Kau tahu? Ada hal yang lebih tajam dan perih dari sabetan pisau belati. Yaitu ucapan dan prasangka dari manusia yang tidak tahu apa -- apa tapi menghakimi seolah -- olah mereka tahu akan kebenarannya.
"Mas, kan kita harus sapa sama nyambut beberapa tamu lagi" Arumi enggan melepaskan Dika. Akhir -- akhir ini ia cemburu sekali dengan Gendhis. Ia lebih sering memonopoli Dika.Â
"Rum, Kamu coba lihat Gendhis, Wajahnya tidak nyaman sekali. Mengertilah sedikit!" Dika menatap Arumi tajam.Â
"Jangan lama -- lama" Sambil menatap Gendhis memastikan Arumi akhirnya melepaskan Dika meski diselimuti mendung diwajahnya.
"Apa mungkin ya istri kedua Dika itu jebak Dika dan bilang kalo dia sedang hamil? Terus, akhirmya Dika harus bertanggung jawab menikahinya?" Rohman mengutarakan apa yang ada dikepalanya.
"Murahan! Kok mau ya Dika sama wanita murahan seperti itu. Wanita murahan seperti itu hanya untuk main -- main kenapa harus dinikahi sih bego banget si Dika?" Havid heran kenapa Dika harus terjebak dengan memiliki dua istri. Dika bukan pria kaya lalu kenapa merepotkan hidup dengan memelihara dua istri. Satu saja bikin sakit kepala kenapa harus memelihara dua!
"Tapi katanya istri keduanya cukup cantik lo" Â Zaki menimpali obrolan mereka
"Kamu ini jangan sok tahu deh, orang kamu belum pernah ketemu juga" Anton mengeplak kepala Zaki menganggap itu hanyalah bualan dan omong kosong saja.
"Cuma wanita jalang dan murahan yang mau menjadi istri kedua!" Arif mengucapkannya dengan dingin dan senyum sinis lalu meminum teh yang ada dihadapannya. Hati Gendhis rasanya sungguh tercubit. Ia meremas dengan kuat bajunya menyalurkan emosi yang tidak bisa ia keluarkan.
"Ayu, Kamu gak papa kan?" Dika sudah sampai disamping Gendhis dan membawakannya Air minum.
"Mas kok kesini? Kan Mas harus nyapa relasi dan kerabat sama mbak Arumi?" tanya Gendhis sedikit keheranan.Â