Mohon tunggu...
Dimas Saptoaji
Dimas Saptoaji Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Seorang freelance yang memiliki hobi membaca dan berolahraga. Sangat berminat dalam topik pengembangan teknologi, geopolitik, dan pertahanan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menjaga Kedaulatan Laut Natuna Utara: Tantangan serta Strategi menghadapi Ancaman di Laut China Selatan

24 Mei 2024   21:10 Diperbarui: 27 Mei 2024   09:17 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta klaim Tiongkok atas sebagian ZEE Indonesia di Perairan Natuna, Indonesia [4]

Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia, menduduki posisi strategis di kawasan Indo-Pasifik. Terletak di antara Samudera Pasifik dan Hindia, Indonesia menjadi jalur utama pelayaran global. Sekitar 30% nilai perdagangan dunia melewati Selat Malaka, salah satu jalur maritim utama di Indonesia [1]. Jalur maritim lain seperti Selat Makassar, Sunda, dan Lombok juga melintasi wilayah Indonesia.

Keuntungan geografis ini menghadirkan peluang dan tantangan. Di satu sisi, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan maritim dan ekonomi regional. Di sisi lain, posisi strategis ini juga meningkatkan risiko keamanan maritim, termasuk ancaman terhadap kepentingan nasional dan pelayaran komersial. Salah satu contohnya adalah Laut China Selatan (LCS) yang menjadi wilayah sengketa dengan kompleksitas geopolitik tinggi.

Laut China Selatan menjadi area perebutan wilayah maritim yang kompleks dan terus memanas. Sengketa ini melibatkan beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Brunei Darussalam, serta klaim Taiwan atas gugusan pulau di LCS dan klaim hampir keseluruhan wilayah LCS oleh Tiongkok. Akar permasalahannya terletak pada tumpang tindih klaim wilayah perairan dan kepulauan antar negara-negara tersebut. Masing-masing negara memiliki interpretasi berbeda atas batas wilayah maritim mereka, yang berujung pada klaim teritorial yang saling bertentangan.

Di tengah perebutan ini, Tiongkok tampil sebagai aktor yang paling dominan. Mereka secara konsisten memperkuat klaimnya melalui berbagai cara diantaranya melalui cara diplomasi seperti penyusunan dokumen Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) dan Code of Conduct (COC) [2], ataupun melalui cara militer dengan membangun pulau-pulau karang reklamasi di LCS dan menempatkan pangkalan militer di sana. Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan unjuk kekuatan/show of force, yang cenderung dilakukan melalui aksi provokatif terhadap negara-negara pengklaim lainnya. 

Tiongkok juga kerap menggunakan milisi maritim sebagai kaki tangan penegak hukum dan militernya untuk mencapai tujuan politik di LCS, yaitu menegaskan kedaulatannya. Milisi ini ditengarai terlibat dalam berbagai insiden di LCS, seperti penghadangan, pengepungan, pengusiran, bahkan penabrakan kapal nelayan negara lain, terutama negara-negara yang memiliki klaim di wilayah tersebut [3]. Milisi maritim ini merupakan salah satu dari 3 pasukan yang digunakan oleh RRC dalam melakukan operasi maritim dimana dua pasukan lainnya adalah penjaga pantai/China Coast Guard (CCG) dan angkatan laut Tiongkok/People's Liberation Army Navy (PLAN). Milisi ini terdiri dari warga sipil yang bekerja sebagai nelayan yang menerima pelatihan militer dan merupakan bagian dari pasukan cadangan People's Liberation Army (PLA) [3].

Aksi milisi maritim maupun CCG tak jarang memicu ketegangan diplomatik, seperti yang dialami Filipina dan Vietnam, dua negara yang memiliki klaim atas LCS. Indonesia pun tak luput dari insiden serupa di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Laut Natuna Utara, di mana klaim 9 garis putus-putus (9-Dash Line) Tiongkok juga melewati sebagian ZEE Indonesia.

Konflik Laut China Selatan ini semakin memanas ketika Filipina menggugat Tiongkok ke arbitrase internasional pada Juli 2016. Hasilnya, Filipina memenangkan gugatan dan Mahkamah Arbitrase Permanen/Permanent Court of Arbitration (PCA) memutuskan bahwa klaim 9-Dash Line Tiongkok tidak sah secara hukum internasional dan melanggar Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 yang ironisnya ikut diratifikasi oleh Beijing [5]. Menanggapi putusan ini, Tiongkok menolak hasil pengadilan dan memperkuat posisinya di LCS dengan membangun beberapa pangkalan militer di Kepulauan Spratly [6].

Indonesia dan beberapa negara ASEAN, seperti Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Brunei Darussalam, dan juga Taiwan memiliki kesamaan pandangan bahwa konflik di Laut China Selatan (LCS) merupakan ancaman serius bagi kedaulatan negara. Ancaman utama datang dari Tiongkok, yang mengklaim sekitar 90% wilayah LCS berdasarkan faktor historis. Klaim Tiongkok tentang "Sembilan Garis Putus-Putus" atau Nine Dash Line, secara signifikan menumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya.

Untuk memperkuat klaimnya, Tiongkok tidak segan menggunakan berbagai cara. Selain mengerahkan milisi maritim untuk mengintimidasi kapal-kapal nelayan dari negara-negara ASEAN yang memiliki konflik kepentingan di LCS, Tiongkok juga mengerahkan kapal-kapal CCG bertonase besar, mencapai hingga 10.000 ton, untuk menandingi kekuatan militer negara-negara ASEAN di LCS.

Saat ini, belum ada negara ASEAN yang memiliki kapal perang kombatan dengan bobot 10.000 ton yang mampu menandingi armada CCG. Kapal-kapal CCG dilengkapi dengan persenjataan canggih, seperti meriam berkaliber besar (76/100 mm) dan kanon reaksi cepat (30 mm), spesifikasi yang setara dengan kapal perang militer kelas korvet [7].

Tiongkok tidak hanya mengintimidasi para nelayan, tapi juga memprovokasi negara-negara ASEAN yang terlibat dalam konflik di wilayah tersebut. Beberapa contohnya antara lain Penabrakkan kapal CCG ke kapal penjaga pantai Filipina pada Maret 2024 [8] yang memicu protes keras dari Filipina, dan 16 pesawat militer Tiongkok terbang di atas ruang udara Malaysia yang kemudian berujung pencegatan oleh jet tempur Malaysia pada akhir Mei 2021 [9]. Indonesia juga tak luput dari provokasi Tiongkok. Pada tahun 2016, sebuah kapal CCG melakukan manuver provokatif terhadap kapal perang Indonesia (KRI Imam Bonjol) di perairan Natuna [10].

Tiongkok pun tidak segan dalam menggunakan kekuatan militernya untuk mengintimidasi para nelayan di LCS yang notabene para nelayan tersebut adalah warga sipil, seperti pada September 2021 dimana 6 kapal perang China berkeliaran di Laut Natuna Utara, dimana salah satunya adalah kapal perang berjenis destroyer (Kunming-172) [11].

Sengketa di perairan Natuna yang dialami Indonesia bukan hanya dengan Tiongkok saja, tapi juga dengan Vietnam di LCS [12]. Indonesia berkonflik dengan Vietnam di LCS terkait wilayah ZEE yang tumpang tindih di Laut Natuna Utara [13]. Insiden yang sering dialami Indonesia ketika berkonflik dengan Vietnam di LCS adalah insiden penangkapan kapal-kapal nelayan Vietnam yang kedapatan menangkap ikan secara ilegal di perairan Natuna. dimana kapal nelayan Vietnam sering melakukan tindakan nekat dengan menabrakkan kapalnya ke kapal aparat keamanan Indonesia seperti pada Juli 2020 dimana kapal nelayan Vietnam mencoba melarikan diri dan akhirnya menabrakkan diri ke kapal milik Badan Kemanan Laut (Bakamla)/Indonesian Coast Guard [14]. Vietnam juga tidak segan menghalangi usaha pengangkapan nelayannya yang menangkap ikan secara ilegal di wilayah Natuna dengan cara menghalangi usaha penangkapan oleh aparat keamanan Indonesia dimana pada 2019 kapal milik TNI-AL yaitu KRI Bung Tomo dihalangi oleh 2 kapal Vietnam Fisheries Resource Survelliance (VFRS) milik pemerintah Vietnam ketika akan menangkap 4 kapal nelayan Vietnam yang melakukan penangkapan ikan ilegal di wilayah Natuna [15].

Meningkatnya tensi di LCS memicu kekhawatiran akan stabilitas kawasan dan potensi ancaman terhadap kedaulatan Indonesia. Untuk merespon situasi ini, diperlukan strategi dalam memperkuat kehadiran aparat keamanan baik dari TNI-AL, Bakamla, maupun Kepolisian Perairan (Polair). Penguatan kehadiran ini bertujuan untuk menghadirkan rasa aman bagi para nelayan Indonesia yang mencari ikan ataupun kegiatan eksplorasi sumber daya alam (SDA) berupa minyak dan gas alam di perairan Natuna, sekaligus meningkatkan efek deteren bagi negara-negara yang berpotensi mengancam keutuhan wilayah Indonesia.

Tindakan agresif Tiongkok dengan membangun beberapa pangkalan militer di kepulauan Spratly dan Paracel telah memicu kekhawatiran serius bagi negara-negara di sekitarnya. Ancaman pecahnya konflik di LCS yang semakin nyata mendorong terjadinya perlombaan senjata (arms race) di kawasan tersebut. Negara-negara yang memiliki klaim dan kepentingan di LCS melakukan pengadaan senjata yang cukup besar dan masif terutama di matra laut dan udara untuk mengamankan posisi mereka. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan eskalasi ketegangan dan potensi konflik terbuka.

Beberapa negara ASEAN sudah meningkatkan kehadirannya di LCS, terutama di kepulauan Spratly. Seperti Malaysia yang menduduki Ardasier Reef, Mariveles Reef, dan Swallow Reef [16], Filipina menempatkan kapal perang bekas yang di karamkan (BRP Sierra Madre) di Second Thomas Shoal sejak 1999 [17], dan Vietnam yang mengklaim banyak pulau di kepulauan Spratly serta membangun pulau buatan dan pangkalan militer di Pearson Reef dan Pigeon Reef, dengan rencana untuk memperkuat lagi kehadiran militernya di kedua pulau tersebut [18][19].

Di tengah memanasnya situasi di LCS, dengan penguatan armada militer oleh negara-negara yang memiliki klaim, Indonesia perlu mengambil langkah strategis untuk mengamankan kepentingannya di Natuna. Beberapa langkah strategis yang sudah diambil baik oleh Indonesia antara lain mendorong solusi diplomatis dengan membawa negara lain secara tidak langsung masuk dalam konflik ini, seperti yang sedang dilakukan Presiden Joko Widodo dengan mengajak Jepang untuk berinvestasi di Laut Natuna [20], serta memperkuat kapasitas maritim dengan membangun pusat pelatihan maritim di Batam bekerjasama dengan Amerika Serikat [21][22], dan memberikan izin kepada Bakamla untuk mendapatkan dan menggunakan senjata [23][24]. Langkah-langkah bertujuan untuk mengirimkan pesan tegas kepada pihak yang berkonflik, khususnya Tiongkok dan Vietnam untuk menghormati kedaulatan Indonesia serta diharapkan menarik minat negara lain untuk terlibat dalam kerjasama maritim di Natuna.

Akan tetapi, solusi diplomatis saja belum cukup untuk menciptakan efek gentar/detterent effect. Diperlukan kehadiran militer yang kuat untuk membekinginya. Pemerintah indonesia telah menunjukkan komitmennya dalam memperkuat pertahanan dalam berbagai langkah, antara lain:

1. Pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista)

Dalam 5 tahun terakhir, pengadaan alutsista yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam hal ini kementerian pertahanan, melakukan pengadaan alutsista yang cukup masif. Hal ini cukup beralasan dikarenakan alutsista yang telah dimiliki oleh Indonesia saat ini belum cukup untuk melindungi keseluruhan wilayah Indonesia baik secara kualitas maupun kuantitas. Selain itu, pengadaan ini juga bertujuan untuk melaksanakan program Minimum Essential Force (MEF) yang berlangsung dari 2009 sampai dengan 2024 [25]. Pengadaan alutsista yang dilakukan oleh Indonesia antara lain:

  • 42 unit jet tempur Rafale dari Perancis [26].
  • 2 unit fregat Arrowhead 140 dari Inggris yang dibangun secara lisensi di PT PAL dengan nama 'Fregat Merah Putih' [27][28].
  • 2 unit pesawat angkut Airbus A400M berkonfigurasi tanker [29].
  • 12 unit drone ANKA dari Turki [30].
  • 2 unit fregat PPA (kelas Thaon di Revel) yang sudah dibangun dari Italia [31].
  • 2 unit kapal selam Scorpene Evolved dari Perancis [32].
  • Sistem pertahanan udara HISAR/Trisula dan rudal balistik jarak pendek KHAN dengan kolaborasi Turki-Ceko [33][34].
  • 13 unit radar jarak jauh GM 400 Alpha dari Perancis [35].
  • Radar jarak jauh RAT 31 DL/M dari Italia yang bekerja sama dengan PT LEN Industri [36].
  • Kapal Offshore Patrol Vessel (OPV) dari PT Daya Radar Utama, galangan kapal dalam negeri [37].
  • Satelit pertahanan dari Thales, Perancis [38].
  • Rudal anti kapal (Anti-Ship Missile/AshM) Atmaca dari Turki [39], sebagai bagian dari program pengembangan rudal nasional [40].
  • 22 unit helikopter Blackhawk dari Amerika Serikat [41].

2. Peremajaan dan upgrade alutsista

Peremajaan dan upgrade alutsista yang dilakukan oleh Indonesia bertujuan untuk memaksimalkan alutsista yang sudah dimiliki sebelumnya. Peremajaan dan upgrade ini dilakukan oleh industri pertahanan di dalam negeri dan dilakukan di dalam negeri, seperti peremajaan dan upgrade 41 kapal perang TNI-AL di PT PAL [42].

3. Latihan bersama

Selain melakukan pengadaan serta peremajaan alutsista, Indonesia juga tidak meninggalkan program pengembangan sumber daya manusia. Salah satunya adalah dengan melakukan latihan intensif bersama dengan negara-negara sahabat, seperti latihan bersama "Super Garuda Shield" (SGS) antara TNI dengan militer negara-negara sahabat di kawasan Indo-Pasifik [43].

Meskipun pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya dalam memperkuat pertahanan melalui beberapa langkah yang telah disebutkan sebelumnya, masih terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian. Kekuatan alutsista yang dimiliki Indonesia saat ini, termasuk yang diperoleh dari pengadaan terbaru, masih belum memadai untuk sepenuhnya mempertahankan seluruh wilayah Indonesia, khususnya di kawasan LCS, jika dibandingkan dengan kekuatan militer Tiongkok.

Keterbatasan alutsista khususnya dalam jumlah, untuk mengamankan seluruh wilayah Indonesia, menjadi pengingat bahwa kebijakan pengadaan alutsista yang hanya mengandalkan impor bukanlah solusi yang tepat. Memperkuat industri pertahanan nasional menjadi langkah krusial dalam mewujudkan kemandirian dan kedaulatan negara.

Dalam upaya tersebut, Indonesia telah menerapkan beberapa strategi, di antaranya kebijakan transfer teknologi (Transfer of Technology/ToT), offset, dan produksi lokal. Kebijakan-kebijakan ini membuka peluang bagi industri pertahanan dalam negeri untuk terlibat dalam sebagian atau keseluruhan proses produksi alutsista yang sebelumnya diimpor.

Selain keterlibatan dalam proses produksi, kebijakan ToT dan offset juga memungkinkan perawatan dan perbaikan (Maintenance, Repair, and Overhaul/MRO) serta upgrade alutsista dilakukan di dalam negeri. Hal ini tidak hanya menghemat devisa negara, tetapi juga memberikan kesempatan bagi para insinyur Indonesia untuk mempelajari teknologi terkini dalam bidang persenjataan.

Beberapa contoh keberhasilan dari penerapan kebijakan ini adalah pembelian 4 unit kapal Landing Platform Dock (LPD) kelas Makassar dari Korea Selatan dengan 2 unit dibangun di PT PAL [44], pembelian 3 unit kapal selam kelas Nagapasa dari Korea Selatan dengan 1 unit diproduksi di PT PAL [45][46], pembelian 5 unit pesawat angkut C130J Hercules dari Amerika Serikat dengan pemberian akses penggantian bagian center wing box seluruh pesawat Hercules yang dimiliki oleh Indonesia di dalam negeri yang sebelumnya selalu dilakukan di Singapura dan Malaysia [47][48], pemeliharaan dan upgrade pesawat tempur F-16 melalui program Falcon STAR eMLU [49][50], serta pembangunan keseluruhan 2 unit kapal selam Scorpene Evolved di PT PAL [32].

Namun, untuk mendapatkan akses menuju teknologi persenjataan yang lebih luas dari negara produsen alutsista, diperlukan pengadaan alutsista dengan kuantitas yang besar. Hal ini berdampak pada meningkatnya biaya akuisisi. Di sisi lain, pengadaan alutsista juga harus sejalan dengan kebutuhan dari pengguna alutsista itu sendiri (user) yang dalam hal ini adalah TNI.

Selain dibutuhkan kemampuan finansial yang mumpuni, pengadaan alustsista suatu negara juga perlu diiringi dengan keinginan politik/political will yang kuat. Pembelian alutsista tidak hanya sekedar perjanjian transaksi jual-beli, melainkan akan menentukan arah politik luar negeri suatu negara.

Salah satu strategi yang patut dipertimbangkan adalah melakukan pengadaan alutsista berkualitas tinggi dengan harga terjangkau dalam skala besar. Hal ini akan membuka peluang bagi industri pertahanan dalam negeri untuk terlibat dalam proses produksi, seperti yang dicontohkan oleh Turki melalui program Peace Onyx.

Program Peace Onyx, yang berlangsung dari 1987-2011 yang terbagi dalam 4 babak, program ini merupakan proyek ambisius Turki untuk mengakuisisi dan memproduksi pesawat tempur F-16. Dalam program Peace Onyx I (1987-1995), Turki memesan 160 unit F-16 dari Lockheed Martin, Amerika Serikat [51]. Delapan unit pertama diproduksi langsung di pabrik Lockheed Martin, sedangkan 152 unit lainnya dirakit di pabrik Turkish Aerospace Industries (TAI), Turki [51].

Lebih dari sekedar pengadaan alutsista, program Peace Onyx menjadi lokomotif transformasi industri pertahanan Turki. Melalui program ini, TAI mendapatkan transfer teknologi dan keahlian manufaktur pesawat tempur canggih dari Lockheed Martin. TAI kemudian memproduksi berbagai komponen penting F-16, seperti sayap, badan tengah, dan badan belakang [51].

Dampak positif program Peace Onyx tidak hanya pada sektor pertahanan, tetapi juga ekonomi Turki. Program ini membuka lapangan pekerjaan baru di bidang manufaktur, meningkatkan kemampuan teknologi dan daya saing industri lokal, serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Keberhasilan program Peace Onyx mengantarkan Turki menjadi salah satu negara dengan kemampuan manufaktur pesawat tempur terdepan di dunia.

Sengketa Laut China Selatan menjadi salah satu isu maritim terhangat di Asia Tenggara, yang mencerminkan perebutan pengaruh antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Indonesia, sebagai negara non-blok, dihadapkan pada dilema strategis dalam menyikapi situasi ini.

Di satu sisi, kerjasama dengan Tiongkok dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tiongkok merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia [52] dan menawarkan peluang investasi di berbagai sektor. Kerjasama ini dapat meningkatkan transfer teknologi, menciptakan lapangan pekerjaan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Di sisi lain, hubungan pertahanan dengan Amerika Serikat dan negara-negara Barat telah memperkuat keamanan maritim Indonesia. Amerika Serikat dan negara-negara Barat memiliki teknologi militer yang canggih dan pengalaman panjang dalam menjaga keamanan maritim. Kerjasama dengan Amerika Serikat dan negara-negara Barat dapat membantu Indonesia dalam meningkatkan kemampuannya untuk memerangi perompakan laut, menjaga kedaulatan wilayah maritim, dan menghadapi ancaman keamanan maritim lainnya.

Namun, sikap netral ini juga memiliki konsekuensi. Amerika Serikat mungkin tidak akan memberikan akses penuh terhadap teknologi canggih yang dimilikinya kepada Indonesia dengan alasan keamanan. Hal ini seperti terjadi pada Turki, yang dikeluarkan dari program pengembangan pesawat tempur F-35 karena mengakuisisi sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia [53]. Contoh lainnya yaitu Uni Emirat Arab yang dipersulit oleh Amerika untuk membeli jet tempur F-35 dikarenakan memilih Huawei dari Tiongkok sebagai provider internet 5G [54][55].

Indonesia perlu melangkah dengan hati-hati dalam menyeimbangkan hubungannya dengan dua kekuatan besar ini. Diplomasi yang cerdas dan proaktif diperlukan untuk memaksimalkan peluang dan meminimalkan risiko dari situasi geopolitik yang kompleks ini.

Penting bagi pemerintah untuk terus bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk TNI, industri pertahanan dalam negeri, dan negara-negara sahabat, untuk memastikan bahwa Indonesia memiliki pertahanan yang kuat dan siap untuk menangkal berbagai ancaman dari luar.

Sumber/Referensi

[1]

L. J. Morris and G. P. Paoli, "A Preliminary Assessment of Indonesia's Maritime Security Threats and Capabilities," RAND Corporation, Santa Monica, 2018.

[2]

M. Li, “Mengelola Isu Keamanan di Laut Cina Selatan: Dari DOC ke COC,” Kyoto Review, 15 Maret 2014. [Online]. Available: https://kyotoreview.org/bahasa-indonesia/mengelola-isu-keamanan-di-laut-cina-selatan-dari-doc-ke-coc/. [Diakses 26 Maret 2024].

[3]

C. Kennedy, “The Struggle for Blue Territory. Chinese Maritime Militia Grey-Zone Operations,” RUSI Journal, vol. 163, no. 5, p. 8, 2018.

[4]

J. Blank, “Regional Responses to U.S.-China Competition in the Indo-Pacific: Indonesia,” RAND Corporation, Santa Monica, 2021.

[5]

C. Campbell, “South China Sea Arbritation Ruling: What Happened and What's Next?,” U.S. -China Economic and Security Review Commission, 2016.

[6]

Associated Press, “China has fully militarized three islands in South China Sea, US admiral says,” The Guardian, 21 Maret 2022. [Online]. Available: https://www.theguardian.com/world/2022/mar/21/china-has-fully-militarized-three-islands-in-south-china-sea-us-admiral-says. [Diakses 27 Maret 2024].

[7]

B. Pamungkas, “Kapal Patroli Penjaga Pantai Cina Bakal Dapat Izin Menggunakan Senjata Pada Kapal Asing,” Indomiliter, 6 Juni 2020. [Online]. Available: https://www.indomiliter.com/kapal-patroli-penjaga-pantai-cina-bakal-dapat-izin-menggunakan-senjata-pada-kapal-asing/. [Diakses 27 Maret 2024].

[8]

H. F. Nababan, “Kapal Bertabrakan, China-Filipina Saling Tuding,” Kompas, 22 Oktober 2023. [Online]. Available: https://www.kompas.id/baca/internasional/2023/10/22/kapal-bertabrakan-china-filipina-saling-tuding. [Diakses 27 Maret 2024].

[9]

Channel News Asia, “Malaysian air force scrambles hawk jets after Chinese military planes detected near its national airspace,” Channel News Asia, 1 Juni 2021. [Online]. Available: https://www.channelnewsasia.com/asia/malaysia-air-force-scramble-jets-china-national-airspace-1823011. [Diakses 27 Maret 2024].

[10]

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, “Kapal TNI AL Diprovokasi Kapal Penjaga Pantai China,” Kementerian Pertahanan Republik Indonesia: Badan Pendidikan dan Pelatihan, 21 Juni 2016. [Online]. Available: https://www.kemhan.go.id/badiklat/2016/06/21/kapal-tni-al-diprovokasi-kapal-penjaga-pantai-china.html. [Diakses 27 Maret 2024].

[11]

P. Wiyoga, “Kapal Perang China Mondar-mandir di Laut natuna Utara, Nelayan Ketakutan,” Kompas, 15 September 2021. [Online]. Available: https://www.kompas.id/baca/nusantara/2021/09/15/kapal-perang-china-mondar-mandir-di-laut-natuna-utara-nelayan-ketakutan. [Diakses 1 April 2024].

[12]

L. W. Coker Jr dan J. J. Comello, “The Spratly Islands Dispute: Can ASEAN Provide the Framework for a Solution?,” U.S. Army War College, Carlisle, 1996.

[13]

Indonesia Ocean Justice Initiative, “155 Kapal Ikan Vietnam Beroperasi di Zona Tumpang-tindih Klaim ZEE Indonesia-Vietnam di Laut Natuna Utara,” Ocean Justice Initiative, 28 Februari 2023. [Online]. Available: https://oceanjusticeinitiative.org/2023/02/28/155-kapal-ikan-vietnam-beroperasi-di-zona-tumpang-tindih-klaim-zee-indonesia-vietnam-di-laut-natuna-utara/. [Diakses 1 April 2024].

[14]

CNN Indonesia, “Ketegangan di Laut Natuna: Bakamla Vs Kapal Ikan dari Vietnam,” CNN Indonesia, 27 Juli 2020. [Online]. Available: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200727063646-20-529177/ketegangan-di-laut-natuna-bakamla-vs-kapal-ikan-dari-vietnam. [Diakses 1 April 2024].

[15]

M. Solehudin, “Susi Berang KRI Bung Tomo Dihalangi Saat akan Tangkap Kapal Vietnam,” Detik News, 25 Februari 2019. [Online]. Available: https://news.detik.com/berita/d-4443619/susi-berang-kri-bung-tomo-dihalangi-saat-akan-tangkap-kapal-vietnam. [Diakses 1 April 2024].

[16]

GlobalSecurity.org, “Territorial claims in the Spratly and Paracel Islands,” [Online]. Available: https://www.globalsecurity.org/military/world/war/spratly-claims.htm. [Diakses 1 April 2024].

[17]

R. Ratcliffe, “Why the rusting wreck of a second world war ship is so important to China,” The Guardian, 30 Oktober 2023. [Online]. Available: https://www.theguardian.com/world/2023/oct/30/sierra-madre-phillippines-ship-china-blockade. [Diakses 1 April 2024].

[18]

Y. Shiga dan Y. Nitta, “Vietnam said to plan military buildup on South China Sea footholds,” Nikkei Asia, 19 Agustus 2023. [Online]. Available: https://asia.nikkei.com/Politics/International-relations/South-China-Sea/Vietnam-said-to-plan-military-buildup-on-South-China-Sea-footholds. [Diakses 2 April 2024].

[19]

Benar News, “Vietnam rapidly builds up South China Sea reef, satellite data shows,” Benar News, 6 November 2023. [Online]. Available: https://www.benarnews.org/english/news/philippine/vietnam-build-up-south-china-sea-reef-11062023132418.html. [Diakses 2 April 2024].

[20]

A. B. D. Costa dan G. Suroyo, “Indonesia asks Japan to invest in islands near waters disputed with China,” Reuters, 10 Januari 2020. [Online]. Available: https://www.reuters.com/article/us-indonesia-japan-southchinasea/indonesia-asks-japan-to-invest-in-islands-near-waters-disputed-with-china-idUSKBN1Z90IY/. [Diakses 5 April 2024].

[21]

Humas Bakamla RI, “Amerika Serikat dan Bakamla RI Resmikan Pusat Pelatihan Maritim “Anambas” di Batam,” Badan Keamanan Laut Republik Indonesia, 30 Januari 2024. [Online]. Available: https://www.bakamla.go.id/publication/detail_news/amerika-serikat-dan-bakamla-ri-resmikan-pusat-pelatihan-maritim-anambas-di-batam. [Diakses 5 April 2024].

[22]

Humas Bakamla RI, “Bakamla RI Resmikan Maritime Training Center,” Badan Keamanan Laut Republik Indonesia, 4 September 2023. [Online]. Available: https://www.bakamla.go.id/publication/detail_news/bakamla-ri-resmikan-maritime-training-center. [Diakses 5 April 2024].

[23]

Kumparan News, “Prabowo Persenjatai Kapal Bakamla untuk Halau Kapal Asing di Natuna,” Kumparan, 4 Februari 2021. [Online]. Available: https://kumparan.com/kumparannews/prabowo-persenjatai-kapal-bakamla-untuk-halau-kapal-asing-di-natuna-1v6tCGefgEc/full. [Diakses 5 April 2024].

[24]

F. U. Safuroh, “Jaga Laut Natuna, Kapal Bakamla Dilengkapi Senjata Berkaliber 30 mm,” Detik News, 3 Februari 2021. [Online]. Available: https://news.detik.com/berita/d-5359532/jaga-laut-natuna-kapal-bakamla-dilengkapi-senjata-berkaliber-30-mm. [Diakses 5 April 2024].

[25]

Departemen Humas PT PAL Indonesia, “Kebijakan Modernisasi Alutsista Laut Berbasis MEF Tahap III,” PT PAL Indonesia, 2022. [Online]. Available: https://www.pal.co.id/kebijakan-modernisasi-alutsista-laut-berbasis-mef-tahap-iii/. [Diakses 7 April 2024].

[26]

P. G. Idrus, “Indonesia completes order for 42 French Rafale fighter-jets amid regional tensions,” The Jakarta Post, 10 Januari 2024. [Online]. Available: https://www.thejakartapost.com/indonesia/2024/01/10/indonesia-completes-order-for-42-french-rafale-fighter-jets-amid-regional-tensions.html. [Diakses 7 April 2024].

[27]

Defence Review Asia, “Babcock sells first new frigate design licence to Indonesia,” Defence Review Asia, 21 Desember 2021. [Online]. Available: https://defencereviewasia.com/babcock-sells-first-new-frigate-design-licence-to-indonesia/. [Diakses 7 April 2024].

[28]

A. Hananto, “Indonesia Memulai Kontruksi Kapal Frigat Merah Putih,” Good News From Indonesia, 28 Agustus 2023. [Online]. Available: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2023/08/28/indonesia-memulai-kontruksi-kapal-fregat-merah-putih. [Diakses 7 April 2024].

[29]

Airbus, “Indonesia Ministry of Defence orders two Airbus A400Ms,” Airbus, 18 November 2021. [Online]. Available: https://www.airbus.com/en/newsroom/press-releases/2021-11-indonesia-ministry-of-defence-orders-two-airbus-a400ms. [Diakses 7 April 2024].

[30]

E. Tarigan, “Indonesia buys 12 Anka drones from Turkey’s TAI business,” DefenseNews, 8 Agustus 2023. [Online]. Available: https://www.defensenews.com/unmanned/2023/08/07/indonesia-buys-12-anka-drones-from-turkeys-tai-business/. [Diakses 7 April 2024].

[31]

Fincantieri, “Fincantieri: contract signed for the supply of two PPAs to Indonesia,” Fincantieri, 28 Maret 2024. [Online]. Available: https://www.fincantieri.com/en/media/press-releases/2024/fincantieri-contract-signed-for-the-supply-of-two-ppas-to-indonesia/. [Diakses 7 April 2024].

[32]

Naval Group, “Naval Group and PT PAL have signed a contract with Indonesia for 2 locally built Scorpène® Evolved Full LiB submarines,” Naval Group, 2 April 2024. [Online]. Available: https://www.naval-group.com/en/naval-group-and-pt-pal-have-signed-contract-indonesia-2-locally-built-scorpener-evolved-full-lib. [Diakses 7 April 2024].

[33]

Military Leak, “Excalibur International Awarded Subcontract from Roketsan to Support Missile System for Indonesia,” Military Leak, 7 Desember 2022. [Online]. Available: https://militaryleak.com/2022/12/07/excalibur-international-awarded-subcontract-from-roketsan-to-support-missile-system-for-indonesia/. [Diakses 7 April 2024].

[34]

S. W. Miller, “Indonesia Acquiring Roketsan Missiles,” Asian Military Review, 15 November 2022. [Online]. Available: https://www.asianmilitaryreview.com/2022/11/indonesia-acquiring-roketsan-missiles/. [Diakses 7 April 2024].

[35]

The Jakarta Post, “Indonesia orders 13 long-range military radars from Thales,” The Jakarta Post, 19 Juni 2023. [Online]. Available: https://www.thejakartapost.com/indonesia/2023/06/19/indonesia-orders-13-long-range-military-radars-from-thales.html. [Diakses 7 April 2024].

[36]

Leonardo, “Leonardo will provide a RAT 31 DL/M air defence radar system for Indonesian Air Force,” Leonardo, 21 Januari 2020. [Online]. Available: https://www.leonardo.com/en/press-release-detail/-/detail/air-defence-rat-indonesia. [Diakses 7 April 2024].

[37]

Badan Sarana Pertahanan, “Kemhan Pesan Kapal OPV dan OPV 90 Meter Buatan Dalam Negeri,” Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 26 Agustus 2021. [Online]. Available: https://www.kemhan.go.id/baranahan/2021/08/26/kabaranahan-kemhan-pimpin-pembangunan-awal-kapal-opv-untuk-tni-al.html. [Diakses 7 April 2024].

[38]

Thales Alenia Space, “Thales,” Thales Alenia Space, 7 Desember 2023. [Online]. Available: https://www.thalesaleniaspace.com/en/press-releases/thales-alenia-space-signs-multi-satellite-contract-pt-len-industri-provide-radar-and. [Diakses 7 April 2024].

[39]

R. Rahmat, “Indonesia awards contract for 45 Atmaca anti-ship missile rounds,” Janes, 25 Januari 2024. [Online]. Available: https://www.janes.com/defence-news/news-detail/indonesia-awards-contract-for-45-atmaca-anti-ship-missile-rounds. [Diakses 7 April 2024].

[40]

Voice of Indonesia, “Turkey Explores Cooperation With RI National Missile Production,” Voice of Indonesia, 6 Februari 2024. [Online]. Available: https://voi.id/en/news/355018. [Diakses 7 April 2024].

[41]

E. P. Putra, “Kemenhan Dilaporkan Membeli 22 Helikopter Black Hawk untuk TNI AD,” Republika, 26 Februari 2024. [Online]. Available: https://news.republika.co.id/berita/s9fygu484/kemenhan-dilaporkan-membeli-22-helikopter-black-hawk-untuk-tni-ad. [Diakses 7 April 2024].

[42]

B. Pemungkas, “41 Kapal Perang TNI AL Akan Menjalani Program Refurbishment, Mulai Dari Repowering Sampai Pemasangan Rudal Anti Kapal,” Indomiliter, 2 November 2022. [Online]. Available: https://www.indomiliter.com/41-kapal-perang-tni-al-akan-menjalani-program-refurbishment-mulai-dari-repowering-sampai-pemasangan-rudal-anti-kapal/. [Diakses 7 April 2024].

[43]

Tentara Nasional Indonesia, “Terbesar Sepanjang Sejarah, Latihan Super Garuda Shield 2023,” Tentara Nasional Indonesia, 1 September 2023. [Online]. Available: https://tni.mil.id/view-230361-terbesar-sepanjang-sejarah-latihan-super-garuda-shield-2023.html. [Diakses 7 April 2024].

[44]

C. Maharani dan R. Matthews, “The Role of Offset in the Enduring Gestation of Indonesia's Strategic Industries,” Defence and Peace Economics, vol. 34, no. 7, pp. 981-1002, 2023.

[45]

Pusat Komunikasi Publik Kemhan, “Kerjasama Pembangunan Kapal Selam ke 3 RI – Korsel Semakin Meningkat,” Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 25 September 2013. [Online]. Available: https://www.kemhan.go.id/2013/09/25/kerjasama-pembangunan-kapal-selam-ke-3-ri-korsel-semakin-meningkat.html. [Diakses 7 April 2024].

[46]

A. Fikri, “PT PAL Rampungkan Kapal Selam Pesanan TNI AL Tahun Ini,” Tempo, 9 Januari 2018. [Online]. Available: https://bisnis.tempo.co/read/1048834/pt-pal-rampungkan-kapal-selam-pesanan-tni-al-tahun-ini. [Diakses 7 April 2024].

[47]

G. Galiartha, “Indonesia transfer pengetahuan-perawatan dari pembelian Super Hercules,” Antara News, 8 Maret 2023. [Online]. Available: https://www.antaranews.com/berita/3431295/indonesia-transfer-pengetahuan-perawatan-dari-pembelian-super-hercules. [Diakses 7 April 2024].

[48]

RNS, “Penampakan C-130H A-1315 saat menjalani penggantian CWB di GMF AeroAsia,” Airspace Review, 22 Maret 2023. [Online]. Available: https://www.airspace-review.com/2023/03/22/penampakan-c-130h-a-1315-saat-menjalani-penggantian-cwb-di-gmf-aeroasia/. [Diakses 7 April 2024].

[49]

G. Perdana, “Jadi Jet Tempur Tercanggih TNI AU, Tujuh Unit F-16 Block 15 OCU Hasil Upgrade Telah Diserahkan,” Indomiliter, 13 Maret 2023. [Online]. Available: https://www.indomiliter.com/jadi-jet-tempur-tercanggih-tni-au-tujuh-unit-f-16-block-15-ocu-hasil-upgrade-telah-diserahkan/. [Diakses 7 April 2024].

[50]

R. Sontani, “F-16 ke-5 hasil Falcon STAR-eMLU mengudara, kado untuk HUT RI ke-76,” Airspace Review, 2021 Agustus 16. [Online]. Available: https://www.airspace-review.com/2021/08/16/f-16-ke-5-hasil-falcon-star-emlu-mengudara-kado-untuk-hut-ri-ke-76/. [Diakses 7 April 2024].

[51]

Global Security, “F-16 Peace Onyx,” Global Security, 20 September 2023. [Online]. Available: https://www.globalsecurity.org/military/world/europe/tu-f-16.htm. [Diakses 10 April 2024].

[52]

F. Javier, “Negara Mitra Dagang Utama Indonesia pada 2022,” Tempo, 2 Oktober 2023. [Online]. Available: https://data.tempo.co/data/1760/negara-mitra-dagang-utama-indonesia-pada-2022. [Diakses 11 April 2024].

[53]

J. Marcus, “US removes Turkey from F-35 fighter jet programme,” BBC, 18 Juli 2019. [Online]. Available: https://www.bbc.com/news/world-us-canada-49023115. [Diakses 15 April 2024].

[54]

A. Helou, “F-35 fighters, 5G networks, and how the UAE is trying to balance relations between the US and China,” C4ISRnet, 28 Januari 2022. [Online]. Available: https://www.c4isrnet.com/smr/5g/2022/01/27/f-35-fighters-5g-networks-and-how-the-uae-is-trying-to-balance-relations-between-the-us-and-china/. [Diakses 15 April 2024].

[55]

Defence Security Asia, “Why is the US Reluctant to Sell F-35 to its Arab Allies in the Gulf?,” Defence Security Asia, 5 Oktober 2023. [Online]. Available: https://defencesecurityasia.com/en/f35-arab-allies/. [Diakses 15 April 2024].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun