“Nok, sudah tinggalkan saja cuciannya. Biar ibu saja nanti yang mencuci
piring. Sekarang lebih baik kamu segera mandi dan bersiap ke sekolah. Hari
sudah mulai siang!” Seru ibu seakan memahami isi hati anak semata wayangnya itu.
Dengan berat hati dia pun bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Sebuah tas kumal diraihnya dari meja. Tas itu sudah setia menemaninya belajar sejak dia masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Ibu belum mampu membelikannya tas yang baru. Tapi Eli tidak pernah mempermasalahkannya. Eli mengeluarkan sepeda dan mulai mengayuhnya dengan semangat pagi.
****
Tatapan aneh dan senyuman mengejek warga sekolah menyambutnya. Apa yang dikhawatirkan Eli kini terjadi. Eli merasa tersiksa dengan keadaan seperti saat ini. Dengan kepala tertunduk dia menyusuri halaman sekolah menuju kelasnya yang terletak jauh di dalam gedung sekolah.
“Hai, pembrondol bawang!”
Sapa seseorang di sambut gelak tawa orang-orang di sekitar.
“Awas tutup hidungnya, bau bawang!”
Wajah Eli bersemu merah, dengan cepat kakinya melangkah menemui tempat duduknya di pojok paling depan. Kesabarannya harus dilatih sebelum Ibu Dwi guru Bahasa Indonesia datang untuk menghentikan suara gaduh yang membuat telinganya panas. Dan, hal itu berlangsung cukup lama menjelang bel masuk yang akan berbunyi lima belas menit lagi.
****