Selain itu, penerapan sistem meritokrasi juga memerlukan infrastruktur dan prosedur yang kuat untuk mendukung evaluasi kinerja yang adil dan transparan. Hal ini memerlukan investasi dalam pelatihan dan pengembangan staf, sistem evaluasi kinerja yang terukur, serta mekanisme pengaduan dan penyelesaian sengketa yang efektif.
Pemerintah perlu memastikan bahwa implementasi sistem meritokrasi dilakukan dengan cermat dan terukur. Hal ini memerlukan komitmen yang kuat dari pimpinan lembaga dan dukungan yang berkelanjutan dari semua pemangku kepentingan. Diperlukan juga komunikasi yang efektif dan inklusif untuk memastikan bahwa semua pegawai memahami dan mendukung prinsip-prinsip meritokrasi yang diterapkan.
Sistem meritokrasi juga dapat didukung oleh pembangunan budaya organisasi yang berorientasi pada kinerja dan integritas. Ini melibatkan upaya untuk mempromosikan nilai-nilai seperti transparansi, akuntabilitas, dan kejujuran di seluruh lembaga pemerintah. Penciptaan budaya yang mendukung sistem meritokrasi dapat memperkuat efektivitasnya dalam mencegah praktik koruptif.
Dalam keseluruhan, penerapan sistem meritokrasi dalam lembaga pemerintah merupakan langkah yang penting dalam upaya pencegahan korupsi di Indonesia. Dengan menekankan pada kinerja dan integritas, sistem ini menciptakan lingkungan kerja di mana prestasi dihargai dan praktik koruptif dihambat. Namun, kesuksesan penerapan sistem meritokrasi memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak terkait dan dukungan yang berkelanjutan untuk memastikan implementasinya yang efektif (Mustofa, 2017).
Foucault juga menggarisbawahi pentingnya resistensi dan perlawanan terhadap sistem kekuasaan yang ada. Dalam konteks pencegahan korupsi, masyarakat sipil dan media memiliki peran penting dalam mengawasi dan melaporkan tindakan korupsi. Dengan kebebasan pers dan partisipasi aktif dari masyarakat, praktik korupsi dapat lebih mudah terungkap dan ditekan.
Untuk mencegah korupsi secara efektif, pendekatan rehabilitatif juga perlu dipertimbangkan. Hukuman yang keras mungkin tidak selalu efektif dalam jangka panjang. Pendekatan yang lebih berfokus pada rehabilitasi dan reintegrasi pelaku ke dalam masyarakat, dengan menekankan pemahaman dan penghayatan akan pentingnya integritas, dapat memberikan dampak yang lebih berkelanjutan dalam pencegahan korupsi.
Foucault menekankan pentingnya resistensi dan perlawanan terhadap sistem kekuasaan yang ada. Dalam konteks pencegahan korupsi, gagasan ini dapat diterapkan dengan memperkuat peran masyarakat sipil dan media dalam mengawasi dan melaporkan tindakan korupsi. Dengan kebebasan pers dan partisipasi aktif dari masyarakat, praktik korupsi dapat lebih mudah terungkap dan ditekan. Masyarakat yang teredukasi tentang hak-hak mereka dan memiliki wawasan tentang praktik korupsi juga lebih cenderung untuk menuntut akuntabilitas dari pemerintah dan lembaga-lembaga publik.
Dalam upaya pencegahan korupsi, pendekatan rehabilitatif juga perlu dipertimbangkan. Hukuman yang keras mungkin tidak selalu efektif dalam jangka panjang karena tidak mengatasi akar penyebab perilaku koruptif. Pendekatan yang lebih berfokus pada rehabilitasi dan reintegrasi pelaku ke dalam masyarakat, dengan menekankan pemahaman dan penghayatan akan pentingnya integritas, dapat memberikan dampak yang lebih berkelanjutan dalam pencegahan korupsi. Ini melibatkan program-program rehabilitasi yang dirancang untuk membantu pelaku korupsi memahami dampak dari tindakan mereka dan mengubah perilaku mereka ke arah yang lebih positif.
Selain itu, resistensi terhadap korupsi juga dapat muncul dari internal lembaga-lembaga pemerintah sendiri. Penerapan prinsip-prinsip meritokrasi dan budaya organisasi yang berorientasi pada kinerja dan integritas dapat membantu menciptakan lingkungan di mana praktik koruptif tidak dapat berkembang. Dengan memperkuat sistem pengawasan internal dan memberikan insentif yang tepat bagi pegawai yang berkinerja tinggi, lembaga pemerintah dapat menjadi garda terdepan dalam memerangi korupsi.
Resistensi terhadap korupsi juga dapat diperkuat melalui pendidikan anti-korupsi yang menyeluruh. Pendidikan ini dapat dilakukan di berbagai tingkat, mulai dari sekolah hingga lembaga-lembaga pelatihan profesional. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak negatif dari korupsi dan mempromosikan nilai-nilai seperti kejujuran, integritas, dan akuntabilitas, pendidikan anti-korupsi dapat menjadi alat yang kuat dalam membangun resistensi terhadap praktik koruptif.
Selain itu, resistensi terhadap korupsi juga dapat diperkuat melalui penguatan kerjasama antara berbagai lembaga dan pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, dan lembaga pendidikan. Dengan bekerja sama dalam upaya pencegahan korupsi, berbagai pihak dapat saling menguatkan dan melengkapi satu sama lain dalam membangun lingkungan yang bebas dari praktik koruptif.