Beberapa buku pengalaman demikian sudah diterbitkan dan dipasarkan. Buku ber ISBN itu merupakan kumpulan kisah nyata yang biasanya ditutupi "karena dianggap kisah kelam" Â walaupun latarnya bisa karena naiknya BBM atau gaya hidup berlebihan. Ketika terjadi gesekan di sekolah, seringnya dunia pendidikan mengalah dan menutupi, walau gaya hidup berlebihan jadi pemicunya.
"Gaya hidup" dapat diduga jadi latar gesekan di masyarakat. Banyak memiliki istri lebih dari satu tanpa memperhitungkan kemampuan ekonomi salah satu gaya hidup itu. Daftar nama anak yang tidak terdata  karena statusnya berupa anak sambung dari istri  muda,  yang  baru dinikahi bisa berdampak buruk jika tidak tertib administrasinya.  Banyak memiliki istri,  bagi yang mampu dalam bidang ekonomi dan mampu berbuat adil tentu jadi sarana dakwah. Tapi kita harus bercermin kepada kisah  nasib anak keluarga "Predi Samboo"  yang membuat penggagas film "si-Komo" turun tangan (Kak Seto)  untuk memenuhi tuntutan kemanusiaan. Padahal dari segi perekonomian  mereka lebih dari cukup.
Gaya hidup keluarga yang berlebihan dan keluargs terjepit akibat tekanan ekonomi itu, berdampak pada  jenjang pendidikan yang dapat ditempuh. Sikap emosional  masyarakat sering dirasakan oleh guru ketika mereka harus berhadapan menyangkut anak didik. Peristiwa demikian  sering terjadi  di sekolah padat penduduk. Keragaman keadaan masyarakat sering sekali mengancam keselamatan para pengelola dunia pendidikan. Kekerasan pisik dan kekerasan verbal sering menyertainya. Sering pula konflik lahir akibat anak yang kurang perhatian di rumah, menjadikan sekolah jadi kambing hitam. Padahal siswa lebih banyak waktunya diluar sekolah.
Kenaikan BBM  akan sangat dirasakan dampaknya pada masyarakat bawah, menambah pula beban dunia pendidikan. Untungnya untuk sekolah di Jawa Barat di tahun ajaran baru, ada instruksi tidak boleh ada rapat komite sebelum ada instruksi. Kini harus bersyukur  dengan lahirnya Pergub nomor 44. Sehingga pihak sekolah dan masyarakat merasa bahwa pemerintah hadir mengatur kondisi untuk  menghindari konflik seperti dalam tulisan ini(DN).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H