Berdasarkan hasil prites yang sudah dilakukan. Data yang nampak melalui tabel berikut yaitu dari 6 siswa yanng memiliki sikap religius tinggi 2 siswa dan 4 diantaranya sedang. Pada siklus pertama dilaksanakan layanan dengan teknik homeroom yang dima konselor menerapkan situasi yang hangat seperti di rumah sendiri. Berikut hasil postes siklus 1.
         Dari hasil siklus 1 terdapat kenaikan skor pada masing masing anggota kelompok.
           Dari hasil siklus 2 terdapat kenaikan skor dari masing -masing anggota kelompok. Dengan rata-rata 36.3 pada hasil tersebut.
Â
Â
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas teknik homeroom dalam meningkatkan karakter religius siswa di SMP Muhammadiyah 9 Yogyakarta. Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan bahwa penerapan teknik homeroom membawa dampak positif yang signifikan terhadap sikap dan perilaku religius peserta didik. Hasil pre-test menunjukkan bahwa rata-rata nilai awal siswa adalah 28,6, yang mencerminkan pemahaman dan praktik religius yang masih rendah. Setelah dilakukan intervensi melalui dua siklus homeroom, nilai rata-rata post-test meningkat menjadi 36,3. Kenaikan ini menunjukkan bahwa teknik homeroom efektif dalam menumbuhkan karakter religius siswa.
Penerapan teknik homeroom melibatkan berbagai aktivitas, termasuk diskusi tematik, doa bersama, dan refleksi, yang dirancang untuk menciptakan suasana akrab dan mendukung pertumbuhan spiritual siswa. Aktivitas diskusi tematik, misalnya, memberikan kesempatan bagi siswa untuk membahas isu-isu religius secara mendalam dan saling berbagi pandangan. Hal ini tidak hanya meningkatkan pemahaman mereka tentang ajaran agama, tetapi juga mengembangkan keterampilan sosial yang penting dalam konteks interaksi antar teman sebaya. Selama sesi doa bersama, siswa dilatih untuk memahami makna spiritual dari doa dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu temuan penting dalam penelitian ini adalah bagaimana teknik homeroom dapat membantu siswa untuk menginternalisasi nilai-nilai religius dalam perilaku sehari-hari. Refleksi yang dilakukan setelah setiap sesi memberikan ruang bagi siswa untuk merenungkan pengalaman mereka dan menghubungkannya dengan ajaran agama. Proses refleksi ini menjadi krusial dalam menumbuhkan kesadaran diri siswa mengenai pentingnya karakter religius. Dengan mengaitkan pengalaman pribadi dengan nilai-nilai agama, siswa lebih mudah untuk menerapkan ajaran tersebut dalam konteks nyata.
Meskipun hasil penelitian menunjukkan peningkatan yang signifikan, ada juga tantangan yang dihadapi dalam proses implementasi teknik homeroom. Beberapa siswa awalnya merasa canggung atau ragu untuk berbagi pendapat selama diskusi. Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih lembut dan suportif dari guru untuk mendorong partisipasi aktif siswa. Diperlukan upaya berkelanjutan dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung, di mana siswa merasa bebas untuk mengekspresikan diri tanpa takut dihakimi.
Selain itu, tantangan lain yang mungkin dihadapi adalah kesenjangan antara teori pendidikan agama dan praktik di lapangan. Banyak siswa yang mungkin telah menerima pendidikan agama, namun kurang mampu menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Teknik homeroom menawarkan pendekatan yang lebih personal dan terintegrasi, yang diharapkan dapat menjembatani kesenjangan ini. Dalam sesi homeroom, interaksi yang lebih dekat antara guru dan siswa dapat membantu dalam memahami latar belakang dan tantangan yang dihadapi siswa, sehingga bimbingan yang diberikan lebih relevan dan tepat sasaran.