Estetika, yang berhubungan dengan keindahan dan pengalaman estetik, juga memiliki interaksi yang signifikan dengan aksiologi. Dalam konteks pendidikan Islam, estetika tidak hanya berhubungan dengan seni, tetapi juga mencakup cara penyampaian materi ajar yang menarik dan menyenangkan. Aksiologi dapat memberikan nilai-nilai yang mendasari pentingnya estetika dalam pendidikan, sehingga menciptakan lingkungan belajar yang lebih menarik.
Data dari penelitian oleh Harahap (2021) menunjukkan bahwa lingkungan belajar yang estetis dapat meningkatkan motivasi siswa. Dalam studi tersebut, 80% siswa menyatakan bahwa mereka lebih termotivasi untuk belajar di ruang kelas yang memiliki desain yang menarik dan estetis (Harahap, hal. 30, 2021). Ini menunjukkan bahwa ada hubungan langsung antara nilai-nilai aksiologi yang diterapkan dalam estetika pendidikan dan peningkatan motivasi belajar siswa.
Contoh penerapan estetika dalam pendidikan Islam dapat dilihat pada penggunaan seni Islam dalam pengajaran. Misalnya, pengajaran tentang kaligrafi Arab tidak hanya mengajarkan siswa tentang tulisan, tetapi juga tentang nilai-nilai keindahan dan keselarasan yang terkandung dalam seni tersebut. Hal ini sejalan dengan pandangan Al-Faruqi (1986) yang menekankan pentingnya estetika dalam pendidikan Islam sebagai sarana untuk mendekatkan siswa kepada nilai-nilai spiritual (Al-Faruqi, hal. 78, 1986).
Dengan mengintegrasikan aksiologi dan estetika, lembaga pendidikan Islam dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih holistik. Siswa tidak hanya belajar tentang nilai-nilai moral dan etis, tetapi juga menghargai keindahan dalam setiap aspek pendidikan mereka. Hal ini penting untuk membentuk individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga peka terhadap nilai-nilai estetis dalam kehidupan sehari-hari.
c. Interaksi antara Aksiologi dan Moralitas
Moralitas, yang berkaitan dengan prinsip-prinsip baik dan buruk dalam perilaku manusia, merupakan aspek penting yang harus diperhatikan dalam pendidikan. Aksiologi memberikan panduan tentang nilai-nilai yang seharusnya dipegang dalam konteks moralitas. Dalam pendidikan Islam, moralitas tidak hanya diukur dari tindakan, tetapi juga dari niat dan tujuan yang mendasarinya.
Penelitian oleh Supriyadi (2019) menunjukkan bahwa lembaga pendidikan yang menerapkan nilai-nilai aksiologi dalam kurikulum mereka cenderung menghasilkan lulusan yang memiliki moralitas tinggi. Dalam studi tersebut, 85% lulusan dari sekolah yang menerapkan pendidikan berbasis nilai-nilai Islam melaporkan bahwa mereka merasa lebih bertanggung jawab dalam tindakan mereka. Ini menunjukkan bahwa aksiologi dapat berfungsi sebagai fondasi bagi pengembangan moralitas dalam pendidikan.
Contoh konkret dapat dilihat pada program pengabdian masyarakat yang diterapkan di banyak sekolah Islam. Siswa dilibatkan dalam kegiatan sosial yang tidak hanya mengajarkan mereka tentang tanggung jawab sosial, tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai moral yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan ini membantu siswa untuk memahami pentingnya moralitas dalam konteks yang lebih luas, sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan pada kepedulian terhadap sesama.
Interaksi antara aksiologi dan moralitas dalam pendidikan Islam sangat penting untuk membentuk karakter siswa. Dengan memahami nilai-nilai yang mendasari tindakan mereka, siswa dapat membuat keputusan yang lebih baik dan bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan pendapat Murtadho (hal. 67, 2020) yang menyatakan bahwa pendidikan moral harus menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan Islam.
d. Sinergi antara Etika, Estetika, dan Moralitas dalam Manajemen Pendidikan Islam
Sinergi antara etika, estetika, dan moralitas dalam manajemen pendidikan Islam menciptakan pendekatan yang komprehensif terhadap pendidikan. Ketiga elemen ini saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain dalam membentuk individu yang berkarakter. Dalam konteks ini, aksiologi berperan sebagai jembatan yang menghubungkan ketiga aspek tersebut.