****
“Ibu, ini uang hasil membutik hari ini”
Diserahkannya hasil keringat Eli kepada ibunya. Dia langsung menuju ke dapur. Sebuah ruangan yang terletak di belakang rumah, berbilik bambu dan hanya beralaskan tanah liat. Dia menyendok nasi dari atas dandang yang masih bertengger di atas pawon. Diraihnya seiris ikan asin jambal dari atas piring seng. Eli pun makan dengan lahap di sisi ibunya yang tengah menjahit rok seragamnya yang robek.
“Nok, lututmu kenapa kok luka?” Pandangan ibu tertuju ke arah lututnya. Padahal Eli sudah berusaha menutupinya tapi firasat seorang ibu terlalu kuat.
“Eh, ini tidak apa-apa ko Bu. Tadi Eli terjatuh dari sepeda karena terburu-
buru. Maklum perut sudah keroncongan.”
Sebuah kebohongan terpaksa ia ciptakan demi menjaga perasaan ibu. Senyum tersungging di bibir Eli untuk mengurangi rasa khawatir ibunya.
“Ibu obati dengan daun binahong supaya tidak infeksi.”
Kemudian ibu bergegas mengambil beberapa helai daun binahong yang merembet di pagar bambu rumah mereka. Daun itu mengandung zat antiseptik yang mampu menyembuhkan luka. Binahong yang telah dihancurkan itu lalu ditempelkan di atas luka anaknya. Cess.. terasa sejuk ketika daun itu menempel di kulitnya. Sesejuk hati Eli yang merasakan kasih sayang ibu begitu besar kepadanya.
****
Pagi datang terlalu cepat. Eli gelisah memikirkan perundungan yang akan dia dapatkan dari Anita dan ganknya. Pasti mereka akan menghinaku setelah tahu pekerjaanku setiap sore. Tidak seperti biasanya hari itu Eli mencuci piring dengan lamban. Dia berharap ibu membolehkannya tidak masuk sekolah hari ini dengan alasan terlambat. Dia sengaja mengulur-ulur waktu.