Mohon tunggu...
Dwi Safty Wulandari
Dwi Safty Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Untuk menjadi bintang, kamu harus bersedia untuk ditempatkan di titik paling gelap. Karena bintang tidak dapat bersinar tanpa malam.

Selanjutnya

Tutup

Book

Book Review "Hukum Kewarisan Islam di Indonesia"

10 Maret 2023   22:11 Diperbarui: 10 Maret 2023   22:18 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Yang terakhir jika Mafqud berkedudukan sebagai ahli waris yang dimana bagian Mafqud akan ditahan dulu  sampai benar-benar jelas kematiannya. Selanjutnya untuk penyelesaian pembagian harta warisan yang ahli warisnya ada yang Mafqud ialah:

1. Diselesaikan lebih dulu beberapa bagian mereka masing-masing yang sekiranya si Mafqud dianggap masih hidup, 2. Diselesaikan lagi beberapa bagian dari masing-masing yang sekiranya si Mafqud dianggap sudah meninggal dunia, 3. Dari dua penyelesaian sebelumnya, maka ahli waris diberikan bagian yang terkecil dari dua perkiraan. Dan sisanya ditahan untuk si Mafqud, sampai permasalahannya menjadi jelas, baik vonis pengadilan, maupun karena kadaluarsa masa tunggu.

Selanjutnya adalah Kewarisan Mati Beruntun yang dimana hak warisnya menurut Abu Bakar, Zaid, Ibnu Abbas, Auza'i, Malik, Imam Syafi'i, Abu Hanifah, dan Ahmad, bahwa dalam satu riwayat mengatakan bahwa mereka tidak saling mewarisi karena statusnya jelas-jelas telah meninggal dunia. Sedangkan menurut Umar, Ali, Imam Ahmad, Syuraih, Al-Sya'bi, 'Atha', Ibnu Abi Lalila, yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud, bahwa antara mereka yang mengalami kematian beruntun itu saling mewarisi. 

Kemudian kewarisan anak dari hasil zina dan anak Mula'anah, yang dimana anak mula'anah adalah anak yang dilahirkan oleh seorang wanita yang dili'an oleh suaminya. Keterlibatan hukum dalam anak zina dan mula'anah ialah, anak hasil zina tidak memiliki hubungan nasab, wali nikah, dan nafaqah dengan pria yang menyebabkan kelahirannya, lalu anak hasil zina hanya memiliki hubungan nasab dengan ibu dan keluarga pihak ibu nya, dna yang terakhir adalah jika li'an itu terbukti maka seorang anak akan berubah statusnya menjadi anak tidak sah (mula'anah) dan dimata hukum anak itu sederajat dengan anak hasil zina yang dimana hubungan nasab dan lainnya itu hanya dengan sang ibu dan keluarga ibu, sedangkan untuk pria yang meli'annya tidak memiliki hubungan apa-apa.

Bagian selanjutnya adalah mengenai wasiat dan hubungannya dengan hukum kewarisan. Definisi wasiat sendiri diambil dari kata al-washiyah yang secara bahasa berarti pesan, perintah, dan nasihat. Kemudian para ulama fikih mendefinisikan wasiat sebagai penyerahan harta secara sukarela dari seseorang kepada pihak lain yang berlaku setelah orang tersebut wafat, baik itu harta berbentuk materi maupun berbentuk manfaat. 

Hukum melakukan wasiat menurut Az-Zuhri dan Abu Miljaz adalah wajib, sedangkan menurut Imam Takiyuddin Abi Bakar bin Muhammad Al-Husain adalah wajib, menurut Ibnu Hazm wasiat itu hukumnya fardhu'ain, sedangkan menurut Abu Daud, Masruq, Thawus, Iyas, Qatadah, dan Ibnu Jabir wasiat itu hukumnya wajib, dan menurut jumhur ulama dan fuqaha syi'ah zaidiyah, wasiat kepada orang tua dan kerabat tidak termasuk fardhu'ain dan wajib. Kemudian untuk dasar hukum disyariatkannya wasiat terdapat didalam Al-Qur'an Q.S. Al-Ma'idah ayat 106, Q.S. Al-Baqarah ayat 180, dan Q.S. An-Nisa ayat 11. 

Untuk rukun dari wasiat itu sendiri adalah pewasiat, penerima wasiat, harta yang diwasiatkan, dan redaksi (sighat) wasiat. Terkait batalnya wasiat yaitu:

1. Calon penerima wasiat berdasarkan keputusan hakim yang telah mempunyai kekustan hukum yang tetap dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat si pewasiat, lalu dipersalahkan karena memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman lima tahun penjara atau lebih, lalu dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau mencabut atau mengubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat, dan dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dari pewasiat. 

2. Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai ia meninggal dunia sebelum meninggalnya si pewasiat, lalu mengetahui adanya wasiat tersebut tetapi ia menolak untuk menerimanya, dan ia mengetahui adanya wasiat itu tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak sampai ia meninggal sebelum si pewasiat wafat. 

3. Wasiat menjadi batal apabila barang yang diwasiatkan musnah. Kemudian untuk larangan wasiat itu sendiri terdapat di dalam pasal 207 dan pasal 208 Kompilasi Hukum Islam. Wasiat wajibah, ialah tindakan yang dilakukan oleh penguasa atau hakim sebagai aparat negara untuk memaksa atau memberi putusan wajib bagi orang yang telah meninggal, yang diberikan kepada orang tertentu dalam keadaan tertentu.

Hibah dan hubungannya dengan hukum kewarisan, hibah merupakan melewatkan atau menyalurkan atau memberi, sedangkan menurut istilah hibah berarti suatu pemberianyang bersifat sukarela, tanpa mengharapkan adanya kontraprestasi dari pihak penerima pemberian, dan pemberian itu dilangsungkan pada si pemberi masih hidup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun