Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[TantanganNovel100HariFC] Cintaku Tertinggal di Pesantren - Pelarian

22 Maret 2016   23:50 Diperbarui: 29 Maret 2016   13:45 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Episode : Pelarian

Tatap lekat
Cinta hitam berkubang pekat
Pedih mencekat
Takdir hanya lintas terlihat
Menjulangkan angan-angan penguat

 

Kepedihan sering menggiring sembilu mengiris hati. Ia bermain mencumbu kenangan demi kenangan. Perkawinanku yang belum menghadirkan buah cinta hanya menampakkan kenikmatan-kenikmatan semu. Tapi bukan itu penyebab hampanya jiwa, melainkan cintaku yang tak pernah terbunuh meskipun belati telah ditikamkan.

”Bang, minum obatnya,” pintamu.

”Oh, iya hampir lupa,” aku segera menyambut obat yang kamu berikan.

Aku tersenyum memandang kamu, Vera. Kamu sudah merawatku sejak kita menikah. Perhatian dan kasih sayang yang kamu berikan melebih dari yang aku harapkan. Bahkan dalam mimpi pun tak pernah kudapatkan wanita seperti kamu.

Kita menempati rumah mungil di belakang Pesantren Mardhotillah. Di sampingnya ada sungai kecil yang airnya gemercik mengalir dari Gunung Dempo. Hamparan sawah dengan padi menguning di kaki gunung bagaikan permadani indah.

Aku selalu menyemaikan bibit sayur di halaman rumah, bahkan di pinggir-pinggir sungai tempat aku biasa mandi sebelum azan subuh. Sesekali, aku mengajak kamu mandi bersama sambil mencipratkan air sekedar membakar kenakalan lelakianku.

Ada bongkahan batu besar yang biasa kamu gunakan untuk duduk sambil mengusap sabun ke sekujur tubuh. Dari situ dengan leluasa kamu dapat menikmati gemuruh air terjun di bawah jembatan sebatang bambu. Lalu menjuntaikan kaki ke air serta membuat percikan-percikan manis ke arahku.

“Ver, hatiku akan beku jika dinginnya air yang kamu cipratkan terus membasahi tubuhku.” Kataku merengut manja sekedar untuk menggoda. Sejenak kamu menghentikan gerakan kaki, tapi tak lama kamu jungkitkan kembali kaki untuk melemparkan air ke arahku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun