Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gigolo

28 Februari 2014   02:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:24 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamu menepuk pundakku. Sebuah cara klasik menyudahi sebuah kisah panjang. Dalam dekapanmu, terasa semua getaran di sekujur tubuhmu. Seperti deburan ombak di Pantai Selatan yang keras menekan dadaku. Hingga menyembulkan rasa yang sangat aku kenali.

==##==

Awan berarak. Langit di Bandara Internasional Soekarno Hatta menampakkan birunya. Walaupun masih enggan, namun cerah sudah mengusir kelabu. Kamu membeku dalam diam. Matamu menatap nanar ke arahku. Pasti telaganya banjir andai saja kamu bukan laki-laki. Di sini, kita hanya saling menatap. Tak mungkin di keramaian ini harus ada pelukkan mesrah. Walaupun akhirnya pelukan itu datang juga, tapi hanya sekedar kehangatan selamat tinggal. Kamu kaku, aku pun kaku. Namun telingaku mendengar bisikanmu...

”Terima kasih Arnold. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku sanggup berbagi dari lubuk hati terdalam. Untuk pertama kalinya di sepanjang hidupku aku mampu mengurai air mata dihadapan seseorang. Aku takut, aku sudah jatuh cinta padamu” parau kurasakan suaramu menggema di dadaku.

Aku hanya dapat menatapmu, lalu memberikan pelukan layaknya dua lelaki normal yang bersahabat erat. ”Jangan lupa hubungi aku setelah sampai di Swedia nanti, Robby” suaraku serak sambil menepuk pundakmu.

Kakiku terpaku, mataku hanya menatap sendu menghantar tubuhmu yang berjalan gontai memasuki lorong panjang menuju pesawat. Kita semakin menjauh, tapi bathinku seolah terus mendengar suaramu memanggil namaku. Akupun terguncang hebat. Serasa peluru tajam datang menerjang mengganggu asaku. Pikirku pun berkata, ”mungkinkah aku juga sudah jatuh cinta padamu, Robby?.”

Setelah sosokmu menghilang tertelan pintu pesawat, telepon digenggamanku bergetar. Seseorang ingin berbicara padaku.

”Papa, kapan papa pulang ke Palembang? Anak-anak sudah kangen sama papa” suara merdu diujung telepon milik isteriku terdengar riang. Ia meluapkan kegembiraannya dengan mengload speaker telepon untuk didengar anak-anak. Aku pun bercengkerama dengan mereka. Tapi tak ada yang tahu, bahwa.. jauh di lubuk hatiku mengaung tangisan pilu mengiringi kepergian Robby. Sementara di belakang dinding yang lain, sebuah telaga sedang membanjiri rindu akan kehadiranku dalam pekatnya malam kota Palembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun