Kedua, mata rasa yang berasal dari syaraf-syaraf kulit dan udara yang tidak bisa diraba atau dilihat tapi bisa dirasakan, ini yang dimiliki oleh manusia tidak punya mata atau buta.
Mata rasa ini senantiasa berdzikir terus karena masih bisa menikmati pemberian sang pencipta dengan perenungan dzikir ”Astagfirullahal ‘azhim”, “Subhanallah”, “Alhamdulillah”. alat indera mata suatu saat akan dipertanggungjawabkan di akherat kelak kepada sang pencipta.
b. Telinga
Pendengaran yang dimiliki manusia sebagai alat indera dalam berkomunikasi menangkap getaran atau suara yang berasal dari luar maupun dari dalam diri sendiri. Telinga sebagai alat pendengaran untuk mendengarkan hal-hal yang baik maupun yang tidak baik, tersurat maupun tersirat.
Telinga tersusun oleh susunan sel saraf yang terhubung dengan qolbu sehingga berpengaruh terhadap emosi dan kesabaran manusia dalam berkomunikasi hal ini yang harus diperhatikan dalam diri sendiri sebagai renungan diri.
Secara imani telinga juga berdzikir yang tidak dapat dirasakan oleh orang lain tapi hanya dirasakan oleh dirinya sendiri dengan keimanan.
Nah, apakah bisa dirasakan oleh manusia yang tidak memiliki keimanan? Keimanan sebuah keyakinan manusia untuk menumbuhkan motivasi manusia dekat dengan sang penciptanya.
Bagaimana telinga berdzikir? Berdzikirnya telinga dengan keimanan yang membuat hati dan pikiran bergema yaa samii’ sebagai asma sang pencipta.
Manusia kadangkala menyadari dzikirnya telinga, tapi tidak menyadari bahwa itu adalah dzikirnya telinga juga dapat sebagai pertanda kabar baik buruknya berita yang diterima manusia.
Sebuah dengingan atau getaran itu sebagai dzikirnya telinga tanpa manusia sadari, percaya tidak percaya adanya yang ghoib karena itu bagian dari iman manusia.
c. Hidung