Impianku adalah menulis cerita tentang aku dan kamu yang menua bersama dan berakhir bahagia. Nyatanya, aku tidak akan pernah mampu, untuk merusak cerita indah milik perempuan lain.
Chapter 1
"Eh, yang mana sih istri kedua Dika? Aku kok penasaran sekali wanita jalang  mana yang merusak rumah tangga Dika dan Arumi"  Arif bertanya pada teman -- temannya yang ada di sekelilingnya.Â
"Aku juga sama penasarannya, kepo banget" Havid antusias menjawab apa yang Arif katakan. Mereka adalah teman tongkrongan  Dika. Ada Arif, Havid, Rohman, Anton dan Zaki. Mereka sekarang sedang berkumpul menghadiri pesta resepsi pernikahan Zaskia, sepupu Dika.
Kabar mengenai Dika yang menikah lagi dan memiliki dua istri tentu saja dengan cepat menyebar bak debu yang berterbangan. Keluarga memang tidak pernah menyembunyikan tapi tak juga membuatnya menjadi Gamblang.
Memang ada pesta pernikahan, tapi itu hanya di rumah Gendhis yang berjarak ratusan kilometer dari rumah Dika. Tidak ada publikasi pernikahan mereka dalam social media Dika sehingga membuat sebagian teman merasa penasaran ingin tahu.
Wanita hamil besar yang ada di dekat mereka hanya bisa tersenyum kecut mendengar apa yang mereka katakan.Â
Ah, apa yang diharapkan dari gelar sebagai istri kedua? Kehormatan? Lupakan! Yang ada di otak mereka hanya Istri Kedua adalah perusak rumah tangga orang! Mutlak!
Dari kejauhan Dika melihat wajah Gendhis yang tidak nyaman. Tadi, memang Dika meminta Gendhis menunggu disana karena dia harus menyapa beberapa tamu kenalan dan kerabat dengan Arumi.Â
Sedikit tidak adil bukan? Istri pertama mendapat kesempatan untuk mendampingi menyapa relasi. Sementara istri kedua harus menyepi sendiri.Â
"Dik, aku ketempat Gendhis Dulu ya sebentar" Dika berbisik kepada Arumi untuk pergi menemui Gendhis. Ia cukup memahami membawa Gendhis dalam acara besar kadang bisa menguras energi dan mentalnya.Â
Kau tahu? Ada hal yang lebih tajam dan perih dari sabetan pisau belati. Yaitu ucapan dan prasangka dari manusia yang tidak tahu apa -- apa tapi menghakimi seolah -- olah mereka tahu akan kebenarannya.
"Mas, kan kita harus sapa sama nyambut beberapa tamu lagi" Arumi enggan melepaskan Dika. Akhir -- akhir ini ia cemburu sekali dengan Gendhis. Ia lebih sering memonopoli Dika.Â
"Rum, Kamu coba lihat Gendhis, Wajahnya tidak nyaman sekali. Mengertilah sedikit!" Dika menatap Arumi tajam.Â
"Jangan lama -- lama" Sambil menatap Gendhis memastikan Arumi akhirnya melepaskan Dika meski diselimuti mendung diwajahnya.
"Apa mungkin ya istri kedua Dika itu jebak Dika dan bilang kalo dia sedang hamil? Terus, akhirmya Dika harus bertanggung jawab menikahinya?" Rohman mengutarakan apa yang ada dikepalanya.
"Murahan! Kok mau ya Dika sama wanita murahan seperti itu. Wanita murahan seperti itu hanya untuk main -- main kenapa harus dinikahi sih bego banget si Dika?" Havid heran kenapa Dika harus terjebak dengan memiliki dua istri. Dika bukan pria kaya lalu kenapa merepotkan hidup dengan memelihara dua istri. Satu saja bikin sakit kepala kenapa harus memelihara dua!
"Tapi katanya istri keduanya cukup cantik lo" Â Zaki menimpali obrolan mereka
"Kamu ini jangan sok tahu deh, orang kamu belum pernah ketemu juga" Anton mengeplak kepala Zaki menganggap itu hanyalah bualan dan omong kosong saja.
"Cuma wanita jalang dan murahan yang mau menjadi istri kedua!" Arif mengucapkannya dengan dingin dan senyum sinis lalu meminum teh yang ada dihadapannya. Hati Gendhis rasanya sungguh tercubit. Ia meremas dengan kuat bajunya menyalurkan emosi yang tidak bisa ia keluarkan.
"Ayu, Kamu gak papa kan?" Dika sudah sampai disamping Gendhis dan membawakannya Air minum.
"Mas kok kesini? Kan Mas harus nyapa relasi dan kerabat sama mbak Arumi?" tanya Gendhis sedikit keheranan.Â
"Hemmm, Dika" Anton membuka suara menyadarkan Dika bahwa disekitarnya ada teman --temannya yang sangat penasaran dengan wanita hamil yang barusan ia ajak bicara.
"Hei kalian, perkenalkan ini Gendhis, Istriku" Dika mengucapkannya lirih, sedikit canggung"
Lima sekawan itu kemudian terbengong dan merasa bersalah dengan apa yang telah mereka katakan sebelumnya. Mereka tidak pernah menyangkan wanita hamil cantik yang ada di dekat mereka adalah istri kedua Dika yang mereka bicarakan. Rasanya sangat kejam saat melihat langsung waajah istri kedua Dika yang jauh dari sosok pelakor yang ada diotak mereka. Wanita cantik dan teduh!
"Mohon maaf ya mas mas, saya ini bukan pelakor lo, Mbak Arumi yang meminta saya untuk menikah dengan Mas Adi" Gendhis berbicara lembut dan tersenyum.Â
"Maafkan kami  ya mbak" Havid mendekati Gendhis dan meminta maaf dengan tulus. Melihat wajah Gendhis, Havid yakin Gendhis bukan orang yang akan mengambil suami orang lain.
"Mas, Lain kali sebelum bergosip tolong dipastikan dulu orang yang digosipkan tidak ada disekitarnya ya" Gendhis tersenyum, mencoba melucu untuk mencairkan suasana. Meski mulutnya mencoba untuk bersikap biasa namun tidak dengan hatinya. Hatinya masih terasa teremas. Sedikit sakit!
 Dika mendesah perlahan " Guys, Ini Gendhis istri keduaku, Asal kalian tahu, Arumi yang menyuruh aku untuk menikahinya. Tidak ada istilah merebut suami orang untuk Gendhis! Mungkin otak kalian mikir aku menikahinya karena hamil duluan kan? aku tegaskan sekali lagi anak yang dikandung Gendhis hadir saat kami sudah menikah!" Rasanya Dika harus menjelaskan kepada teman -- temannya. Sudah cukup selama ini Dika melihat Gendhis terluka.Â
Tidak ada yang pernah menginginkan menjadi kedua dalam sebuah kehidupan. Semua selalu menginginginkan posisi  pertama dan utama. Pertama adalah posisi yang tertinggi dalam dinamika hidup sebagai manusia. Betapa menyenangkan bukan berada diposisi tertinggi dalam hal apapun?Â
Rasanya menjadi normal dan sangat amat wajar bagi manusia memiliki obsesi seperti itu. Selalu ada alasan mengapa yang pertama selalu menjadi hal yang tidak mudah untuk dilupakan. Terutama untuk pertama jatuh cinta, Klasik!
Membicarakan tentang menjadi yang pertama dan utama di masa depan terlihat sangat menarik. Di imbangi dengan imajinasi yang sedikit berlebihan tentang angan -- angan dan impian yang membuat sudut bibir tak hentinya menyunggingkan senyuman.Â
Ya, sebuah bayangan tentang sebuah pengharapan. Manusia sering terbuai dengan sebuah harapan. Tapi kadang mereka sering tidak bisa memahami tentang sebuah masa depan itu sendiri. Pernahkah ada yang mendengar sebuah ungkapan bahwa
 Tidak ada yang pasti karena yang pasti adalah ketidakpastian itu sendiri?
Sedikit membingungkan tapi sarat akan banyak makna. Masa depan adalah sesuatu hal yang tidak pernah bisa dipastikan. Kehidupan selalu bergerak maju, tentu saja hidup selalu menjadi hal yang tidak pernah pasti. Â Kita hidup dalam sebuah ketidakpastian, Selalu!
Semua rencana dan impian kadang menjadi terbantahkan dengan mudah saat kenyataan sudah menghantam. Kenyataan? Ah, menggelikan sekali jika mengingatnya. Saat kenyataan berubah tidak seperti apa yang kita inginkan tentu serasa dipermainkan oleh takdir. Ya, kita sering menyebutnya sebagai sebuah takdir. Tentang sebuah hukum dari yang Maha Kuasa. Hukum yang ditetapkan berdasarkan pada ketentuan, daya, potensi, ukuran dan batasan yang ada pada sesuatu yang ditetapkan hukumnya. Rumit!
Berbicara tentang Takdir, Bahkan jika dirimu bersembunyi takdir akan menemukanmu, lalu saat kau berlari menjauh, takdir akan meraihmu untuk kembali. Takdir selalu memiliki cara yang tidak terduga dalam mengejutkan kita. Â Â
Apa yang melewatkanmu tidak akan pernah menjadi takdirmu, dan apa yang ditakdirkan untukmu tidak akan pernah melewatkanmu.Â
Sungguh menarik sekali!Â
Full pdf bisa wa 087772246254
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H