Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Butir-Butir Kerinduan (13)

27 Mei 2022   11:20 Diperbarui: 27 Mei 2022   12:08 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi oleh Joko Dwiatmoko

Berkeringat itu cukup susah, kecuali jika mencangkul, mengolah tegalan dan memecah batu-batu sungai dan memindahkan pasir dari tepi sungai ke truk. Bulir-bulir keringat akan membanjir meskipun itu jam dua pagi yang kata orang Jawa, Njekut dan mbediding saking dinginnya.

Kalau hanya duduk dan rebahan atau jalan kaki, meskipun sebenarnya panas terik jarang bulir keringat menetes. Udara dingin dan angin sepoi segarlah yang membuat tubuh manusia jarang berkeringat, mungkin juga karena tinggal di lereng gunung.

"Bagaimana kalau kamu menantang diri, merayu Mbak Kustiyah sinden terkenal di kampung sebelah. Min, daripada kamu terus galau, seperti kehilangan gairah, nanti kamu malah krasan di RSJ, nggak keluar-keluar lho."

"Idemu itu nyeleneh Ndes. Keblinger."

"Yah namanya usaha, daripada mikir Marsih yang nggak jelas, mending ikut orang-orang mencoba menaklukkan sinden kempling, yang lagi banyak dibicarakan orang."

Nama kerennya bikin ngakak orang, Tikus, sebut saja Jeng Tikus atau Mbak Tikus. Sinden yang sering ikut ke mana saja pertunjungan wayang yang dikomandani Ki Hadi Perwito Cermo Nugroho.

Suaranya memikat dan kecantikannya, bikin para lelaki yang sudah beristri mendapat semprot omelan para istri yang cemburu.

***

"Aku kemarin seharian di rumah?"

"Kenapa Mas Bondan?"

"Dikurung istriku gara-gara nonton wayang semalaman. Ketahuan nyawer Sinden Jeng Tikus."

"Mas Bondan sih genit, sudah punya istri masih gatel menggoda perempuan lain."

"Niatku khan buat hiburan saja. Tidak serius, masa setiap hari gaulnya sama air dan pasir, sekali-sekali lihat yang kinclong."

"Mbak Parti khan cantik Mas Bondan, kenapa masih terpikat dengan perempuan lain."

"Kadang-kadang bosan melihat yang itu-itu saja hahahaha..."

"Woow, njenengan kocluk."

"Yah, kalau hidup tidak dibuat variasi cepat tua."

Hidup dimanapun baik di kota maupun desa, masalah selalu ada. Dinamika kehidupan dimiliki oleh setiap orang. Orang yang tidak beruntung kadang malah ibaratnya seperti peribahasa, sudah jatuh tertimpa tangga, kesiram air panas pula.

Maka hiburan sangat penting untuk menjaga hidup semakin hidup, masalah menjadi lebih ringan karena ada hiburan. Wayang, seni tradisi, ketoprak yang menjadi hiburan murah meriah orang-orang desa. Jangan dipikir semua orang desa tidak berpengetahuan. Pengetahuan karakter, filosofi malah kadang lebih tinggi. Hal ini karena ada pergumulan, ada kontemplasi ada diskusi saat mereka rehat. Pengalaman reflektif itu bukan semata karena ajaran agama, tapi interaksi manusia dengan alam semesta, tradisi turun temurun.

Manusia menjadi lebih bijaksana karena ada pengalaman, ada banyak hal yang membuat jauh lebih dewasa. Beban, tekanan, pekerjaan, keberuntungan, dan juga maut dan kematian yang dekat dengan kehidupan.

Budaya, tradisi itu jauh lebih tua dari agama. Agama baru lahir namun tradisi sudah ada. Alam dan manusia sudah lama berdialog, bersinergi. Ketika manusia harmonis dengan alam semesta, bencana menjauh, jika manusia sering melecehkan alam maka bencana demi bencana datang.

Sekarang, dengan munculnya dominasi agama banyak manusia mulai menyisihkan tradisi, membawa budaya lain yang jauh. Sudut pandang budaya yang beda alam membawa konsekwensi untuk meruntuhkan kekayaan filosofi harmoni manusia dengan alam semesta.

Tradisi kenduri, memberi makan, perhatian pada pepohonan, batu-batu besar bukan semata-mata menyembahnya. Mereka itu hanya perantara, mereka itu sahabat, teman sesama ciptaan Tuhan. Kalau manusia melupakan alam, tidak berusaha mengakrabinya, jangan salahkan jika sesekali alam murka dan meluluhlantakkan lingkungan yang dihuni manusia.

 Memberi makan dalam wujud sesembahan bukan berarti bersekutu dengan jin, iblis. Tapi karena alam bisa memberi ketenangan jika manusia bisa bersahabat. Kalau pohon besar tidak boleh ditebang bukan semata karena karena percaya mitos, tapi nilai kegunaan pohon besar seperti beringin pohon yang sudah berusia ratusan tahun itu bisa menyimpan air, menguatkan struktur tanah, dan memberi kesejukan.

Kalau ada pengajar agama yang begitu menentang tradisi, mencoba menolak segala macam budaya yang sudah mengakar dan menjadi nafas kehidupan orang-orang sejak dulu, jangan-jangan tinggal menunggu ledakan bencana dahsyat datang karena manusia lebih percaya budaya yang diimpor dari negeri lain dari mengerti melestarikan budaya sendiri yang jauh lebih kaya.

Sinden Tikus memang punya kharisma sendiri. Yang sentimen mengatakan ia punya susuk pemikat yang membuat para lelaki klepek-klepek.

"Mas Bondan, dicari istrimu. Mbak Parti pasti lagi senewen, cemburu, lihat hampir semua laki-laki mengidolakan Jeng Tikus."

"Buruh pasir, petani deles, kalau tidak punya hiburan ya gampang stres ya.Jeng Tikus itu buat hiburan bukan obyek selingkuhan, mana berani melamar dia, bisa stres setiap hari karena lihat dia digoda para lelaki."

***

Angin semilir membawaku menikmati dinginnya malam, berjalan kaki menyusuri jalan sunyi dengan obor, senter dan beberapa orang di depan yang bergegas ke desa yang berjarak  sekitar dua kilo dari rumah. Aku dan Darmin penasaran pengin lihat wajah Sinden Tikus yang kondang kecantikan dan suaranya yang merdu.

Menonton wayang itu butuh energi lebih, bukan sekedar duduk terkantuk mendengar dan menyaksikan wayang-wayang yang dimainkan dalang dan gamelan yang dibunyikan dengan harmonis oleh para nayaganya. Dibalik cerita wayang itu ada tuntunan, ada filosofi kehidupan yang kalau direnungkan amat dalam ajarannya.

Bukan hanya khotbah dari pemuka agama yang mampu menyirami rohani manusia, dalangpun dengan kemampuan menarasikan cerita dalam bentuk hiburan secara tidak langsung juga mengajarkan tentang kebaikan. Tokoh-tokoh dalam cerita Mahabarata dan Ramayana adalah representasi dari kharakter manusia. Ribuan, jutaan manusia tercipta mempunyai watak dan pribadi berbeda satu dengan yang lain, ditambah dengan pengaruh lingkungan maka setiap orang itu unik. Dalam pewayangan keunikan itu diwujudkan dalam setiap tokohnya. Dari mahkota, hiasan di kepala, wajah, tangan hiasan-hiasan yang dipakai ragam hias kain yang dipakai satria berbeda satu dengan yang lainnya.

Wayang menunjukkan bayangan watak manusia. Ada manusia berwatak jahat, licik, beringas, temperamen. Ada yang pendiam, tidak suka mengumbar kata, bekerja senyap, dan trengginas. Bentuk-bentuk mata, hidung, warna wajah, besar kecilnya tubuh yang ditunjukkan dalam wayang menunjukkan bahwa berbeda itu manusiawi.

Kalau ada yang mau menyatukan manusia, mau menyeragamkan dan membuat manusia hanya menganut satu keyakinan, rasanya malah membuat manusia menyalahi kodratnya sebagai makhluk sosial. Manusia yang akan selalu bergantung dengan orang lain dan butuh teman untuk menyempurnakan kehidupannya.

"Oh, ternyata memang cantik benar Jeng Tikus itu, pantas para lelaki antusias menonton pertunjukan wayang kulit yang sindennya dia. Perempuan-perempuan lain jadi cemberut dan takut jatuh hati pada sinden yang hampir tiap hari mendapat job."

"Aku sendiri kalau ditanya maukah kamu kalau jadi jodohnya, ya maulah siapa yang bisa nolak, tapi..."

"Tapi, apa Min"

"Tapi...punya istri cantik macam dia ... aku rasa malah stres."

"Stres bagaimana khan malah anugerah."

"Bukan anugerah tapi jadi gampang sakit jantung dan tekanan bathin?"

"Kok bisa?"

"Kalau setiap hari harus cemburu, selalu deg-degan melihat ia setiap hari tampak mesra dengan lelaki lain bagaimana?"

"Ya, kuncinya ndableg saja."

"Itu kamu, kalau saya yang gampang cemburu, bisa mati berdiri jika istri sepanjang hari selalu bersama laki-laki yang berbeda, dipegang-pegang, disawer. Byuh, nggak kuat, mending cari istri yang biasa saja, tidak dag-dig-dug."

"Ehm, benar juga sih logikamu, kalau dipikir punya pasangan itu yang bisa memberi semangat, bisa menyempurnakan kekurangan kita, bisa memberi kedamaian, kalau setiap hari harus terteror, cemburu, kapan senangnya."

"Jadi masih semangat mencoba merayu Jeng Tikus nggak?"

"karena penasaran dan pengin merasakan jadi play boy cap kapak, kalau aku sih, wajib dicoba."

"Ooooo, dasar bahlul."

"Apa itu bahlul."

"Tanya sama Abah, pedagang Arab Pojok pasar Muntilan. Pasti tahu apa artinya."

"repot amat harus tanya pada dia."

"Ya kalau Jawa bisa dikatakan Sableng, ganjen, genit?"

"Hahahaha........"

Aku bersama Darmin terpingkal, setelah itu menikmati tontonan limbukan dan pertunjukan wayang sampai larut malam.

***

Butir-Butir kerinduan itu muncul mengingat lembar-lembar memori hidupku ketika hampir setiap seminggu sekali selalu menikmati hiburan dari pertunjukan seni tradisi, ketoprak, wayang kulit. Sekarang    lebih sering dinikmati lewat media sosial. Hanya dari layar gawai sebab di kota jarang menemui bentuk hiburan asli. Lebih banyak menikmati hingar bingar kafe, atau diskotik, dan tempat hiburan lain yang mengadopsi budaya retro, lebih kebarat-baratan, atau remaja sekarang lebih kesengsem dengan K-POP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun