Ketiga, menyadari sejatinya pasangan kita adalah belah jiwa kita.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu."
(QS. An-Nisaa' 4: Ayat 1).
Belahan jiwa artinya sesuatu yang terbelah berasal dari satu jiwa (Nafsin whidah). Maknanya walaupun dua tapi sebenarnya satu.
Seorang perempuan itu tercipta dari tulang rusuk laki-laki kemudian Allah pasangkan lagi dalam satu hubungan keluarga dari itu lahirlah anak keturunan keduanya.
Ketika kita menyadari bahwa istri kita berasal dari jiwa kita, artinya tabiat sang istri adalah cerminan dari diri kita.
Jadi bagaimana mungkin kita akan merasa kesal kepada jiwa yang sebenarnya jiwa kita sendiri.
Bagaimana kita akan marah, benci padahal dia itu wujud diri kita yang lain. Ketika kita menyadari sejatinya pasangan kita adalah belahan jiwa kita sendiri tentu kita rasional dalam menyikapinya.
Keempat, komunikasi. Saat percik pertengkaran mulai nampak, lagi-lagi kita membutuhkan akal sehat untuk menetralisir hawa panas yang sepersekian detik akan meledak.
Oleh karenanya nabi Muhammmad Saw. menganjurkan umatnya tatkala nafsu setan mulai mendekat untuk mengambil air wudhu maknanya alihkan bibit-bibit pertengkaran itu dengan aktivitas lain.