Terbanglah perahu itu dan jatuh dalam posisi tengkurap (nangkub dalam bahasa Sunda) membentuk gundukan tanah yang kemudian hari dinamai gunung Tangkuban Parahu.
Dua kisah di atas yakni kisah Malin Kundang dan Sangkuriang, keduanya berisi tentang mitos cerita rakyat walau pun mitos sarat dengan pesan moral.
Pesan moral,
- Jangan pernah durhaka kepada orang tua.
- Jangan pernah menyombongkan diri.
- Kutukan orang tua bisa menjadi nyata.
Namun jika kita merunut awal dari uraian cerita tadi kita akan menemukan benang merah kenapa "kutukan" itu bisa terjadi.
Tidak ada satu pun ungkapan dari orang tua untuk menjadikan anaknya celaka. Seperti ungkapan "Jadilah batu!" Untuk Malin Kundang atau "Terbitlah pagi!" untuk Sangkuriang.
Tetapi kedua ibunda mereka sama-sama meminta pertolongan dzat yang mereka sangka bisa membantunya.
Yakni Tuhan Yang Maha Kuasa atau Dewa yang bisa menolongnya.
Jadi sebenarnya kutukan itu mitos belaka, sudahlah ceritanya hanya kisah fiktif belaka, isinya juga kebanyakan mitos atau khayalannya.
Karena yang memperkenankan permintaan atau doa seseorang hanyalah Tuhan Maha Kuasa.
Jadi yang berhak mengutuk atau melaknat hanyalah Tuhan semata.
Karena Mande Rubayah kategori orang yang teraniaya maka Allah kabulkan doanya.