Mohon tunggu...
Dwi Klarasari
Dwi Klarasari Mohon Tunggu... Administrasi - Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

IG: @dwiklara_project | twitter: @dwiklarasari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Merindu Abimanyu (Bagian 2)

5 September 2020   13:19 Diperbarui: 6 September 2020   08:35 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Enrique Meseguer -- pixabay.com (with photo filter)

'Jika tiap hari syal ini Bunda pakai, lalu kapan dicuci? Ah, pasti syal ini sudah bau!' Begitu keluhnya kalau memergoki aku terus-menerus memakai syal pemberiannya. 'Nanti kubelikan satu lagi deh', begitu janjinya kala itu. Aku tersenyum karena ternyata perjuanganku dan Mbok Mi mendidiknya tidak sia-sia.

Begitulah Abi. Selain patuh dan mudah beradaptasi, ia tak segan mengekspresikan rasa sayangnya. Namun sangat berbeda bila ia kecewa atau marah. Ia hanya menyingkir dan diam seribu bahasa. Ia memilih pergi jauh atau menyendiri dan menumpahkan perasaannya pada lembaran kanvas. Sungguh menyesal aku tak pernah bisa memahami sifatnya yang satu itu.

Sementara, penyesalan terdalamku adalah membuat Abi kecewa mendengar percakapanku dengan Mas Yoga.

Sore itu aku tidak mengetahui bahwa Abi ada di rumah. Mas Yoga yang berjanji hendak menikahiku datang dengan rasa gamang. Lelaki yang kukira menyayangi Abi seperti anak sendiri, ternyata tak berniat menjadi ayahnya.

Kendati bersikap memohon, sangat jelas jika Mas Yoga ingin aku melepaskan Abi. Boleh jadi itu bukan kemauannya. Darah biru memang sering kali membuat seseorang kesulitan bicara atas namanya sendiri. Cinta Mas Yoga kepadaku juga tak sebesar keterikatannya pada keluarga ningratnya.

Ketika itu aku pun terpuruk dalam dejavu. Sekali lagi aku dihadapkan pada dua pilihan seperti saat kubawa Abi kecil menemui keluargaku tiga belas tahun silam. Maka terjadilah bukan seperti yang kuimpikan.

Pada usia ketiga puluh tujuh kulepaskan rencana pernikahanku demi seorang Abimanyu. Namun sungguh memilukan, pada saat yang sama aku pun kehilangan Abimanyu.

'Tadi Mas Abi buru-buru pergi sambil menggendong ransel gunungnya itu. Waktu berpamitan saya iyakan saja karena saya sibuk dengan masakan di dapur.' Demikian Mbok Mi memberi penjelasan dengan raut sesal.

Abi bahkan meninggalkan ponsel yang kuberikan sebagai hadiah kelulusan. Abi benar-benar pergi! Kenapa? Ketika itu aku tersentak hebat. Hingga tengah malam aku tak berhenti meraung sambil menciumi bajunya.

Entah bagaimana, saat bangun aku sudah terbaring di ruang putih dengan banyak selang di tubuhku. Bagian tubuh yang bisa kugerakkan hanyalah ujung-ujung jemariku. Lama aku berupaya memahami ruang dan waktu. Kulihat seorang ibu yang sudah sepuh duduk lesu di sudut kamar. Wajah kuyu dengan mata sembab seketika berubah semringah saat melihatku memandanginya.

'Matur sembah nuwun Gusti, syukurlah Ibu sudah bangun!' Begitu teriakan Mbok Mi seraya mendekat lalu memelukku kuat-kuat. 'Sudah seminggu lebih Ibu tidak sadar', demikian Mbok Mi menjelaskan. Ketika itu aku tak paham apa pun yang dikatakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun