Harapan itu pun terkabul saat sebuah kapal besar bersandar di pesisir pantai Air Manis.
Terlihat seorang pemuda nan gagah dan seorang putri cantik turun dari geladak kapal.
Mande Rubayah bisa memastikan itulah sang anak Malin Kundang yang kini menjadi seorang kaya raya.
Mande Rubayah setengah berlari menghampiri Malin, kemudian dia memeluknya. Namun apa dinyana Sang anak malah mendorong badannya yang renta sambil berujar kata-kata kasar.
Dengan sakit hati yang tak terperikan dia bergumam dalam hati, "Duhai Malin harta telah menggelapkanmu, maka aku minta keadilan ya Tuhan atas kezalimannya."
Cerita pun berakhir dengan Malin Kundang menjadi batu, diyakini karena doa ibu kandungnya yang dia sakiti.
Hampir serupa cerita tentang seorang anak yang durhaka kepada orang tuanya adalah cerita Sangkuriang tentang legenda gunung Tangkuban Parahu, putri dayang Sumbi dan Si Tumang.
Alkisah ada seorang putri bernama Dayang Sumbi tinggal di tengah hutan sendirian hanya di temani dengan seekor anjing.
Konon sang putri diisolasi karena telah melanggar titah raja. Kegiatan sehari-hari untuk mengisi waktu hanyalah menenun.
Dia tinggal di saung rangon (istilah Belanda untuk rumah panggung yang agak tinggi).
Suatu hari saat dia asyik menenun, tiba-tiba jarum tenun lepas dan jatuh ke kolong rangon.