Ibu Lani hanya terdiam, aku tahu dia menyimpan rahasia. Â Namun, aku juga merasa sangat tidak berhak untuk mengorek keterangan apapun. Â Mungkin suatu hari nanti Ibu Lani akan bercerita padaku tanpa aku memintanya.Â
"Nggak apa-apa kalau Ibu nggak mau menjawab pertanyaan aku. Â Toh, itu hak Ibu mau menjawabnya atau tidak," Ujarku.
"Suatu hari nanti kamu akan tahu semuanya, tetapi aku harap kamu tidak mendengar dari aku. Â Aku sangat menjaga semua tentang keluarga ini, tentang apa yang pantas dan yang tidak pantas untuk aku ceritakan di luar sana, itu menjadi tanggungjawabku, semoga kamu bisa memahaminya.
"Iya Bu, aku sangat memahmi itu dan aku rasa Nisa tidak akan keberatan untuk menceritkannya nanti padaku. Oh iya Bu, tadi Nisa ditelepon seseorang yang mungkin itu Pak Pras. Â Katanya besok dia sudah kembali ke rumah."
"Oh iya, baguslah. Â Setidaknya jika Pak Pras ada di rumah Nisa tidak akan seliar ini." Â Ucap Bu Lani dengan mata berbinar-binar.
Aku mengela napas panjang, rasanya hari ini benakku sudah terlalu penat untuk berfikir tentang banyak hal.Â
"Oh iya Bu, rasanya mataku sudah terlalu berat, aku istirahat dulu, nggak apa kan Bu?" Tanyaku pada Bu Lani.
"Nggak apa-apa, istirahatlah!"
Sejenak aku memandangi Nisa yang tampaknya tertidur sangat lelap, kemudian segera beranjak menuju kamar tidur. Â Aku segera menghempaskan tubuhku pada tempat tidur, sembari memandangi langit-langit kamar. Â Pikiranku berkecamuk, bayang-bayang bapak, mama, dan adik-adik di kampung menari di pelupuk mata. Â Hingga mataku semakin sayu dan begitu berat, lambat laut yang terdengar hanyalah dengkuran halus.
Aku terjaga dari tidur tatkala ketukan dari luar pintu kamar terdengar. Â Sejenak aku melirik jam yang tergantung di dinding, waktu menunjukkan pukul O3.02 dini hari.Â
"Del, buka pintu!" Terdengan suara Nisa dari balik pintu kamar.