukan arah?”

“Iya, Pak Buto Ijo. Tapi saya tidak bisa melihat bintang di siang hari.”

“Weleh weleh,” lanjut Buto Ijo dengan nada bicara si Komo, ”Kalau begitu gunakan ini, ‘Abu Ajaib’!”

“Benda apa itu, Pak Buto Ijo?”

“Dengan abu ini, kamu bisa mengubah dedaunan di pohon menjadi langit malam. Sehingga kamu bisa melihat bintang dan menggunakan ilmu astronomi-mu untuk menentukan arah pulang,” terang Buto Ijo sambil menyerahkannya kepada Timun Mas.

Timun Mas menebar abu itu ke salah satu pohon terdekat.

“Pop!”

Daun-daun di pohon yang tadinya berwarna hijau berubah menjadi gelap. Di antara daun-daun yang gelap itu, muncul titik-titik kerlap-kerlip menyerupai bintang di langit malam. Dengan melihat bintang, Timun Mas bisa mulai berjalan pulang ke arah rumah. Setiap kali menemukan persimpangan jalan, Timun Mas menebar abu tersebut ke pohon terdekat dan dapat menentukan jalan pulang yang harus ditempuh.

Setelah melihat Timun Mas berangkat menuju rumah, Pak Buto Ijo mendekati kancil yang tertidur di bawah pohon karena kekenyangan.

“Hei, kancil, ayo bangun! Waktunya sholat dhuhur,” Pak Buto Ijo mencoba membangunkan kancil.

“Hmmm, nanti dulu Pak, setelah ini saya ingin main dulu di taman” jawab kancil.

“Tidak boleh, ayo sekarang pulang dulu.”

“Tidak mau!” kancil melarikan diri.

Pak Buto Ijo mengejarnya dengan menunggangi buaya, “Jangan lari, Cil!”

Tiba-tiba, kancil melemparkan biji tomat sisa makanannya ke arah Pak Buto Ijo.

“Siim salabiim, jadi apa?” kata kancil sambil menghentakkan kakinya ke tanah.

Biji tomat tersebut berubah menjadi sampah kertas dan plastik. Kancil memang sempat belajar teknik sulap di salah satu seniman sulap lokal di desa.

“Hei, Cil, tidak boleh membuang sampah sembarangan! Bisa-bisa desa kita kebanjiran dan terkena wabah penyakit!” bentak Pak Buto Ijo.

Pak Buto Ijo harus mengumpulkan sampah-sampah tersebut dan membuangnya ke tempat sampah, sementara kancil terus berlari. Setelah selesai membuang sampah, dia kembali mengejar kancil.

Kancil kemudian melemparkan kulit pisang ke arah Pak Buto Ijo.

“Siim salabiim, jadi apa?” kata kancil sambil menghentakkan kakinya ke tanah kembali.

Kulit pisang berubah menjadi sebuah sepeda tua yang berdiri di tengah jalan.

“Hei, Cil, tidak boleh memarkir kendaraan di tengah jalan! Ini bisa buat desa kita jadi macet seperti di kota!” Pak Buto Ijo membentak kembali.

Pak Buto Ijo kemudian menuntun sepeda itu ke pinggir jalan dan menitipkannya ke rumah salah satu warga desa. Belum sempat menunggangi buayanya, si buaya sudah lari mengejar si Kancil sendirian. Pak Buto Ijo, yang memiliki ilmu mengendalikan buaya, membiarkannya dan menunggu si buaya untuk menangkap si kancil dan membawanya pulang. Konon, dari sinilah asal mula perselisihan buaya dengan kancil di serial lain.

***

Timun Mas akhirnya tiba di rumah.

“Timun Mas, akhirnya datang juga!” kata ibu senang bukan main.

“Syukurlah, nak, kamu tidak apa-apa,” kata Ayah. Ayah ingat bahwa kejahatan terhadap anak-anak sedang meningkat di kota.

“Maaf, Ayah, Ibu, Timun Mas sudah berusaha untuk pulang ke rumah, untunglah Pak Buto Ijo datang memberi Abu Ajaib,” jawab Timun Mas.

Singkat cerita, Timun Mas kemudian mengerjakan sholat dhuhur dan makan siang bersama Ayah dan Ibu. Setelah itu, keluarga Pak Timun Suri hidup bahagia seperti hari-hari biasanya. Tamat.

Pengisi suara:

Timun Mas : Ria Enes

Kancil : Honekawa Suneo

Pak Buto Ijo : Si Komo

Ibu : Wanita A

Ayah : Laki-laki A

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun