Akhir 2019 sekelompok anak muda yang terhimpun dalam Komunitas Penggerak Dakwah Pelosok Sumedang (KOMPASS) berkumpul untuk menyatukan ide, tentu saja ide-ide positif yang mereka bicarakan.
Salah satu tema pembicaraan adalah tentang pemberdayaan dan pengembangan pendidikan di kampung terpencil.
Adalah Cisoka kampung yang berada di lembah kebun teh Marga Windu desa Citengah, kecamatan Sumedang Selatan.
Kampung sejauh sekitar 15 km dari kota Sumedang itu, berpenghuni kurang lebih 27 Kepala Keluarga (KK).
Sebelum adanya program Sumedang Simpati, akses jalan menuju lokasi masih berbatuan dan berdebu kala musim kemarau. Namun saat musim hujan jalanan jadi sangat sulit dilalui kendaraan.
Kehidupan warganya bergantung pada memetik teh dan menanam kopi. Para pekerja hampir mayoritas berasal dari Ciwidey Bandung Selatan yang sudah turun temurun menjadi pemetik teh.
Pemerintah Daerah Sumedang menaruh perhatian terhadap daerah Cisoka karena diharapkan bisa dijadikan kampung wisata.
Maka melalui program Sumedang Simpati akses jalan menuju Cisoka pun mulai dilakukan pembetonan jalan, menyusul kemudian tiang-tiang listrik untuk penerangan mulai dipasang.
Sebenarnya sekitar kurang lebih 3 km sebelum masuk arah Cisoka, sudah ada wahana wisata yang bernama Kampung Karuhun yang sudah berdiri sejak lama.
Setelah sekian lama pembangunan akses jalan dan listrik rampung, kini jalan menuju Cisoka sudah sangat mudah di jangkau oleh kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat.
Setiap akhir pekan warga Sumedang, terutama para remajanya memanfaatkan waktu mereka untuk menikmati suasana asri lembah teh Cisoka.
Lahan dakwah yang menantang
Rutinitas kerja yang dilakukan warga Cisoka, seakan melalaikan mereka bahwa hakikat hidup adalah bukan mencari dunia.
Fasilitas pendidikan yang teramat jauh seperti  sekolah dasar yang bertempat di pusat desa.
Baru setahun ini mereka bisa menikmati fasilitas jalan yang bagus, sebelumnya anak-anak harus berjalan kaki sekitar 3 km hanya untuk sampai ke sekolah mereka, itu pun sekolah dasar.
Tidak ada pelajaran tambahan yang mereka ikuti sebab jaraknya  begitu jauh, fasilitas ibadah seperti Mushola pun tak terurus begitu saja.
Melihat suasana kehidupan sosial religius masyarakat yang rentan tersebut, KOMPASS tergerak untuk mengabdikan ilmu membina sekaligus mengajar warga kampung perihal agama mereka.
Ada 3 kegiatan yang di isi oleh Kompass yakni mengisi khotbah Jumat, mengajar anak-anak baca tulis al-Quran dan mengisi pengajian ibu-ibu.
Semua itu terjadwal rapi setiap pekan di hari Jumat, para pemuda anggota komunitas pun terjadwal bergiliran secara periodik.
Dari tutur sebagian penduduk diketahui bahwa selama hampir lima tahun Mushola tidak pernah aktif dengan kegiatan jumatan, namun setelah komunitas KOMPASS hadir Mushola pun mulai ramai lagi dengan berbagai kegiatan keagamaan.
Walaupun sarana dan prasarana seadanya semua itu tidak menjadi penyebab lemah semangat bagi para relawan.
Jarak tempuh yang relatif jauh serta medan yang lumayan menantang apalagi di musim hujan.
Semua seolah terabaikan karena terdorong niat ikhlas menjalankan perintah Allah Swt. berapa pun jumlah peserta pengajian  atau jamaah Jumat tidak menjadi masalah.
Anak-anak madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) berkisar 10 orang anak, semua rata-rata berusia sekolah dasar, belajar mengaji dengan penuh semangat.
Setelah berjalan selama hampir satu tahun. Akhirnya banyak komunitas lain yang melirik kegiatan KOMPASS, dan mengadakan kolaborasi dalam menjalankan misi dakwah di Cisoka.
Ada komunitas Iqra kemudian Percikan iman dan lain-lain. Semua berkolaborasi dalam mendidik pengetahuan agama warga Cisoka sehingga tugas dakwah pun menjadi ringan.
Respons warga
Saat pertama kedatangan para relawan KOMPASS pengurus Rt dan tokoh setempat menunjukkan respons positif, mereka sangat bergembira atas kepedulian relawan terhadap warga kampung Cisoka.
Sambutan hangat itu bukan hanya sekedar di mulut namun kenyataannya mereka menjamu para tetamu dengan ramah dan nasi liwet khas sunda.
Rasa kekeluargaan terjalin begitu rupa. Terkadang para relawan sengaja menginap (camping) di akhir pekan.
Hasil bumi para warga seperti  kopi, umbi-umbian, jambu air dan sebagainya terkadang dibeli oleh para relawan KOMPASS. Penerimaan warga yang begitu terbuka menjadi jalan mulus bagi dakwah pelosok di Cisoka.
Sinergisme dan kolaborasi antar-komunitas
Karena jalan dakwah terlalu terjal untuk dilalui sendirian maka lebih baik pekerjaan rumah ini dilakukan bersama-sama.
Seperti halnya komunitas KOMPASS yang memiliki SDM terbatas, akhirnya sinergisme sekaligus kolaborasi dengan komunitas lain yang satu visi dan concern terhadap masalah keumatan merupakan suatu keharusan.
Bergabungnya Pimpinan Daerah Pemuda Persatuan Islam Sumedang, untuk bersama-sama menebar ilmu di pelosok lembah Cisoka merupakan tenaga baru bagi keberlanjutan dakwah di kampung tersebut.
Setelah tumbuh suburnya wahana wisata alam Cisoka yang tentu sedikit banyak memengaruhi perilaku warga sekitar maka dakwah saat ini lebih tertantang lagi.
Kemarin dulu sewaktu jalan masih berbatu jarang sekali pengunjung mampir menyengaja ke Cisoka. Hari ini lalu lalang remaja dan warga luar daerah mulai ramai mengunjungi wahana wisata.
Terutama anak remaja  berpasangan sudah terbiasa lagi mojok dan bersantai di sini.
Perilaku yang bertentangan dengan norma agama lebih baik dicegah sedari dini. Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati.
Oleh karena itu dakwah sinergis dan kolaboratif begitu penting untuk diwujudkan di bumi Cisoka.
Agar Cisoka yang dulu sepi dari hiruk pikuk musik dan pemandangan muda-mudi tetap terjaga normanya, tadabbur alam hendaklah selaras dengan norma agama dan adat ketimuran di mana kita tinggal.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H