Mohon tunggu...
Dwita Ratri Prastiwi
Dwita Ratri Prastiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membuat cerita diwattpad, baca novel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Dua Hati

3 Juli 2023   10:30 Diperbarui: 3 Juli 2023   10:31 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namaku Farah Herning Anindira, aku mempunyai keluarga yang lengkap terdiri dari Mama, Papa, Kakak laki-laki, dan Adik perempuan. Tapi entah mengapa aku merasa tidak dianggap oleh mereka, ada yang bilang kalau menjadi anak tengah itu akan kurang diperhatikan dan kurang mendapatkan kasih sayang. Awal nya aku tidak percaya tapi sekarang aku sedang merasakan nya. 

Kakak laki-laki ku bernama Izza Fannan Mahawira biasa dipanggil Bang Izza. Adik perempuan ku bernama Nesya Rivania. Aku merasa Papa dan Mama lebih menyayangi Kakak dan Adik ku, mereka selalu memuji Bang Izza yang sudah bekerja dan bisa menghasilkan uang sendiri sedangkan aku masih bersekolah kelas 12. Sedangkan kalau dengan adik ku Nesya, aku selalu dibanding-bandingkan dalam hal akademik kami, aku memang tidak sepintar Nesya yang selalu mendapatkan rengking 1 dikelas tapi setidaknya aku tidak manja seperti nya. 

"Ma, Pa, aku berangkat ke sekolah dulu yah," aku mencium punggung tangan kedua orang tua, pamit untuk pergi ke sekolah. 

"Iya sana, ingat Farah di UAS nanti nilai kamu harus bagus. Setidaknya kamu harus bisa masuk lima besar, jangan hanya di sepuluh besar terus," ucap Mama ku. Aku menghela napas lelah, selalu saja seperti ini aku sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi aku selalu mendapatkan rengking sepuluh besar. 

"Contoh lah adek mu, dia selalu rengking 1 dikelasnya," Lagi dan lagi Mama membanding-bandingkan aku dengan Nesya. 

"Iya Ma," tidak mau terlalu mendengarkan ucapan Mama nya, Aku segera pergi ke sekolah. Jangan anggap aku anak durhaka karena maen pergi aja, tetapi aku sudah sangat lelah dan malas mendengarnya. Topik pembahasan nya selalu sama, itu, itu, dan itu lagi. 

"Farah," 

"Gavin!!!!" Aku kaget saat ada yang menepuk pundak ku dan ternyata itu adalah Gavin. Aku melihat laki-laki itu hanya tersenyum. 

"Aku kaget tau," ucapku menggerut. 

"Habisnya lu, pagi-pagi udah ngelamun aja," ucap Gavin. "Kenapa sih? Cerita dong sama gua," tangan Gavin diletakkan di atas pundak ku lalu kami berdua berjalan ber-iringan memasuki kelas. 

Banyak pasang mata yang melihat ke arah kami, disekolah aku dikira pacaran dengan Gavin karena kedekatan kami berdua. Tapi aku dan Gavin tidak pacaran, kami hanya teman. Gavin adalah teman ku sejak kecil dan kalau boleh jujur sebenarnya aku menyimpan rasa untuk teman masa kecil ku ini. 

"Gapapa lagi ga mood aja," jawab ku. 

"Beneran?" tanya Gavin sembari menarik hidung ku. Aku melepaskan tangan Gavin dan mengangguk kecil. 

"Oh iya, adek lu hari ini sekolah gak?" tanya Gavin. 

Aku mengerutkan kening bingung untuk apa Gavin menanyakan tentang adik nya. "Sekolah, kenapa?" 

"Gapapa," jawab Gavin sembari senyum-senyum sendiri. 

Setelah beberapa jam akhirnya jam istirahat berbunyi. Aku bergegas pergi ke kantin untuk mencari makan. Tadi nya aku ingin pergi ke kantin bersama Gavin tetapi laki-laki itu sudah duluan meninggalkan kelas dengan terburu-buru entah kemana. 

"Eh?" Aku yang tidak fokus berjalan membuat ku menabrak bahu seseorang. 

Lalu aku mendongkak. "B-bian," 

Laki-laki didepan ku hanya diam sembari menatap ku lekat, aku melihat sekitar dan ternyata banyak yang melihat kami. Aku merasa tidak nyaman saat diliatin seperti itu. 

"Sorry, Bian. Kalau begitu aku duluan ya," ucap ku saat melihat Bian masih diam. 

"Sampai kapan?" 

Baru saja aku hendak melangkah suara Bian terdengar. Aku otomatis memutar tubuh ku kembali dan saat ini mata ku dengan mata Bian saling tatap. 

"Hm?" aku bingung dengan maksud Bian. 

"Sampai kapan lu mau menghindar dari gue?" tanya Bian. Sekarang aku mengerti akan ucapan Bian. 

"Bian, plis. Kita udah ngebahas ini sebelum nya," ucap ku. 

"Yaudah oke, gue kemaren cuma mengutarakan perasaan gue doang sama lu. Gue ga maksa lu buat jadi pacar gue, terus kenapa lu malah menghindar dari gue?" ucap Bian. 

Aku terdiam, aku tidak tahu mau menjawab apa. Aku dan Bian baru berteman beberapa bulan ini akan tetapi kemaren Bian mengatakan kalau dia menyukai ku. Tentu saja aku menolak Bian, karena sudah jelas aku mencintai Gavin, sebenarnya bukan itu saja alasan aku menolak Bian. Bian itu terkenal badboy, aku takut kalau laki-laki itu hanya mempermainkan perasaan ku saja. 

Alasan aku mengindari Bian, karena aku malu untuk bertemu dengan laki-laki itu setelah menolak cinta nya kemaren. Karena selama berteman dengan Bian, aku selalu menceritakan soal Gavin. Soal mencintai Gavin, aku tidak menduga kalau ternyata Bian menyukai ku.

"Kita masih bisa berteman, Fa. Gue gak akan marah sama lu soal kemaren," ucap Bian. 

"B-bukan gitu Bian," ucap ku terbata-bata. 

"Terus apa, apa alesan lu menghindari gue?" tanya Bian. "Kalau lu, emang merasa gak enak soal kemaren santai aja. Gue akan nungguin lu, sampai lu yakin sama gue," 

"Lu mau ke kantin kan?" karena melihat Farah yang tak kunjung menjawab akhirnya Bian bertanya. Aku mengangguk kecil. 

"Bareng," tanpa izin dari ku Bian, menarik tangan ku menuju kantin. 

Dikantin Bian, sedang memesakan makanan untuk ku. 

"Lu disini toh," 

Aku menoleh dan melihat Gavin yang datang bersama Nesya. 

"Hai kak," ucap Nesya. Aku melihat sepertinya Nesya sengaja membuat ku cemburu dengan mengaitkan tangan nya ke tangan Gavin. Nesya tahu kalau aku mencintai Gavin. 

"Hai," ucap ku. 

"Lu belum pesan makan?" tanya Gavin. 

"Lagi--" sebelum ucapan ku selesai Bian datang. 

"Sorry lama, ini makanan lu," ucap Bian. 

Aku melihat perubahan muka Gavin saat melihat kedatangan Bian. 

"Makasih, Bian." ucap ku.

Lalu kami makan bersama. Aku melihat Bian dan Nesya saling suap-suapan. Mati-matian aku berusaha menahan perasaan sakit ini. Tiba-tiba tangan ku dibawah sana digenggam oleh Bian. Aku menoleh ke samping menatap Bian, laki-laki disamping ku ini seperti sedang tahu saja perasaan ku saat ini. 

Keesokan harinya tiba-tiba Gavin mengajak ku bicara. 

"Kenapa Gavin?" tanya ku. 

"Menurut lu, kalau gue jadian sama Nesya gimana?" tanya Gavin. 

"Kamu suka sama Nesya?" Aku melihat Gavin mengangguk. 

"Lu gak ada masalah kan kalau gue pacaran sama adek lu?" Gavin bertanya lagi. 

"Kamu kan tahu Gavin, kalau aku suka sama kamu," ucap ku dengan lirih. 

Selama beberapa saat aku dan Gavin sama-sama terdiam. 

"Tapi gue cuma nganggep lu sebagai seorang sahabat aja," Jawaban Gavin seperti tamparan keras buat ku. 

Ya seharusnya aku sudah bisa menebak sejak awal, saat pertama kali aku mengatakan kalau aku menyukai Gavin, laki-laki itu langsung menolak ku. 

"Sahabat ya?" Aku hanya bisa tersenyum pedih. 

Jadi Gavin menyukai adikku? Hah, bodoh sekali kamu Farah. Aturan selama ini aku bisa melihat nya. Bagaimana Gavin yang terus bertanya tentang Nesya. 

"Kalau begitu aku duluan ya," ucap ku. Sakit. Sakit sekali aku tidak bisa menahan nya lagi. Setelah kasih sayang kedua orang tuaku dan abangku, kini Nesya juga mengambil laki-laki yang dirinya cintai. Apa ia tidak berhak bahagia Tuhan? 

"Nangis aja," Aku yang sedang duduk sendirian tiba-tiba dipeluk oleh Bian. 

"Kok kamu bisa ada disini, Bian." ucapku dengan menghapus air mata. 

"Maaf, gue gak sengaja denger obrolan lu sama Gavin." ucap Bian. 

"Ternyata sesakit itu ya, Bi." ucapku dengan terkekeh. "Lucu sekali ternyata selama ini laki-laki yang kucintai malah menyukai adik ku sendiri," 

"Aku salah dengan semua perhatian nya padaku, aku saja yang terlalu mudah baper dengannya," 

Bian tiba-tiba memegang tangan ku lalu digenggam nya. 

"Izinin gue gantiin Gavin, Fa. Kasih gue kesempatan buat dapetin cinta lu." ucap Bian. Aku menatap mata Bian, hanya ada kesungguhan dimata itu. 

"A-aku takut," ucapku. 

"Takut kenapa?" tanya Bian. 

"Aku takut kamu cuma main-main aja sama aku. Aku takut kalau kamu gak serius sama aku," ucapku. 

"Kenapa bisa menyimpulkan seperti itu?" tanya Bian. 

"Yang aku dengar dari kabar anak-anak, kalau kamu itu banyak mempermainkan perasaan gadis-gadis. Aku gak mau menjadi salah satu nya dari gadis-gadis itu," 

"Gue emang nakal, Fa. Tapi gue berani berjanji satu hal sama lu, kalau gue gak akan main-main sama lu. Gue akan terus selalu ada buat lu, gue sayang sama lu, Fa." ucap Bian panjang lebar. 

Aku bingung, apakah ini saat nya untuk ku memberikan Bian kesempatan dan melupakan Gavin. Tapi jujur sebenarnya aku juga merasa nyaman saat didepan Bian, hanya saja aku sedikit takut. Selama ini memang aku bisa melihat kesungguhan dimata Bian. Dengan menarik napas yang dalam-dalam aku mencoba menjawab pertanyaan Bian. 

"Bantu aku, Bi. Bantu aku buat bisa suka dan cinta sama kamu," ucapku. 

"Lu serius? Kalau lu merasa ini terpaksa gausah gak papa, jangan dipaksain." ucap Bian. 

"Engga Bian, aku mau mencobanya. Lagi pun percuma juga aku masih mencintai Gavin, sedangkan yang Gavin mau Nesya." ucapku. 

Bian memeluk ku dengan erat. Inilah jawaban yang dia tunggu-tungu Farah menerima cerita nya. Aku membalas pelukan Bian, tak kalah erat sembari memejamkan mata. Tuhan, tolong jangan ambil kebahagiaanku yang satu ini. Yakinkan hatiku untuk mencintai laki-laki yang saat ini sedang memeluk ku, jadikan Bian sebagai rumah untuk ku pulang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun