Dalam buku Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Husni Rahim berpendapat bahwa secara eksternal masa depan pendidikan Islam dipengaruhi oleh tiga isu besar, yaitu globalisasi, demokratisasi, dan liberalisme Islam. Tanpa bermaksud melakukan simplifikasi, Syahrin Harahap mencoba mengkategorikan ciri-ciri pergaulan global, yaitu:
Pertama, terjadi pergeseran. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran dari konflik ideologi dan politik ke arah persaingan perdagangan, investasi dan informasi; pergeseran dari keseimbangan kekuatan (balance of power) ke arah keseimbangan kepentingan (balance of interest).
Kedua, hubungan antara negara/bangsa secara struktural berubah dari sifat ketergantungan (dependency) ke arah saling tergantung (interdependency); hubungan yang bersifat primordial berubah menjadi sifat tergantung kepada posisi tawar (bargaining position).
Ketiga, batas-batas geografi hampir kehilangan arti operasionalnya karena ditentukan oleh kemampuan memanfaatkan keunggulan komparatif (comparative advantage) dan keunggulan kompetitif (competitive advantage).
Keempat, persaingan antarnegara sangat diwarnai oleh perang penguasaan teknologi tinggi. Demikian juga terciptanya budaya dunia yang cenderung mekanistik, efisien, tidak menghargai nilai dan norma yang secara ekonomi tidak efisien.
Dampak dalam konteks pendidikan pun tak kalah menarik untuk dicermati, munculnya pemalsuan ijazah, tradisi nyontek dikalangan siswa/mahasiswa, plagiasi karya tulis, makalah, skripsi, tesis, dan disertasi. Globalisasi akan memesatkan pengkomersilan pendidikan itu sendiri. Kelompok pengusaha pendidikan akan mengaut keuntungan melalui bidang pendidikan. Hal ini sangat disangsikan jika berketerusan tanpa kontrol dan pendidikan bisa terkorbankan.
Dampak lainnya adalah penghayatan ilmu itu semakin terkikis, karena para pelajar hanya belajar Ilmu saja tanpa menghayatinya. Belajar hanya untuk tujuan mendapat nilai ujian atau demi memenuhi tugas yang diberikan. Hal ini akan melahirkan generasi yang cerdik pandai tanpa diimbangi dengan penghayatan ilmu itu sendiri. Akibatnya, kemahiran yang mereka miliki mungkin akan digunakan untuk tujuan negatif seperti menipu dan sebagainya.
Selain itu, digitalisasi juga menumbuhkan gabungan ikatan primordial dengan sistem politik modern yang melahirkan nepotisme, birokratisme, dan otoriterisme. Frustasi eksistensial (existential frustation) juga menggejala yang dicirikan dengan hasrat yang berlebihan untuk berkuasa (the will to power), mengumpulkan uang (the will to money), untuk bekerja (the will to work), dan kenikmatan seksual (the will to sex).
Tantangan utama digitalisasi yang lain yang harus segera disikapi oleh pendidikan Islam yaitu:
Era Pandemi Covid-19
Dunia terhentak dengan munculnya virus Covid-19 di Wuhan, China, pada akhir Desember 2019, yang mampu meruntuhkan seluruh sektor di dunia, mematikan ekonomi, kebiasaan, termasuk dalam pendidikan Islam. Era pandemi mengharuskan warga negara di belahan dunia menerapkan kebiasaan baru, setiap manusia harus jaga jarak dengan lainnya dan meninggalkan proses belajar mengajar dengan cara tatap muka, termasuk di Indonesia. Â