Mohon tunggu...
Dwi Meilani Hasmiyatni
Dwi Meilani Hasmiyatni Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru hobi menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mewujudkan Pembelajaran yang Berpihak pada Murid melalui Supervisi Akademik dengan Paradigma Coaching

23 Maret 2023   21:28 Diperbarui: 23 Maret 2023   21:49 1003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila itu terjadi tentunya jangan harap pula bila hasil supervisi akademik dapat berdampak secara  nyata dan langsung pada guru-gurunya dan kegiatan pembelajaran mereka di kelas. Bahkan jangankan mendorong guru untuk mengembangkan kompetensi diri dan senantiasa memiliki growth mindset, serta keberpihakan pada murid terkadang ironis kepala sekolah sendiri tidak mengetahui kualitas guru yang seharusnya disupervisi olehnya.

Terlepas dari realitas yang terjadi tersebut lalu pertanyaan yang kemudian muncul adalah kepala sekolah ideal seperti apakah yang dapat mendorong kita sebagai warga sekolah untuk selalu mengembangkan kompetensi diri dan senantiasa memiliki growth mindset, serta keberpihakan pada murid?  Jawabannya adalah pemimpin sekolah yang dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.

Program guru penggerak mempersiapkan seorang guru penggerak untuk menjadi seorang kepala sekolah atau pemimpin sekolah yang dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Sebagai kepala sekolah, tentunya tidak akan terlepas dengan tugas supervisi akademik. Supervisi akademik ini dilakukan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid.

Untuk dapat melakukan itu, diperlukan paradigma berpikir bertumbuh dan keberpihakan pada murid. Apa pun pendekatan yang digunakan untuk pengembangan kompetensi, kesemuanya diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan. Salah satu pendekatan dengan  paradigma yang memberdayakan ini yaitu melalui paradigma coaching. Whitmore (2003) mengungkapkan bahwa coaching adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya. 

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, di mana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. 

Coaching berbeda dengan mentoring, konseling, fasilitator dan training. Keempatnya memiliki benang merah yang dapat ditarik perbedaannya dari segi tujuan dan hubungan. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation mendefinisikan coaching sebagai"...bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif." 

Konsep coaching dalam konteks pendidikan sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang  menekankan bahwa tujuan pendidikan itu 'menuntun' tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. 

Berdasarkan hal tersebut keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai 'pamong' dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya. 

Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan coaching. Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan  (andayani/handayani) semua kekuatan diri pada murid. 

Sebagai seorang Guru  (pendidik/pamong) dengan semangat Tut Wuri Handayani, maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau paradigma berpikir Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching sebagai salah pendekatan komunikasi dengan semangat among (menuntun). 

Dalam relasi guru dengan guru, seorang coach juga dapat membantu seorang coachee untuk menemukan kekuatan dirinya dalam pembelajaran. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara seorang coach dan coachee yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun