Mohon tunggu...
Dwi RetnoWulandari
Dwi RetnoWulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa smt 2

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perdagangan dan Bisnis dalam Islam

9 Januari 2024   21:27 Diperbarui: 9 Januari 2024   22:11 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Assalamualaikum Wr.Wb

Hai teman-teman yang haus akan ilmu!!!

Dengan adanya karya tulis ini saya akan sedikit sharing mengenai bagaimana sejarah perdagangan islam dan bisnis dalam islam. 

Belakangan ini sering muncul dengan berbagai macam bentuk praktik dengan tipu muslihat yang menjadi bagian intergal dalam kehidupan ekonomi manusia saat ini, Mulai yang terkecil, pada pasar tradisional tempat transaksi tradisional tempat transaksi perniagan rakyat, sulit memiliki nilai kejujuran dan sulit diidentifikasi sampai proses perniagaan besar nilai kejujuran tidak dapat lagi karena jangka pendek yakni keuntungan, padahal fakta menunjukkan bahwa eksistensitas sering mengabaikan komitmen moral kejujuran dalam jangka panjang eksistensinya akan terpuruk, sebaliknya entitas bisnis mengedepankan komutmen moral kejujuran dalam setiap transaksi yang dilakukan, sehingga eksistensinya makin meningkat.

1. Sejarah perdagangan

Perdagangan pada awalnya melibatkan pertukaran barang tanpa menggunakan uang. Sejarah perdagangan dimulai sekitar 150.000 tahun lalu, dan pada abad ke-3 SM, Yunani dan Romawi menuju Eropa dan China untuk berdagang. Pada 1929-1930, terjadi keruntuhan ekonomi global. Islam mengalami kejayaan ekonomi melalui perdagangan, terutama di era Abbasiyah.

Surat Al-Qur'an, seperti Quraisy, mencerminkan kesejahteraan ekonomi dan keamanan yang diberikan pada suku Quraisy di Mekah. Hadits menyebutkan pentingnya berdagang, dengan Rasulullah menekankan bahwa dalam perdagangan terdapat pintu rezeki.

Orang Muslim pada masa itu berhasil menggantikan dominasi perdagangan penganut Kristen, Yahudi, dan Zoroaster. Namun, saat ini, perdagangan dunia banyak dikuasai oleh non-Muslim, seperti pedagang China.

Dalam kutipan surat Al - Baqarah ayat 282 juga menjelaskan tentang bagaimana etika dalam berbisnis dan berdagang. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang- piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun dari padanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar.

Ayat Al-Baqarah 2:282 menjelaskan etika berbisnis, menekankan transparansi, kejujuran, dan pelaksanaan akad yang sesuai dengan Islam. Rasulullah sendiri terkenal sebagai pedagang yang dapat dipercaya, diberi gelar Al Amin. Setiap orang memiliki kebutuhan, dan usaha untuk mencari rezeki harus dilakukan secara halal. Berdagang bisa menjadi cara, dengan aturan berdagang yang baik, seperti memilih barang berkualitas, tidak merugikan pelanggan, dan menjaga transparansi serta kejujuran.

Zakat, sebagai rukun Islam, harus dikeluarkan dari hasil bisnis untuk membersihkan harta dan mendapatkan keberkahan. Prinsip-prinsip Islam, seperti kepuasan konsumen, pelayanan unggul, transparansi, dan persaingan sehat, mencerminkan etika berbisnis yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW.

2. Sistem Perdagangan dalam Islam

Perdagangan dalam Islam memiliki prinsip-prinsip seperti al-bai, al-tijarah, dan al-mubadalah, yang dalam terminologi mengacu pada pertukaran barang dengan barang atau uang dengan saling merelakan hak milik. Dalam sejarah, perdagangan Islam memainkan peran penting dalam perolehan harta, dengan Islam memimpin hukum-hukum yang mendukung persaingan sehat.

Ekonomi Islam memiliki empat landasan filosofis, termasuk tauhid (mengikuti ketentuan Allah), keadilan, keseimbangan, dan pertanggungjawaban. Kebebasan ekonomi ditekankan, di mana individu bebas melakukan aktivitas ekonomi tanpa larangan, tetapi dengan memperoleh keridhaan Allah.

Sistem perdagangan dalam Islam mengakui muamalah sebagai aspek kehidupan yang menekankan hubungan horizontal dan sektor rill. Islam lebih mengutamakan sektor rill daripada moneter, memastikan keterkaitan keduanya dengan efektif dan efisien. Perdagangan dalam Islam harus mengikuti prinsip kaidah yang ditetapkan oleh Allah, memastikan aktivitas perdagangan menjadi nilai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah.

Ciri-ciri perdagangan Islam melibatkan kejujuran, menolak praktik zero-sum game, yang artinya keuntungan satu pihak tidak berarti kerugian pihak lain. Larangan penipuan (gharar) ditegaskan, dan Surat An-Nisa' 29:5 mengarahkan umat Islam untuk menjauhi jalan batil dalam perdagangan. Ayat ini juga menekankan bahwa berdagang seharusnya tidak menghalangi kewajiban beribadah kepada Allah.

Didalam Alquran Surat An-Nisa' 29:5 menjelaskan bahwa berdagang merupakan jalan yang telah diperintahkan oleh Allah untuk menghindari dari jalan bathil dalam pertukaran sesuatu yang terjadi diantara sesama manusia. Seperti yang dijelaskan dalam Surah Al- quran An-Nisa' 29:5

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.".

3. Larangan dalam Berdagang

Dalam berdagang seorang muslim harus mempunyai etika dan harus tau larangan dalam berdagang agar nilai kejujuran tidak hilang. Menurut Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, adapun beberapa hal yang dilarang dalam perdagangan, antara lain:

* Menjual dengan yang haram. Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah: "Sesungguhnya Allah dan RasulNya telah mengharamkanmemperdagangkan arak, bangkai, babi dan patung." (Riwayat Bukhari dan Muslim),sehingga, secara hukum haram untuk dilakukan.

* Menjual barang yang masih tidak jelas.  Apabila barang atau jasa yang dijual tidak diketahui atau karena adanya unsur penipuan maka dapat menimbulkan pertentangan antara penjual dan pembeli karena salah satu ada yang ingin menipu, hal ini sangat dilarang dalam islam karena adanya unsur ketidakjelasan dalam berdagang. Tetapi jika barang atau jasa memiliki kesamaran tidak seberapa atau urfiyah maka hal tersebut tidaklah haram seperti bwortel,lobak dan sebagainya. Menurut Madzhab Malik, mdiperbolehkan menjual semua yang sangat dibutuhkan kesamarannya itu tidak banyak dan memberatkan diwaktu aqad.

* Mempermainkan Harga, Islam memberikan kebebasan dalam berdagang. Hal ini sesuai dengan Hadist Rasulullah SAW bahwa "Allah lah yang menentukan harga dan yang mencabut. Yang meluaskan dan yang memberi rezeki. Saya mengharap ingin bertemu Allah sedang tidak ada seorang pun di antara kamu yang meminta saya supaya berbuat zalim baik terhadap darah maupun harta benda." (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tarmizi, Ibnu Majah, ad-Darimi dan Abu Ya'la) (Adolf, 2010).

* Menimbun harta, menimbun harta sangat dilarang, hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah s.a.w. melarang menimbun dengan ungkapan yang sangat keras. "Barangsiapa menimbun bahan makanan selama empat puluh malam, maka sungguh Allah tidak lagi perlu kepadanya. (Riwayat Ahmad, Hakim, Ibnu Abu Syaibah dan Bazzar) (Adolf, 2010).

* Mencampuri Kebebasan Pasar, misalnya seorang yang tinggal dikota (tengkulak) menjualkan barang milik orang kampong padahal orang kampung bias untuk menjual barang tersebut dengan harga mahal dan menguntungkan tetapi karena seorang yang berasal dari kota (tengkulak) yang membeli barang dengan murah(Adolf, 2010). Bentuk semacam ini, waktu itu sudah biasa terjadi di masyarakat, sebagaimana yang dikatakan oleh sahabat Anas r.a.: "Kami dilarang orang kota menjualkan barang orang dusun, sekalipun dia itu saudara kandungnya sendiri." (Riwayat Bukhari dan Muslim) (Adolf, 2010).

* Penipuan, Demi menjaga ketidak adanya campur tangan orang lain yang bersifat penipuan, maka dilarangnya juga oleh Rasulullah apa yang dinamakan najasyun (menaikkan harga) yang menurut penafsiran Ibnu Abbas, yaitu: "Engkau bayar harga barang itu lebih dari harga biasa, yang timbulnya bukan dari hati kecilmu sendiri, tetapi dengan tujuan supaya orang lain menirunya." (Adolf, 2010).

* Mengurangi Takaran dan Timbangan, salah satu macam penipuan ialah mengurangi takaran dan timbangan (Adolf, 2010).

4. Konsep Bisnis dalam Islam

Bisnis merupakan suatu istilah yang di jelaskan saat suatu aktivitas yang menghasilkan barang dan jasa untuk kehidupan masyarakat atau kebutuhan masyarakat berbisnis merupaka suatu kegiatan di lakukan oleh manusia yang ingin berusaha untuk mendapatkan Rizky yang sesuai dengan etika yang sudah di jelaskan di atas.

Menurut Norvademi, dalam jurnal Bisnis dalam perspektif Islam menjelaskan bahwa Bisnis merupakan suatu istilah untuk menjelaskan segala aktivitas berbagai institusi dari yang menghasilkan barang dan jasa yang perlu untuk kehidupan masyarakat sehari-hari (Luis & Moncayo, n.d.). Secara umum bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien (Luis & Moncayo, n.d.). Adapun sektor-sektor ekonomi bisnis tersebut meliputi sektor pertanian, sektor industri, jasa, dan perdagangan (Luis & Moncayo, n.d.).

Lebih khusus Skinner mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat (Luis & Moncayo, n.d.). Menurut Anoraga dan Soegiastuti, bisnis memiliki makna dasar sebagai "the buying and selling of goods and services." dalam pandangan Straub dan Attner, bisnis tak lain adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit (Zendy, 2017).

Adapun dalam Islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram (Luis & Moncayo, n.d.).

Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa Islam mewajibkan setiap muslim yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Salah satu pokok yang memungkinkan manusia dalam memiliki harta, dan berusaha mencari nafkah. Allah SWT melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dimanfaatkan untuk mencari rezeki. Sebagaimana terdapat didalam surat QS. Al-Mulk ayat 15:

Artinya: Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki Nya" Dan didalam surat Q.S Al- A'araf ayat 10 yaitu:

Artinya: "Sesungguhnya kami telah menempatkan kamu sekalian di bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi itu(sumber-sumber) penghidupan."Selain itu, Allah menyatakan dengan menganjurkan mengenai kehalalan rezeki dan bagaimana menjalankannya. Sebagaimana dalam Q.S Al-An'am ayat 141:

Artinya: "Dan janganlah kalian berbuat israf (menafkahkan harta dijalan kemaksiatan), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat israf.

PENUTUP

Secara umum perdagangan dalam islam adalah terpenuhinya semua kebutuhan serta berkeadilan sebagai sarana ibadah kepada Allah. Hal yang harus dibangun dalam melakukan kegiatan berdagang adalah mengarahkanya dan menghindari dari pemborosan,kemewahan. Karena hal tersebut dilarang oleh Allah SWT yang akan mendapatkan timbul negatif dalam kehidupan ekonomi seperti banyaknya orang yang kelaparan dan kemiskinan atau bertambahnya pengangguran.

Bisnis merupakan aktivitas yang segala macamnya terjadi dalam kehidupan manusia secara luas. Dengan banyaknya pelaku bisnis dan beragam motif semakin kompeleks terhadap permasalahan bisnis. Karena terkadang membuat objek pelaku bisnis terjebak dalam melakukan secaracara untuk mencapai tujuan tersebut. jika tujuan tersebut hanya mencari laba dan keuntungan semata maka hal ini terjadi perbuatan negatif yang akhirnya menjadi kebiasaan dalam perilaku berbisnis.

Sebagaimana yang telah ditetapkan islam berdasarkan pandangan islam bahwa prinsip dasar praktik yang harus dijadikan landasan pada Al-quran dan Sunnah harus dilindungi dengan ajaran islam yaitu akidah.

Prinsip dasar praktik meliputi Tahuid, kejujuran, prinsip khilafah dan pertanggungjawaban, dan prinsip keadilan yang terkndung bersifat universal dan berlaku waktu kapanpun. Penerapan dalam prinsip ini menjamin tidak hanya sebatas bidang makanan yang terhindar dari kemudharatan atau tindakan yang merugikan pembeli.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun