Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Butir-Butir Kerinduan (13)

27 Mei 2022   11:20 Diperbarui: 27 Mei 2022   12:08 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi oleh Joko Dwiatmoko

Tradisi kenduri, memberi makan, perhatian pada pepohonan, batu-batu besar bukan semata-mata menyembahnya. Mereka itu hanya perantara, mereka itu sahabat, teman sesama ciptaan Tuhan. Kalau manusia melupakan alam, tidak berusaha mengakrabinya, jangan salahkan jika sesekali alam murka dan meluluhlantakkan lingkungan yang dihuni manusia.

 Memberi makan dalam wujud sesembahan bukan berarti bersekutu dengan jin, iblis. Tapi karena alam bisa memberi ketenangan jika manusia bisa bersahabat. Kalau pohon besar tidak boleh ditebang bukan semata karena karena percaya mitos, tapi nilai kegunaan pohon besar seperti beringin pohon yang sudah berusia ratusan tahun itu bisa menyimpan air, menguatkan struktur tanah, dan memberi kesejukan.

Kalau ada pengajar agama yang begitu menentang tradisi, mencoba menolak segala macam budaya yang sudah mengakar dan menjadi nafas kehidupan orang-orang sejak dulu, jangan-jangan tinggal menunggu ledakan bencana dahsyat datang karena manusia lebih percaya budaya yang diimpor dari negeri lain dari mengerti melestarikan budaya sendiri yang jauh lebih kaya.

Sinden Tikus memang punya kharisma sendiri. Yang sentimen mengatakan ia punya susuk pemikat yang membuat para lelaki klepek-klepek.

"Mas Bondan, dicari istrimu. Mbak Parti pasti lagi senewen, cemburu, lihat hampir semua laki-laki mengidolakan Jeng Tikus."

"Buruh pasir, petani deles, kalau tidak punya hiburan ya gampang stres ya.Jeng Tikus itu buat hiburan bukan obyek selingkuhan, mana berani melamar dia, bisa stres setiap hari karena lihat dia digoda para lelaki."

***

Angin semilir membawaku menikmati dinginnya malam, berjalan kaki menyusuri jalan sunyi dengan obor, senter dan beberapa orang di depan yang bergegas ke desa yang berjarak  sekitar dua kilo dari rumah. Aku dan Darmin penasaran pengin lihat wajah Sinden Tikus yang kondang kecantikan dan suaranya yang merdu.

Menonton wayang itu butuh energi lebih, bukan sekedar duduk terkantuk mendengar dan menyaksikan wayang-wayang yang dimainkan dalang dan gamelan yang dibunyikan dengan harmonis oleh para nayaganya. Dibalik cerita wayang itu ada tuntunan, ada filosofi kehidupan yang kalau direnungkan amat dalam ajarannya.

Bukan hanya khotbah dari pemuka agama yang mampu menyirami rohani manusia, dalangpun dengan kemampuan menarasikan cerita dalam bentuk hiburan secara tidak langsung juga mengajarkan tentang kebaikan. Tokoh-tokoh dalam cerita Mahabarata dan Ramayana adalah representasi dari kharakter manusia. Ribuan, jutaan manusia tercipta mempunyai watak dan pribadi berbeda satu dengan yang lain, ditambah dengan pengaruh lingkungan maka setiap orang itu unik. Dalam pewayangan keunikan itu diwujudkan dalam setiap tokohnya. Dari mahkota, hiasan di kepala, wajah, tangan hiasan-hiasan yang dipakai ragam hias kain yang dipakai satria berbeda satu dengan yang lainnya.

Wayang menunjukkan bayangan watak manusia. Ada manusia berwatak jahat, licik, beringas, temperamen. Ada yang pendiam, tidak suka mengumbar kata, bekerja senyap, dan trengginas. Bentuk-bentuk mata, hidung, warna wajah, besar kecilnya tubuh yang ditunjukkan dalam wayang menunjukkan bahwa berbeda itu manusiawi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun