Mohon tunggu...
Dr. Dedi Nurhadiat
Dr. Dedi Nurhadiat Mohon Tunggu... Dosen - Penulis buku pelajaran KTK dan Seni Budaya di PT.Grasindo, dan BPK Penabur

Manajemen Pendidikan UNJ tahun 2013. Pendidikan Seni Rupa IKIP Bandung lulus tahun 1986. Menjabat sebagai direktur media SATUGURU sejak tahun 2021 hingga sekarang. Aktif di Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) sejak tahun 2020. Menjabat sebagai kepala sekolah di beberapa SMA sejak Tahun 2009 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menguak Dampak Kenaikan BBM & Gaya Hidup Serupa Ferdy Sambo (Kisah Menjelang Rapat Komite Sesuai Pergub 44)

10 September 2022   07:35 Diperbarui: 12 September 2022   17:17 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku tentang hal yang sering disembunyikan. Foto koleksi penulis

Buku yang akan segera terbit mengambil judul "Proses Tidak Akan Mengelabui Hasil"  banyak mengangkat kisah unik yang selama ini ditutupi dunia pendidikan. Seperti dipersulitnya kenaikam golongan dari IVc ke IVd walau PAK (Penilaian Angka Kridit) sudah terbit. Dapat diduga sulitnya naik  pangkat dan golongan dari IVc ke IVd akibat kecemburuan terhadap tingginya pangkat di  setiap guru yang mengajar di sekolah. Saat ada guru yang pindah ke pemda, maka kedudukannya berada paling atas. Ada juga yang menduga karena keuangan negara tambah sulit, yang terpaksa menaikan harga BBM bersubsidi.

Ironisnya, penghargaan terhadap guru, dengan mempermudah dalam mengurusi kenaikan pangkat itu baru terasa hingga golongan IVc saja. Setelah itu tersendat. Lucunya PAK pada turun walau perjuangan untuk itu sangat rumit sekali dan melelahkan. Apakah setelah PAK keluar tinggal menunggu SK  ?   Jawabnya di golongan sebelumnya demikian keadaannya.  Tapi setelah golongan  IV C ke atas perjalanan menuju  perolehan SK masih panjang berliku. Walau demikian  khusus  untuk  jabatan guru  golongan IVd itu akan otomatis diterima saat purnabakti. Tentu saja bagi yang sudah IVc.  Dan hal itulah yang  masih patut disyukuri.

Boleh saja berjuang hingga IVe tapi aturan baru harus  dilalui. Yaitu menempuh berbagai ujian dari mulai presentasi semua karya ilmiah yang ada di PAK hingga ujian tulis yang soalnya kadang tidak  sesuai dengan bidang garapan. Biaya  cetak ulang karya tulis yang ada di PAK itu tidak murah, tapi harus dilakukan. Semua kisah ini di tuliskan  secara lengkap dalam buku  yang sampulnya tertera  dalam bentuk foto di bawah ini.  Dan banyak tulisan lainnya dalam buku ini.

Hal lain yang biasanya ditutupi  dunia pendidikan, menyangkut  beban moral,  bahwa status guru itu harus layak di gugu dan layak ditiru walau dalam kondisi terancam. Sehingga kisah tragis yang mengancam  jiwa dan raga kerap disembunyikan. Guru yang ada di daerah konflik lebih berat lagi karena konon sering jadi tumbal, itu hal biasa. Tapi guru di pusat kota juga tidak terlepas dari ancaman demikian, terutama untuk guru dengan tugas tambahan,  seperti kisah di bawah ini.

Saat penulis membuka lemari, tampak berderet aneka pakaian tergantung di dalamnya. Begitu mengambil salah satu baju dinas saya tersenyum sebab baju bagus & kebanggaan itu kini "tanpa kancing bagian atasnya dan robek bagian ketiak serta lehernya." Kok tersenyum ada apa? Sesungguhnya adalah senyuman yang memilukan. Karena ancaman  adu pisik hingga pengaduan ke penegak hukum yang diada-adakan.  Jika bukan status sebagai guru bisa menuntut balik yang membahayakan sang pelaku. Tapi biasanya orang di dunia pendidikan itu memilih mengalah. 

Pernah  kisah kesalah pahaman serupa Doni Ferdy Sambo hampir terjadi pada diri penulis. Walaupun alur ceriteranya sangat berbeda dengan kisah  Kuat Makruf & Putri Candrawathi. Mungkin tulisan ini juga akan jadi buku bacaan seperti  buku berjudul  "Sosok Inspiratif Lahir dari Tantangan Dunia Pendidikan"  Buku berISBN yang diterbitkan CV.Kamila Press. Seperti juga  judul buku  yang dituliskan pada alinea pertama di atas. Kisah memilukan yang akan diangkat  kali ini seperti tertulis sebagai berikut.

Foto koleksi pribadi
Foto koleksi pribadi

Sudah ada tiga kali kejadian  kesalah pahaman yang hampir serupa dengan kisah Ferdy Sambo, menyangkut kesalah pahaman yang mencekam. Yang paling mengerikan itu didatangi individu dengan penuh emosional sambil berteriak-teriak "saya sudah lama tidak membunuh orang."  Saat itu muka pelaku begitu  penuh amarah dengan langkah tegap datang di kantor sambil berteriak. Tapi ujungnya sangat lucu seperti kisah Habib Jindan yang berseteru dengan pesulap merah bernama Marchel Radival.

Kisah kesalah pahaman serupa seperti ini, pernah terjadi di beberapa tempat. Tapi semua kisah di sekolah, sesulit apapun  tidak sampai  setragis kasus Ferdy Sambo. Karena dunia pendidikan itu punya  budi  pekerti luhur berupa 

keikhlasan penuh tawakal,  sehingga bisa memutar  ancaman jadi peluang. Dunia pendidikan harus tampil sebagai pencari solusi yang sering memagari peristiwa yang tidak di harapkan. Seperti video di  atas  ini dibuat dan di share terbuka untuk umum, untuk menghindari tuduhan tanpa dasar. Sosialisasi pencalonan pengurus komitepun  (balon) dipublikasikan seperti ini. 

Namun upaya ini tidak menutup peluang individu mendapatkan kelemahan dan diperbesar, memicu kontro versi  hingga masuk  di berita media abal-abal. Dan berita yang berjudul "Pemilihan Ketua Komite SMA2 Cikarang Barat Tidak Transparan" sudah di share dan beredar luas tanpa pembaca.  Karena tulisan itu online maka penulis menerbitkan balasan lewat tulisan ini lengkap dengan bukti video. Penulis berita  menyangkut pemilihan balon komite di share pelaku dengan kalimat  ancaman  di WA "akan mengadukan hal ini ke atasan." Dengan adanya fakta video dan podcast saat  sosialisasi penentuan BALON (Bakal Calon) tampaknya semua sudah terbantahkan. Kini penulis di media yang share di atas, ada gejala  bersahabat dengan menawarkan "jamu tradisional." Namun tulisan di media terlanjur sudah disebar. Maka tulisan ini sebagai tandingannya /klarifikasi. Walau kami kini sudah bersahabat melalui "jamu tradisional" yang akan kami pesan. 

Kisah-kisah  yang hampir tragis  seperti  itu, seringkali malah  berujung lebih bersahabat. Namun berita tandingan harus tetap dibuat. Jadi pihak sekolah harus rutin menulis. Karena pembaca tidak akan tahu kini kami berangkulan. Begitulah  pihak pemangku dunia pendidikan selalu mengalah dan memaafkan. Memang awalnya  para oknum  membuat serangan  berupa kirim pesan singkat berentet berupa kalimat menekan  bahkan menyerupai ancaman, memancing emosi.  Intinya memaksakan kehendak tidak beretika. 

Kalimat pesan singkat itu dikirim berkesinambungan tiada henti. Yang kalimatnya kadang membuat merinding bulu kuduk. Tak jarang  kasus tuduhannya sampai diangkat ke media abal-abal yang dicetak terbatas untuk dibagikan cuma-cuma sebagai teror. Seringnya berupa tulisan di media online yang tidak jelas, karena media demikian tidak dikenal masyarakat. Tapi hanya disebar  laksana  sistim manual, lewat bisikan malu-malu. Di share berulang kali ke orang yang sama. Jika  pengelola sekolah tidak suka menulis apalagi tidak punya studio podcast dapat dibayangkan "pencemaran itu, tampa klarifikasi." Tapi kami kini  (SMA Gubuk Apung) jadi punya beberapa buku  yang diterbitkan disamping tulisan di media online seperti ini.

Ketiga peristiwa  "salah paham:  yang diceriterakan di atas, terjadi di sekolah yang masyarakatnya mengalami tekanan ekonomi yang begitu kuatnya saat itu.  Banyaknya individu yang tidak sempat berpikir panjang, diduga karena dampak gaya hidup & tekanan ekonomi. Atau mungkin juga ambisi pribadi.

Karena  diantara  peristiwa ini ada yang tuntas  dengan sangat baik,  solusinya  cukup unik, membuat penulis sering tersenyum setiap kali melihat "baju robek yang diabadikan dalam lemari pakaian itu". Setiap kali melihat baju itu pasti teringat tiga kisah di tempat  berbeda yang memiliki motif  hampir sama dengan Ferdy Sambo itu. Yaitu kesalah pahaman, namun bisa tuntas diselesaikan dengan penuh keakraban. Akhirnya kami bersahabat. Dan hal ini sesungguhnya adalah prestasi besar yang layak mendapat kenaikan pangkat dengan mudah, apalagi PAK sudah di tangan.

Salah satu  dari  tiga kisah di atas diantaranya ada yang hampir terjadi adu pisik. Kasusnya ada yang mendekati peristiwa asmara Ferdy Sambo. Persamaannya tokoh dalam peristiwa ini adalah orang  yang memiliki hak istimewa (Privilese) karena individu itu punya jabatan terhormat. Dan tentu saja layak dihormati karena banyak  jasanya. Akhirnya dia minta maaf lewat ajudan pribadinya, karena kealfaan yang telah dia lakukan. Dan kami saling memaafkan.

Dia saat itu, sangat emosi besar ketika ada laporan bahwa  anak kandungnya ada di deretan nama yang termasuk belum menyelesaikan administrasi. Setelah di cek ulang "beliau lupa kalau anak itu dari istri yang belum di publikasikan" jadi pihak organisasi sekolah tidak mengenal bahwa itu anak tokoh terkemuka. Akhirnya kami semua  tertawa dibalik kengerian.  Dan di akhir kisah persahabatan itupun terjalin baik hingga saat ini. Mungkin saja tulisan ini, bisa jadi bahan untuk cinematografi atau sinetron pembelajaran.

Yang disayangkan di setiap tempat yang berbeda selalu ada kasus serupa. Emosional individu itu memuncak diduga  karena dampak dari tekanan ekonomi  dan gayà hidup. Kisah serupa diatas pernah terjafi ketika itu seorang panitia kegiatan mengumumkan daftar nama dan ditemukan nama seorang anak tokoh penting (non pemerintah) di dalamnya. Saat penulis turun dari kendaraan, baju bagian leher ditarik dan diseret orang tua tersebut, hingga robek dan kancingnya terlepas. Sebelum kejadian WA di banjiri kalimat penuh dengan ancaman. Tapi akhirnya dalam salah satu acara di sebuah gedung besar, satu keluarga datang dan meminta maaf. Padahal kisah itu sudah hampir terlupakan. Tapi kisah ini layak jadi pembelajaran bagi pengelola kemasyarakatan yang keadaannya unik di masa naiknya BBM.

Kisah ini sengaja di tuliskan menyangkut kenaikan harga BBM saat ini yang sulit dihindari pemerintah. Dampak kenaikan bahan bakar minyak  akan merembet ke harga barang lainnya, ongkos angkutan,  hingga barang konsumsi. Hal ini  diduga akan berdampak dan mengakibatkan gesekan seperti gejala di atas. Pihak sekolah di daerah padat penduduk yang pertama kali akan merasakan .

Untungnya bagi masyarakat di
Jawa Barat saat ini beredar surat Pergub Nomor 44. Yang akan jadi rujukan untuk rapat komite dengan penuh damai. Keluarga miskin harus dibebaskan dari sumbangan apapun, tapi keluarga berekonomi kuat harus dipertahankan agar tidak lari pindah ke sekolah unggulan dengan senjata kekuatan ekonomi yang dia miliki. Realitanya orang kaya lebih memilih jalan pintas pindah sekolah ketimbang bersatu memajukan sekolah yang baru  merintis.  Apalagi jika saat rapat komite lebih banyak orangtua yang mrnuntut serba gratis sesuai janji kampanye.  Saat situasi terjadi maka orang kaya akan lari mencari peluang menempati sekolah yang sudah mapan. Yang penting ada batu loncatannya.

Patut disyukuri jika sekolah yang ada itu orangtuanya bahu membahu membebaskan keluarga miskin dari belenggu yang ada. Sehingga orang kaya tidak lari mengambil jalan pintas. Tapi mendorong sekolah untuk berprestasi dalam segala  hal. Akan lebih  bersyukur bagi  beberapa sekolah yang sudah melakukan rapat komite sebelum BBM di naikan pemerintah, peluang itu akan tampak lebih besar. Tapi bagi yang belum melakukan rapat komite, tentu harus memikirkan tentang peristiwa  dalam tulisan ini. Maka SMA Gubuk Apung di Bekasi melakukan sosialisasi dulu lewat Podcast untuk menjaring para calon pengurus komite. Kampanye  bakal calonnya dipilih  berjenjang  seperti calon anggota legislatif. Dan berita miring di media online sudah di klarifikasi lewat podcast dan tulisan di my.id dan kompasiana.

Sekolah itu sarana pendidikan untuk mengubah pola pikir anak didik dan masyarakat. Kisah baju robek dan kancing pada copot itu adalah kisah tragis yang nyata. Dapat diduga akibat beratnya "Tekanan ekonomi."  Hal ini baru diantara yang jadi salah satu penyebab lahirnya kekerasan pisik  hingga mengarah pada ancaman melayangnya nyawa seseorang. Sungguh mengerikan. Tapi inilah tugas dunia pendidikan yang harus tampil sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Mungkin sebagian besar pendidik akan menyembunyikan kisah kelam demikian. Tapi bagi penulis, kisah demikian harus dipublikasikan. 

Beberapa buku pengalaman demikian sudah diterbitkan dan dipasarkan. Buku ber ISBN itu merupakan kumpulan kisah nyata yang biasanya ditutupi "karena dianggap kisah kelam"  walaupun latarnya bisa karena naiknya BBM atau gaya hidup berlebihan. Ketika terjadi gesekan di sekolah, seringnya dunia pendidikan mengalah dan menutupi, walau gaya hidup berlebihan jadi pemicunya.

"Gaya hidup" dapat diduga jadi latar gesekan di masyarakat. Banyak memiliki istri lebih dari satu tanpa memperhitungkan kemampuan ekonomi salah satu gaya hidup itu. Daftar nama anak yang tidak terdata  karena statusnya berupa anak sambung dari istri  muda,  yang  baru dinikahi bisa berdampak buruk jika tidak tertib administrasinya.  Banyak memiliki istri,  bagi yang mampu dalam bidang ekonomi dan mampu berbuat adil tentu jadi sarana dakwah. Tapi kita harus bercermin kepada kisah  nasib anak keluarga "Predi Samboo"  yang membuat penggagas film "si-Komo" turun tangan (Kak Seto)  untuk memenuhi tuntutan kemanusiaan. Padahal dari segi perekonomian  mereka lebih dari cukup.

Gaya hidup keluarga yang berlebihan dan keluargs terjepit akibat tekanan ekonomi itu, berdampak pada  jenjang pendidikan yang dapat ditempuh. Sikap emosional  masyarakat sering dirasakan oleh guru ketika mereka harus berhadapan menyangkut anak didik. Peristiwa demikian  sering terjadi  di sekolah padat penduduk. Keragaman keadaan masyarakat sering sekali mengancam keselamatan para pengelola dunia pendidikan. Kekerasan pisik dan kekerasan verbal sering menyertainya. Sering pula konflik lahir akibat anak yang kurang perhatian di rumah, menjadikan sekolah jadi kambing hitam. Padahal siswa lebih banyak waktunya diluar sekolah.

Kenaikan BBM  akan sangat dirasakan dampaknya pada masyarakat bawah, menambah pula beban dunia pendidikan. Untungnya untuk sekolah di Jawa Barat di tahun ajaran baru, ada instruksi tidak boleh ada rapat komite sebelum ada instruksi. Kini harus bersyukur  dengan lahirnya Pergub nomor 44. Sehingga pihak sekolah dan masyarakat merasa bahwa pemerintah hadir mengatur kondisi untuk  menghindari konflik seperti dalam tulisan ini(DN).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun