Anak-anak itu buru-buru menjawab, "Kami belum mau pulang kalau Ayah hanya akan menyuruh paranormal mengusir hantu dan bukan berkata 'paranormal yang Ayah panggil, baru saja mengusir para hantu-hantu itu'"
Selesai menelepon anak-anaknya, Alex memanggil paranormal yang bersedia membantu untuk membersihkan rumahnya akan kemungkinan adanya makhluk alam lain yang bersemayam di setiap sudut rumahnya. Â 10 menit setelah pengusiran itu berhasil dilakukan paranormal yang memiliki tubuh kurang bagus karena terlalu banyak merokok dan makan lontong sayur, Alex kembali menelepon anak-anaknya, "Ayah sudah membawa paranormal itu---dan hantu-hantu itu sudah dia usir. Rumah kita sudah aman. Kalian bisa pulang sekarang."
Lisa dan Lesi cukup puas merasakan nyenyaknya tidur malam itu di rumah sendiri. Alhasil, pekerjaan rumah yang diberikan guru di sekolah, mereka kerjakan pagi-pagi sebelum sarapan dan siap sedia sebelum berangkat ke sekolah. Alex cukup puas melihat kedua anak-anaknya memancarkan aura semangat yang boleh dibilang seperti embun yang menetes di pagi hari hingga pagi seterusnya.Â
Kepuasan memang selalu dinantikan bagi orang-orang yang baru saja dihadapkan tekanan hebat. Namun perilaku bahagia yang diperlihatkan kedua anak-anaknya, tidak seperti yang diperlihatkan Alex. Wajah laki-laki itu masih tampak murung---dan kemurungan adalah ciptaan api neraka. Ia tak habis pikir dengan apa yang mengganggu di benaknya.
Sesungguhnya ada yang tak beres dan bukan hanya anggapannya saja bahwa penemuan mayat tak berkepala itu dilakukan oleh orang yang sudah tak tahu dimana harus membuang mayat hasil pembunuhannya itu. Ia merasa bahwa penemuan mayat itu, bukan sekadar aksi dari orang gila yang melakukan semua itu demi kesenangan pribadi saja.Â
Alex merasakan adanya keganjilan dari penemuan mayat tak berkepala itu. Alex merasa ada sesuatu yang jauh lebih mengerikan di luar sana, mengancam dirinya serta dan kedua anak-anaknya.
Lisa kerapkali memergoki ayahnya termenung di teras rumah sambil bergumam sendiri. Gadis itu mengintip dan mendengar melalui celah pintu yang terbuka sedikit. Entah apa yang dipikirkan sang ayah kala itu.Â
Namun, dugaannya menyatakan bahwa ada yang tak beres dengan jalan pikiran Alex. Sejak itu, Lisa sering berdoa pada Tuhan agar ayahnya diberikan kekuatan dan tidak sampai terjerumus ke dalam pemikiran orang yang tak waras.Â
Setiap malam, Lisa selalu memandangi wajah Alex selagi tidur, dan tak lupa mengecup kening ayahnya. Pernah pada suatu malam, gadis itu kepergok selagi mengamati wajah Alex melalui celah pintu.Â
Ada kesan iba, ketika Alex memandangi wajah anaknya yang pucat pasi. Buru-buru Alex mengajak Lisa makan malam dengan mie instan meski waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam---dan makan larut malam tidak baik untuk kesehatan---menurut dokter yang kelaparan. Sebelumnya mereka jarang makan malam di waktu seperti itu.
Alex sendiri enggan mengakui rasa takut itu terhadap kedua anak-anaknya. Ia lebih memilih untuk menyimpan saja sampai waktu yang ditentukan menurut keinginannya. Kapan saja ia bisa membicarakannya. Tidak mesti sekarang.